Bab 14

4K 430 62
                                    

Vano begitu bersemangat pagi ini. Berbalut kaos polos berwarna hitam dengan kemeja santai sebagai outer, Vano mulai melajukan mobilnya menuju kantor untuk menjemput Kirei.

Tiba di kantor, Kirei sudah menunggunya dengan menggendong ransel. Kirei sudah siap berpanas-panasan. Kepalanya terbungkus topi bucket serta jaketnya sengaja di lilitkan di pinggang rampingnya.

"Wih, gaya banget kamu." Ujar Vano saat melihat Kirei.

Kirei tersenyum lebar. "Kan mau jalan-jalan, Pak."

"Kerja!"

"Iya. Kan aku tugasnya dampingi Bapak. Ada orang perkebunan kan nanti yang nyambut tamu kita."

"Kamu cuma bawa baju ganti segitu? Biasanya wanita perlengkapannya banyak."

"Aku gak neko-neko, Pak. Natural saja sudah cantik tiada tanding, tiada banding. Apalagi kalau aku dandan. Dijamin, ajang miss-miss-an lewat." Kirei memuji dirinya sendiri.

"Iya lewat doang, karena gak sepadan sama kamu."

Kirei memajukan bibirnya.

"Ya sudah, buruan naik. Nanti kita terlambat."

Perjalanan panjang kali ini, terasa menyenangkan bagi Vano. Selama perjalanan, Vano mendapat hiburan dari Kirei yang bernyanyi tak henti. Vano begitu menikmati suara Kirei yang terasa merdu di telinganya. Beberapa kali Kirei menggoda Vano agar ikut bernyanyi dengan mendekatkan tangannya ke bibir Vano seolah-olah microphone.

"Kok, kamu bisa jadi teman duet Daffa?" Tanya Vano saat Kirei berhenti bernyanyi.

"Bang Daffa teman Aksa. Awalnya mereka ngejam bareng. Terus Aksa ajak aku. Ya udah, lanjut terus."

Vano mengangguk. "Kalian chemistry-nya dapet banget kalau lagi duet."

"Orang-orang juga bilang gitu, Pak."

"Kenapa gak pacaran sama dia?"

Kirei tersenyum geli. "Cemburu sama adik sendiri?"

"Ngaco kamu!"

"Ya, Bapak juga ngaco."

"Kok saya?"

"Aku anggap Bang Daffa itu kayak kakak aku sendiri. Beda lagi kalau sama Bapak."

"Beda gimana?"

"Ya, Bapak kan calon suami aku." Kirei tersenyum lebar.

"Kamu tuh, bisa gak sih, sehari aja berhenti menggoda?"

"Tergantung, Pak."

"Kok gitu?"

"Kan Bapak ganteng, masa aku anggurin."

"Ck.. Awas saja nanti kamu goda Pak Keenan lagi."

Kirei tertawa mendengar nama sang Daddy disebut. "Memang kenapa? Cemburu?"

"Jangan bikin malu perusahaan." Ketusnya.

"Ck.. Iya.. Iya.."

Kirei merasa sedikit kesal dengan ucapan Vano. Kalau bukan Daddy-nya, mana mau dia sembarangan menggoda lelaki. Dia menggoda Vano pun karena merasa nyaman saja dengan lelaki yang selalu mengajaknya berdebat itu.

Kirei yang tak berminat untuk berbincang kembali dengan Vano, Kirei lebih memilih tidur untuk meredam rasa kesalnya.

Mobil Vano mulai memasuki kawasan perkebunan milik keluarga. Tubuh mereka berguncang seiring dengan guncangan mobil yang melewati jalanan berbatu.

Kirei terbangun dan mengerjapkan matanya. Matanya semakin melebar saat melihat hijaunya pemandangan yang terbentang luas di sisi kirinya.

Kirei menurunkan kaca mobil. Dia menghirup udara yang segar yang mengisi setiap rongga paru-parunya.

BANG VANO (Complete)Where stories live. Discover now