part 42 'sorry and hug'

Start from the beginning
                                        

 
***

Sepekan sudah Veranda menghindari Kinal, selama itu pula Veranda mengalami perang batin. Sedikit bayak ia melamun.

Suara pintu terbuka, dan memunculkan seorang wanita cantik pemilik tempat yang saat ini menjadi pelarian diri Veranda. Ia datang dengan dengan Denzel yang ia bawa jalan-jalan.

"Mau sampai kapan Ve ? Kamu mau stuck terus menerus ? Kasian Denzel, dia kangen sama Kinal" ujar Vania, salah satu teman dekat Veranda semasa SMA dulu. Gadis itu baru menetap di Jakarta selama tiga bulan, sebelumnya ia tinggal di Australia karena pekerjaan.

Ve turun beranjak dari sofa yang ia tenpati sedari pagi. Ia mengambil gelas dan menuangkan air putih lalu meneguknya perlahan.

"Aku gak tau Van, aku-

"Belum siap ?" Potong Vania, ia mengikuti Ve dan berdiri di hadapanya. "Saran aku, kamu siapkan diri kamu untuk menyelesaikan semuanya Ve"

"Gak segampang itu Vania"

"I know, tapi dengan kamu menghindar terus. Kamu sama aja pengecut Ve, i'm sorry, I said it"

Ve diam, pikiranya berkecamuk.

"Jika kita melihat dari kesalahan, kalian berdua yang salah. Begitupun dari sudut kebenaran, kalian berdua juga benar" Vania mengusap punggung Ve.

"Kamu paham kan ?"

Ve mengangguk dalam diam nya.

"Lagipula kalian itu suami-istri, dimana letak kesalahanya ? Jika ada, kesalahan itu ada di diri kamu"

Sontak Ve menatap Vania dengn tatapan
Tak percaya. "Aku ?"

Vania mengangguk polos, "tanyakan pada diri kamu sendiri Ve"

Lalu Vania melenggang pergi, menuju kamarnya.

Ve memikirkan ucapan Vania, Ia masuk ke kamar dan mengambil ponselnya. Ia membuka room chat Kinal, dan melihat balasan Kinal seminggu lalu yang menuruti permintaannya untuk tidak mencarinya. Ve memandangi room chat nya itu.

Dihatinya ada rasa bersalah pada Kinal, karena ia melimpahkan kejadian ini sebelah pihak. Namun apa daya saat itu ia benar-benar tak bisa berpikir jernih.

"Bunda, kapan kita pulang ? Zel mau ketemu Daddy" Ve tersadar dari lamunan nya. Ia mengulurkan tangan memangku Denzel.

"Nanti kita pasti pulang kok, nah sekarang Denzel bobo siang dulu ya. Kan nanti sore kita mau ke playground"

Sengaja Ve mengalihkan topik pembicaraan dan Bocah tampan itu hanya mengangguk, lalu Ve merebahkan Denzel beserta dirinya untuk mengeloni Denzel.

***

Denzel berteriak kesenangan menikmati permainan dia area playground, sudah satu jam setengah ia berlari kesana kemari berbaur dengan anak-anak lainya.

Sementara Ve menunggu di tempat duduk mengobrol asik dengan Vania, ia tak menyadari jika Denzel tak berada lagi di tempat bermain.

bocah itu keluar dari arena bermain, ia berlari mengejar bola kecil yang di lempar temannya. Saat berhasil mengambil bola plastik itu mata Denzel melihat pria yang sedang menelpon. Tanpa pikir panjang Denzel mengikutinya.

Veranda panik menyadari Denzel tidak ada di area bermain. Ia susah mencarinya di sekitar area dan tak ia temukan Denzel, sementara Vania mendatangi tempat informasi.

Ve semakin kalang kabut, ia memaki dirinya yang teledor.

"Ve lebih baik kita tunggu di ruang informasi ya, jangan panik Denzel pasti ketemu"

"Kalau iya, gimana kalau Denzel di culik ? Aku gak bisa cuma diem tanpa usaha" Veranda berlalu kepalanya menengok kesana kemari. Membuat Vania akhirnya mengikuti Veranda.

BRUGHH...

Denzel terjatuh saat berlari mengikuti pria dewasa yang berjalan kearah lift.

"Daddy !!"

Kinal mengurungkan langkahnya saat akan memasuki lift, ia menoleh keasal suara. Dan menemukan Denzel yang terduduk akibat jatuh, dengan segera Kinal membalik arah menghampiri Denzel dengan cepat.

"Sayang kamu ada disini ?" Ujar Kinal seraya mengangkat Denzel dalam gendonganya

"Zel, kangen Daddy"

"Iya, Daddy juga sama" balas Kinal sambil mengelus punggung Denzel, bocah itu mengeratkan pelukanya.

Ve menangis karena tak berhasil menemukan Denzel, kini ia sudah berada di ruang informasi dengn Vania yang mencoba menemangkanya.

"Bunda"

Veranda langsung menoleh lega, melihat Denzel menatapnya dan masih berada dalam gendongan Kinal.

Ve mengambil Denzel dari Kinal, memeluk erat dan menciuminya.

"Tadi Denzel melihat ku dan dia mengikutiku. Aku kaget saat ia memanggilku, aku gak tau kalau kalian berada disini juga" ujar Kinal mejelaskan, tapi tak ada tanggapan dari Veranda.

.
.

Kini Ve berada dalam mobil Kinal, dengan Denzel yang sudah tertidur di pangkuan Veranda. Suasana hening masih setia menyertai mereka. Tak ada yang membuka obrolan, saat makan malam bersama pun tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir Veranda.

Sampai dirumah pun Ve masih tetap diam, ia menidurkan Denzel di kamarnya. Dan kinal hanya menghela nafas melihat perlakuan Ve, ia menuju kamarnya untuk membersihkan diri.

Saat Kinal selesai mandi dan berpakaian tidur, ia mendapati Ve yang baru saja memasuki kamar. Veranda tak menghiraukan Kinal, ia hanya mengambil pakaian tidur dan berniat ke kamar Denzel.

"Ve, kita harus bicara" cegah Kinal spontan.

"Besok saja"

"Engga Ve, sudah cukup waktu untuk menunda"

Veranda berusaha melepaskan genggaman Kinal, sungguh Ve masih belum siap.

Kinal kini berada di hadapanya, menatap lamat dirinya yang hanya mampu menundukan kepala.

"Tolong jangan menghindar lagi, aku minta maaf. Semua salahku, kalau saja aku menahan diriku. Malam itu tidak akan terjadi. Maafkan aku Ve, aku janji tidak akan terulang lagi kejadian seperti itu"

Ve menggelengkan kepala. Tidak, aku juga salah, aku salah karena menyalahkanmu.

Kinal yang melihat gelengan Veranda, mengartikan jika Ve tak mau memaafkanya.

"Kamu boleh pukul aku atau apapun yang mau kamu lakukan, tapi tolong jangan hindari dan acuhkan aku" Kinal menjatuhkan dirinya, untuk berlutut di hadapan Ve.

"Aku benar-benar minta maaf Veranda, kamu boleh menghu-

"Apa yang kamu lakukan" Veranda tak percaya jika Kinal mau merendahkan dirinya seperti ini.

"Bangun, jangan seperti ini Kinal"

"Tolong maafkan aku Ve"

Veranda membungkuk, mengambil tangan Kinal yang menyatu di depan dada. Membuat Kinal berdiri.

"Maaf, kamu ga salah Kinal. Aku yang salah"

Ve membungkam mulut Kinal dengan jari telunjuk di bibir Kinal.

"Aku salah karena sudah menyalahkan kamu Kinal, dan menghindari kamu, aku malu untuk menemui kamu. Benar kata Vania, kita tidak salah mungkin keadaan atau-

"Sstttt" Kinal menggelengkan kepala, mengisyarakan Ve untuk tidak berkata lagi. Entah siapa yang mulai, keduanya berpelukan. Pelukan hangat sebagai perantara antar keduanya, membiarkan perasaan mereka tersampaikan lewat pelukan. Tanpa harus ada kata

Tbc...

Yang minta greshan sudah aku buatin ya, tapi jangan berharap banyak karena mereka sebagai piguran doang wkwk..

Levirate (END) Where stories live. Discover now