TIGA BELAS: Sedih dan Bahagia

91 9 0
                                    

"Ada apa, Kka? Gue baru aja mau ke rumah lu" Cakka yang melihat Agni sudah siap, semakin merasa tidak enak. Hari ini mereka berdua berencana untuk jalan berdua, Cakka juga sudah siap, namun baru saja Shella menelponnya, mengajaknya jalan berdua dan itu membuat hati Cakka bimbang.

"Kka, ada apa? Kita jadi 'kan jalannya?" tanya Agni memastikan. Cakka yang mendengar pertanyaan Agni itu malah menggaruk tengkuknya, terlihat serba salah. Melihat kelakuan Cakka yang mencurigakan, tanpa sadar Agni menghela nafas. Dia sudah bisa menebak apa yang ingin dikatakan tetangganya itu.

"Ngomong aja, Kka" Cakka diam sejenak sebelum mulai menceritakan kebimbangannya.

"Shella ngajak jalan, Ag. Gue mau nolak karena kita udah janjian, tapi ternyata Shella udah nunggu di taman kompleks depan" Agni diam saja. Walau Cakka yakin Agni tidak marah, tapi tetap saja Cakka merasa tidak enak hati pada Agni. Bagaimanapun, mereka berdua sudah lebih dulu membuat janji.

"Agni, gue beneran minta maaf—"

"Yaudah, gih sana. Kasian Shella nunggu sendirian di taman" potong Agni cepat. Cakka tersenyum lega mendengar jawaban Agni.

"Thanks Agni. Lu emang sahabat gue yang paling pengertian. Gue janji kita bakal jalan rabu nanti" Cakka mengacak-acak rambut Agni sekilas sebelum berbalik menghilang dibalik pagar rumah Agni. Agni hanya menatap punggung Cakka dengan tatapan datar.

Sebenarnya Agni tidak rela membiarkan Cakka jalan dengan Shella, tapi disisi lain dia juga tau seorang Shella pasti menurunkan gengsinya untuk mengajak Cakka jalan. Cakka juga pasti tidak akan tega menolak ajakan Shella yang sudah bersusah payah menghampirinya lebih dulu. Lagipula Agni juga tidak enak karena kemarin Cakka lebih memilih pulang bersama dirinya daripada mengantar Shella pulang. Jadi, mau tidak mau, Agni harus mengalah kali ini. Sekali lagi Agni menghela nafas, kemudian berbalik masuk ke dalam rumah. Moodnya untuk jalan hilang dalam sekejap.

***


Rio dan Fika baru saja keluar dari toko buku. Mereka berdua berencana makan siang di salah satu restoran jepang yang ada di lantai dasar. Namun, langkah Fika tiba-tiba berhenti saat mereka berdua melewati tempat hiburan arcade.

"Lu mau main?" tanya Rio menyadari sejak tadi Fika hanya berdiri mematung di depan tempat hiburan arcade. Fika terkesiap, kemudian menggeleng pelan. Hatinya bimbang. Tempat itu penuh dengan kenangan dirinya dan Debo. Rio yang menyadari kebimbangan Fika, malah menarik tangan gadis itu untuk masuk.

"Tunggu disini, oke? Gue isi powercard dulu" Rio meminta Fika menunggu di salah satu bangku, kemudian berjalan menuju kasir. Sembari menunggu Rio, Fika menyapukan matanya ke sekitar, lalu berhenti pada claw machine yang ada di depannya. Tanpa sadar, Fika bangkit dan berjalan mendekat. Claw machine ini mengingatkan Fika pada Debo, mereka berdua sering memainkan permainan ini, tapi tidak pernah sekalipun mereka berhasil. Fika menghela nafas berat, tempat ini tidak baik untuk hatinya.

Saat akan berbalik duduk, matanya Fika tanpa sengaja menangkap bayangan gantungan kunci berbentuk boneka kelinci kecil berwarna pink di dalam claw machine.

"Lucunya" seru Fika tanpa sadar.

"Lu pingin itu?" Fika melirik Rio yang ternyata sudah berdiri di sebelahnya, juga menatap boneka kelinci itu dari balik kaca.

"Iya, tapi kayaknya susah deh, Yo. Gue gak pernah berhasil main capit boneka gini" Rio berpikir sejenak.

"Kita coba, kali aja rejeki" ucap Rio kemudian, sembari menggesekkan powercardnya ke mesin permainan.

Fika memperhatikan dengan seksama saat capitan mendekati boneka kelinci yang diinginkannya. Awalnya Rio berhasil mendapatkan boneka itu, namun saat akan mengarahkan capit kearah lubang yang berada di sudut mesin, bonekanya malah terlepas dari capit. Fika terlihat kecewa, sementara Rio semakin semangat untuk mengambil boneka itu. Rio kembali menggesek powercard ke mesin permainan. Namun percobaan kedua dan ketiga kembali gagal.

Berbagi Arah (TAMAT)Where stories live. Discover now