41. Sakit yang Tak Dianggap

5.1K 290 5
                                    

Perlu Raja akui, jadwalnya selama seminggu penuh ini hampir semuanya berhubungan dengan Rachel. Bahkan jadwalnya di Minggu pagi yang biasanya tertidur pulas secara tiba-tiba berubah karena seorang Rachel.

Tidak benar-benar karena Rachel. Karena sebenarnya dirinya sendiri yang berinisiatif untuk hadir di rumah besar milik Oma Ajeng untuk ikut menemani Rachel juga Rungga yang akan pergi ke makam Rena.

Tidak ada yang memintanya hadir. Karena ia memang keinginannya sendiri.

"Udah?" Ia bertanya pelan kala Rachel sudah hadir dengan balutan kaos putih juga celana panjang berwarna hitam dan topi senada dengan pakaiannya itu.

Rachel mengangguk kemudian memilih kembali mengedarkan kedua matanya. "Kak Rungga mana?" tanyanya heran.

"Udah di bawah." Raja membalas. "Ayo," ajaknya kemudian.

"Duluan," pinta Rachel pelan namun pasti.

Meski sempat merasa aneh, pada akhirnya Raja mengangguk. Ia tahu dan masih ingat Rachel tidak bisa berjalan dengan seseorang yang berada di belakangnya. Tetapi kan niatnya tadi adalah berjalan berdampingan dengan Rachel, bukan di depan atau bahkan di belakang Rachel.

"Rachel mau duduk di depan atau di belakang sama Raja?" Rungga bertanya setelah membuka pintu belakang mobil mewah miliknya. Ia tidak akan memegang kemudi hari ini, lagipula ia memang memiliki sopir, jadi untuk apa menyetir sendiri?

"Belakang aja," balas Rachel yang kemudian melangkahkan kakinya mendekat pada Rungga.

"Pelan-pelan," perintah Rungga kala ia melompat masuk ke dalam mobil Rungga.

"Cari sarapan dulu ya?" Rungga kembali bertanya setelah ia duduk dengan nyaman. Bagi Rachel, makanan itu tidak ada pentingnya. Tetapi berhubung orang-orang yang berada di sekitarnya membutuhkan sarapan, maka ia mengangguk menyetujui.

Ia beralih pada Raja setelah Rungga menutup pintu mobil bagiannya itu. "Raja siang ke mana?"

Raja berdeham pelan, seolah berpikir sebelum menggeleng pasti. "Gak ke mana-mana. Kenapa?"

"Temenin jalan-jalan," kata Rachel dengan cengiran lebarnya. Ia kemudian beralih pada Rungga yang baru saja memasuki mobil itu. "Kak Rungga, nanti siang Rachel jalan-jalan sama Raja boleh gak?" tanyanya meminta persetujuan.

"Rajanya sibuk gak?" Rungga khawatir.

"Enggak kok," balas Raja cepat.

"Ya udah, jangan malem tapi pulangnya ya," pesan Rungga yang berhasil membawa senyuman lebar Rachel tercetak sempurna di wajahnya itu.

~~~~

Sejak kehadiran mereka di hamparan luas berwarna hijau terang itu, keadaan sunyi adalah hal biasa. Rungga masih menutup matanya, seolah sedang memanjatkan banyak doa pada Sang Kuasa di depan makam Ibundanya. Kalau Raja, ia sudah memilih untuk menjauh kala doanya sudah selesai sejak dua menit yang lalu. Hanya Rachel yang berbeda.

Kedua matanya masih membuka lebar, tetapi tatapannya tidak sekali pun teralih pada foto yang berada di batu nisan bertuliskan nama Alwina Renata. Ia tahu sosok itu. Sosok yang pernah hadir beberapa kali masuk ke dalam kamarnya. Ah, kenapa Rachel tidak sadar sejak saat itu? Padahal Tuhan sudah memberikannya kesempatan untuk bertemu Rena.

Perlahan tapi pasti, matanya mulai teralih bersamaan dengan bayangan yang hadir di belakang Rungga. Senyumnya perlahan terukir tipis. Raja jelas mengetahui dirinya bisa melihat segala sesuatu yang jarang bisa orang lain lihat. Tetapi Rungga? Tentunya cowok itu tidak mengetahuinya. Ah, lebih tepatnya belum.

Sinful (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang