27. Kesalahan

5.5K 283 0
                                    

Jemari lincah yang masih bergerak untuk menggulir setiap foto yang muncul di layar gawai itu perlahan membawa senyuman tipis. Matanya jelas menunjukkan sinar bahagia yang entah apa alasan pasti kehadirannya.

"Oma kapan balik dari Jerman, Ngga?"

Suara Sadewa yang seketika memenuhi telinganya tidak juga membuat Rungga beralih dari gawai yang berada di genggamannya.

Ia berdeham pelan. "Besok malem udah di sini," balasnya cepat.

Malam ini, restoran dengan penilaian yang selalu memuaskan milik Rungga juga Sadewa sengaja diliburkan. Bukan tanpa alasan, karena jelas yang ingin Rungga lakukan malam ini adalah bersantai sebelum kehadiran Oma di esok hari dan kembali membuat otaknya serasa ingin pecah saat itu juga. Untungnya, Sadewa yang sudah menjadi sahabatnya sejak lahir itu menerima saja setiap usulan juga keputusannya.

"Rachel masih di tempat lo, Dew?" Rungga bertanya pelan.

"Masih," balas Sadewa setelah menyesap kopi panas hasil buatan asisten rumah tangga di tempat Rungga tinggal itu. Ia berdeham pelan kemudian memilih untuk menyelonjorkan tubuhnya di atas kursi santai taman belakang rumah Rungga. "Gue bingung banget. Masa keluarganya gak ada yang nyari dia ya?" keluhnya pelan.

Rungga terkekeh. "Lo keganggu?"

"Ya, enggak...," jawab Sadewa pelan. "Maksud gue, kayak aneh banget. Masa satu keluarga gak ada yang peduli dia di mana?" lanjutnya.

Kali ini, Rungga mengangguk setuju. "Gue cabut sehari dari rumah aja udah di spam chat sama Oma," kekehnya yang mengingat kejadian hidupnya dulu kala.

"Makanya...," Sadewa bersuara. "Kakaknya juga ternyata sekolah di Angkasa juga. Bisa-bisanya dia biasa aja, adiknya tinggal di tempat lain."

"Masalah keluarga, Dew. Susah," susul Rungga. "Erika yang udah jelas deket aja juga selalu ngeluh gak tau apa-apa tentang Rachel 'kan?"

Sadewa mengangguk mengiyakan. Ucapan Rungga memang benar. Tidak semua masalah keluarga seseorang bisa dimengerti, atau bahkan diizinkan untuk dimengerti.

Kala sunyi kembali melanda, ibu jari Rungga perlahan memelan. Sinar matanya seketika berubah, begitu juga senyum tipisnya yang hampir selalu hadir saat jemarinya bermain dengan gawainya itu.

Untuk beberapa kali, matanya ia kedipkan, berusaha untuk melihat dengan seksama tentang hal yang baru saja ia temukan di dalam gawainya itu.

Semakin dilihat, semakin juga keyakinannya merasa terganggu.

"Apaan sih?" Sadewa penasaran.

Tetapi seakan tidak mendengar ucapan Sadewa, yang Rungga lakukan selanjutnya adalah berlari cepat memasuki bangunan rumahnya. Sebuah gerakan yang berhasil membawa Sadewa ikut panik seketika dan memilih ikut berlari mengejarnya.

"Ngapain sih!? Ngeliat setan lo!?" Sadewa bersuara panik.

Langkah Rungga yang besar itu membawa Sadewa menuju ruangan yang jarang ia masuki. Ruangan yang sudah lama tertutup rapat dan pada akhirnya kembali terbuka karena ulah tiba-tiba Rungga.

"Ngapain, Ngga?" Ia bertanya kala matanya menemukan Rungga sudah lebih dulu membuka berbagai laci pada ruangan bernuansa remang itu.

Rungga tidak banyak bersuara, tetapi mata juga tangannya terus bergerak seolah sedang mencari sesuatu yang tidak kunjung Sadewa mengerti.

Perhatian Sadewa perlahan terpaku. Matanya menatap pasti pada sebuah buku kecil yang baru saja Rungga keluarkan dari sebuah kotak berwarna cokelat tua di dalam laci ruangan itu.

Dengan cekatan, Rungga membuka setiap halaman di sana, melihatnya secara seksama sebelum berhenti pada satu halaman. Jantungnya seketika berdetak memelan bersamaan dengan napasnya yang seketika merasakan oksigen hilang begitu saja.

Sinful (Tamat)Where stories live. Discover now