29. Tangisan Rachel

7.4K 370 0
                                    

Putaran jarum jam yang seakan lama sekali itu membuat Erika mendesah pelan di tempatnya. Matanya bergerak gelisah, menatap bergantian pada gawainya yang belum kunjung memberikan sebuah tanda juga menatap pada jam yang semakin terasa menusuk kepanikannya.

Tangannya bergerak pasti menguliti kulit bibirnya. Paniknya sudah bukan main.

Ia melirik pada Anta yang sama tidak tenangnya. Kedua kaki cowok itu terus bergerak dengan tempo cepat dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Bahkan tidak jarang Erika mendengar sebuah helaan napas pelan keluar dari bibir seorang Anta.

Raja sudah tidak ada. Entah ke mana cowok itu pergi, tetapi Erika harap Raja bisa bergerak barang sedikit saja. Masalah ini ada bukan karena semata-mata kesalahannya saja. Karena alasan utamanya masalah kali ini jelas ulah seorang Raja yang kembali menyulut emosi lawan. Erika tahu itu.

Di sampingnya, Fani masih setia menemaninya. Sejak tiga jam lalu kedatangan Fani di sana, wanita itu sama sekali tidak berniat meninggalkannya barang sedetik saja. Bahkan kemeja formal Fani masih membalut sempurna tubuh wanita itu.

Kalau Abas, sudah jelas pria itu menghilang tepat ketika mendengar cerita seorang Anta. Tidak mungkin juga Abas berdiam diri di saat ia tahu keadaan kali ini cukup membuat tegang rumahnya.

Fani beralih kala gawainya itu bergetar pasti dengan nama Abas yang tertera di sana. Meski wajahnya terlihat santai, percayalah, dalam dirinya juga merasakan kepanikkan yang tidak bisa ia perlihatkan di hadapan Erika.

"Iya, Pa?"

"Coba bantu telfon Gilang. Minta dia buat turun tangan."

Perintah yang seakan menyuruhnya bergerak saat itu juga membuatnya menghela napas pelan. Kalau Abas saja tidak bisa menanganinya, ia tidak perlu menjelaskan keadaan lagi bukan?

Ia meneguk salivanya. "Iya," lanjutnya pelan.

"Ketemu?"

Binar penasaran yang terpancar jelas di kedua mata Erika membuat Fani kembalin menghembuskan napasnya pelan. Ia mengelus pelan helaian rambut Erika sebelum tersenyum tipis. "Sebentar ya," pamitnya yang kemudian memilih meninggalkan Erika juga Anta di ruang keluarga rumahnya itu.

~~~~

Kepalan pada setir mobil yang seakan menjadi buah hasil emosinya jelas membuat Raja kembali menggeram kesal. Otaknya terasa penuh akan cacian Erika juga Anta malam ini. Tetapi di saat yang sama, hatinya tidak tenang mengingat kejadian malam ini yang belum kunjung terselesaikan itu.

Bukan Rachel yang seharusnya berada di tangan Aldrich. Cewek yang tidak tahu apa-apa tidak seharusnya berada di sana. Aldrich salah sasaran. Kesalahan yang entah mengapa lebih membuat hatinya tidak tenang.

Seharusnya Karina—cewek itu yang seharusnya menjadi sasaran Aldrich.

Ia tidak juga bersyukur karena Aldrich salah sasaran. Karena nyatanya, otak juga hatinya tetap tidak bisa bekerja dengan tenang bukan?

Meskipun ia yakin Rachel jauh bisa diandalkan, tetapi jangan salahkan dirinya yang tetap tidak bisa berpikir jernih barang sedetik saja.

*Drrtt*

Gawainya yang kembali menyala itu membuat perhatiannya teralih sementara. Ia mengambil benda itu pasti, sebelum meneguk salivanya pelan.

Karina
Tadi ada yang telfon aku,
nanya status kita tapi gak mau ngasih nama.
Dila bilang, itu Aldrich?

Sinful (Tamat)Where stories live. Discover now