part 33 'lets play the drama'

2.5K 259 67
                                    

Di dalam ada satu orang suster dan Dokter lelaki yang berusia setengah abad sedang memeriksa keadaan Neni. Beberapa menit lalu, setelah berhasil menguasai keadaan dan diri sendiri, Rifat dengan segera memanggil Dokter untuk memeriksa keadaan istrinya. Sementara Rifat dengan anak dan menantunya menunggu di luar.

Sedari tadi Veranda tak hentinya menatap Kinal yang berdiri menghadap jendela, melihat keadaan luar dengan pandangan kosong.

Sesak ? Sakit ? Rasanya tak perlu untuk di pertanyakan lagi, siapapun yang merasakanya pasti dapat merasakanya.

Saat dokter keluar, Rifat dan Bella langsung menghampiri untuk bertanya. Sementara Kinal terus terdiam di tempatnya.

"Untuk lebih rincinya, biar kita bahas di ruangan saya. Mari" ujar Dokter seraya melangkah di iikuti suster.

"Nal" panggil Rifat.

Kinal menoleh lalu mengangguk, ia berjalan di belakang Rifat untuk ikut ke ruangan dokter.

.
.

"Apa sebelumnya istri anda pernah mengalami shock berat hingga sampai depresi ?" tanya Dokter seraya melihat rekam medis di tanganya. Rifat dan Kinal duduk di seorang meja dokter.

"Iya, 6 bulan lalu. Anak pertama kami meninggal, dan istri saya amat sangat terpukul, dan masih tak terima atas kematianya."

Dokter pria itu pun mengangguk-anggukan  kepalanya. "Ditambah benturan di kepalanya, istri anda mengalami trauma berat yang berakibat pada mental dan psikisnya. Sehingga ia menciptakan ilusi sendiri pada otaknya, ya seperti yang anda bilang tadi"

"Lalu kami harus bagaimana dok ?" tanya Rifat yang memijat pelipisnya.

"Dengan terapi oleh psikolog, tetapi itu tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat ini karena kondisi mentalnya yang rawan"

"Anda dan yang lainya harus menjaga kondisi mental dan psikis ibu Neni untuk tetap terjaga, dan sementara kita fokuskan penyembuhan pada kakinya dan pemulihan kondisi beliau"

Rifat mengangguk, lalu ia menghirup udara sebanyak mungkin untuk mengisi rongga dadanya yang terasa sesak. Lalu ia melirik pada Kinal yang tetap terdiam, Rifat menatap prihatin pada Kinal yang setia dengan diamnya. "Baiklah terimakasih dokter, kami pamit pergi" ujar nya.

***

"Mama mau minum"

Kinal menyimpan sendok yang ia pegang, lalu mengambil gelas yang susah terisi air putih dan memberikan nya pada Neni. Setelah beberapa tegukan, Kinal menyimpannya lalu melanjutkan suapannya yang diterima Neni dengan senang hati. Di hari ke kelima ini keadaan Neni cukup baik, ya.. Saat ini Kinal sedang menyuapi mamanya makan makan siang.

"Berapa lama kamu tidak memotong rambut ? Sesibuk itukah bekerja sampai tidak sempat untuk memangkas rambut ?" ujar Neni, yang sedari tadi memperhatikan Kinal.

"Kenapa ? Mama tidak suka aku berambut gondrong seperti ini ? Apa aku terlihat jelek ?" goda Kinal.

"Tidak, kamu tetap tampan. Tapi mama lebih suka kamu seperti dulu, lebih terlihat rapi dengan rambut pendek tertata"

Kinal tersenyum, lalu memegang tangan Neni dengan lembut. "Baiklah kalau itu yang mama mau, Deva akan turuti. Nah sekarang mama harus habiskan dulu makan siang mama" ujar Kinal sambil mengarahkan sendok pada mulut ibunya.

Sudah dua hari ini Kinal berperan ganda menjadi Deva, demi kesembuhan mamanya Kinal rela. Walau ia harus menjadi orang lain sekalipun. Meski terasa sakit, tapi Kinal mengabaikan rasa sakit itu.  Entah Kinal harus bersyukur atau bersedih, semenjak Neni menganggap dirinya adalah Deva. Kinal mendapatkan semua yang di inginkannya selama ini. Perhatian, kasih sayang, dan perlakuan lembut seperti saat ini. Tak di pungkirinya hal itu sedikitnya mampu membuat hatinya bahagia, ia bisa begitu dekat dengan sang mama. Tak ada lagi penolakan, dan tatapan dingin seperti yang selama ini ia dapatkan. Tak apa, Kinal sadar semua ini hanyalah semu belaka yang  cepat atau lambat akan hilang. Dan ia akan kembali menjadi Kinal yang tak di inginkan, tapi Kinal mengambil risiko itu. Ia bahkan mempersiapkan hatinya untuk kenyataan yang akan mungkin lebih pahit dan menyakitkan. Dan jika waktu itu tiba, Kinal akan ingat Setidaknya ia pernah merasakan kasih sayang mamanya.

Levirate (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang