Bab 41

5.2K 445 74
                                    

Daffa melempar guling pada Vano saat Vano merasa kaget atas apa yang di ucapkan Mami Tasya pada Daffa.

"Kalau masih suka gak usah gengsi. Nanti dia kabur, Bang. Jangan mengulang kesalahan aku."

"Maksud kamu apa? Aku gak mungkin khianati Dira." Kini Vano kembali dingin.

"Abang gak capek, lari dari kenyataan?" Sindir Daffa membuat Vano terdiam.

"Sudah lima tahun, Bang. Dia gak mungkin kembali. Dia juga gak bakalan bereinkarnasi. Jadi gak usah di tungguin." Daffa memainkan minuman miliknya. "Life must go on, right?"

Vano menghela nafasnya. "Abang cuma takut nyakitin Dira."

"Abang jangan bodoh. Di alam sana dia sibuk dengan dirinya dan segala amal perbuatannya. Gak ada waktu buat mikirin Abang."

Vano terdiam mencerna ucapan sang adik.

"Abang, kita semua maklum kalau dulu Abang meratapi nasib Abang. Tapi sekarang? Abang tolong juga lihat dari sisi kita yang dampingi Abang. Kita gak minta balas budi. Cukup lihat Abang move on, mau melanjutkan hidup saja, meminimalisir rasa khawatir kita. Terutama Mami."

"Abang kan sudah berubah pelan-pelan, Dek."

"Tapi tadi Abang bilang masih takut khianati Dira. Abang mau jadi Duda sampai tua? Yakin Abang gak ingin punya anak cucu ke depannya?"

"Kamu kenapa mojokin Abang gini sih?"

"Adek dari dulu pengen ngomong kayak gini ke Abang. Cuma baru sekarang dapat waktu yang tepat. Apalagi tadi begitu nyampe rumah, Mami langsung cerita soal Abang ketemu Kirei. Gimana Mami excitednya saat lihat Abang ngobrol dengan Kirei."

Keduanya hening.

"Dek, kenapa Kirei sekarang dipanggil Adelin?"

Daffa terkekeh. "Mau tahu aja atau mau tahu banget?"

"Ck... Tinggal jawab! Susah amat!"

"Haha.. Gak sabar banget sih. Adelin diambil dari nama tengahnya dia juga."

"Kenapa gak pakai nama Kirei saja?"

"Suka-suka dia lah. Kalau mau protes sama dia aja!"

"Abang kan cuma tanya, Dek."

"Abang.. Suka sama Kirei?"

Pertanyaan Daffa membuatnya terdiam sejenak.

"Abang cuma merasa bersalah saja. Dulu rasa bersalah Abang hilang, mungkin karena gak ketemu dia. Tapi pas tadi ketemu, semua rasa bersalah itu muncul lagi. Tapi Abang juga gak berani buat minta maaf. Ragu sih, masa awal pertemuan Abang bahas masalah yang dulu. Mending kalau dia juga ingat. Kalau dia sudah lupa? Abang malu-maluin diri sendiri."

"Satu-satu deh kita tata lagi hidup Abang seperti semula. Kalau aku hubungi Kirei biar Abang bisa minta maaf sama dia, bagaimana?"

"Abang gak yakin."

"Dari pada seumur hidup Abang dihantui rasa bersalah. Masa sama Dira, Abang ngerasa bersalah banget. Padahal jelas-jelas Abang gak ngelakuin kesalahan. Tapi sama Kirei, Abang terang-terangan nyakitin dia. Bukan cuma dia, bapaknya juga kena imbas Abang waktu itu."

BANG VANO (Complete)Where stories live. Discover now