"Van, hosh, hosh. Itu, si Vano," ucap Cakra terbata-bata.

Alis Vani terangkat tinggi, "Vano kenapa?" tanya Vani santai.

"Vano berantem sama anak sebelah," ujar Galih yang menyelesaikan kalimatnya Cakra.

"Apa hubunganya sama gue? Mereka berantem bukan karena gue kan? Ya udah gue nggak mau ikut-ikut."

"Ada."

"Ada."

Ucap Cakra dan Galih bersamaan. Sampai membuat Vani terkejut. Vani semakin bingung, pasalnya dia merasa tak pernah mengurusi utusannya Vano. Mereka memang berteman, tapi Vani tak pernah mau mengurusi segala hal tentang Vano. Tapi apa kali ini? Namanya dibawa-bawa dalam perkelahian antara Vano entah dengan siapa.

"Pokoknya gue nggak mau ikut-ikut."

"Ck, ayolah. Lo nggak perlu ikut berantem, suruh Vano diem aja. Kasian tuh Leon, hampir mati ditangan Vano," ujar Cakra.

"Emang gue apanya Vano, sampai gue harus lerai Vano. Vano juga nggak bakal diem kalau gue yang lerai. Dah sana balik kalian." Vani masih mengotot tak mau mengurusi hal-hal sepele.

"Vano bakal diem kalau lo yang lerai. Vano bakal nurut kalau lo yang nyuruh. Ayolah Van," kata Galih mendesk Vani. Vani masih diam saja.

"Ck, kelamaan," setelah berujar demikian Galih segera menarik pergelangan tangannya Vani. Menarik Vani sampai dikoridor kelas sebelas.

Dari kejauhan Vani bisa melihat para siswa yang sudah menggerubung. Sampai Vani tak bisa melihat keberadaanya Vano. Galih masih memegang tangannya, masuk ke dalam area perkelahian. Seketika kedua bola mata Vani membola, saat melihat kondisi Vano dan Leon.

Memang tak terlalu parah. Tapi cukup nyeri saat luka itu semakin bertambah. Vano hanya terluka dibagian sudut bibirnya. Sedangkan Leon terluka ditiga bagian. Disudut bibir, hidung dan juga pelipisnya. Vani berjalan cepat ke arah Vano. Berdiri didepan Vano dengan tangan terlipat didepan dada. Saat ini Vano sedang mengunci kedua tangan Leon, dengan memegang kedua tangannya dibelakang punggung.

"Vano berhenti!" seru Vani.

Seketika Vano menghadap ke arah Vani. Terkejut saat melihat raut marahnya Vani.

"Dia yang mulai duluan, Van. Gue nggak salah kok," balas Vano kemudian memegang tangan Leon dengan sangat erat.

"Emang apa masalahnya? Cepet berhenti dan selesaian," balas Vani sabar.

Vano masih memegang kedua tangannya Leon, melirik ke arah Vani. Kemudian bercerita, "Dia tadi ngatain lo yang enggak-enggak. Dia ngatain lo cewek murahan. Gue sebagai teman lo nggak terima dong, temen gue dijelek-jelekin gitu."

Vani mengehla napasnya dengan perlahan. Menutup kedua matanya dengan perlahan, kemudian dia buka lagi.

"Vano, lepasin dia!" titah Vani. Leon yang merasa jika Vani akan menyelamatkannya, mereka sedikit tenang. Leon pikir, dia tak jadi mati ditangan Vano.

"Tapi, dia udah-"

"Lepasin!" titah Vani lagi. Dengan perlahan Vano melepas cekalan ditangannya Leon.

I Love You My Pawang [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang