3. Tragedi Tujuh (Puluh) Juta

128K 14.1K 394
                                    

Alea pulang hampir pukul sepuluh malam. Dia menyempatkan diri ke gym yang terletak di gedung sebelah kantornya. Prinsip Alea, mau lembur, badai, apapun yang terjadi, dia harus ke gym sesuai jadwal.  Eits! Jangan dikira Alea di gym sendirian.

Malam-malam begini,  gym malah sedang ramai. Budak-budak korporat sering datang pada jam-jam itu untuk berolahraga setelah seharian bekerja. Agar balance antara uang dan kesehatan katanya. Lagipula Alea ke gym bersama Vera.

Memasuki ruang tamu, Alea mendapati ruangan lengang. Sudah pukul sepuluh malam tapi lampu belum dimatikan. Pasti Lily ketiduran lagi.

Alea naik ke lantai dua setelah mematikan lampu dan mengunci pintu. Ia ingin segera merebahkan diri di kasur. Namun, suara raungan dari kamar Lily membuatnya bergegas menghampiri.

Pintu kamar Lily yang tidak terkunci membuat Alea dapat membukanya dengan mudah. Tampak Lily sedang bergulingan di kasur sambil meraung. Ia berhenti sejenak, lalu menendang-nendangkan kakinya di udara.

"Lily!" panggil Alea, namun tidak digubris.

Alea mengambil bantal dan memukulkannya ke tubuh Lily.

"Li lo kenapa? Kesurupan?"

"Argghhh!"

Lily duduk dan menendang-nendangkan kakinya lagi. Dia melepas earphone sebelum menatap sinis sang kakak.

"Gara-gara lo!"

Bantal di tangan Alea Lily rebut. Sekarang Lily yang memukul-mukul tubub Alea dengan bantal. Tak mau kalah, Alea mengambil guling dan memukul balik.

Mereka saling memukul di atas kasur berkali-kali. Alea sampai lupa bahwa dia ingin segera berbaring di kasurnya sendiri. Alea dan Lily baru berhenti ketika mereka sama-sama lelah.

"Lo kenapa, sih?! Habis main di pohon mana? Ketempelan?" kesal Alea.

"Enak aja! Ini semua gara-gara lo!"

"Nggak ada ya, nyalah-nyalahin gue gitu. Gue aja nggak tahu apa-apa. Lo kalau cerita pelan-pelan. Yang jelas!"

Lily mengatur napas, mencoba menyusun kalimat yang bisa dipahami kakaknya.

"Kelompok gue maju PKM provinsi, tapi kehambat sama dana. Pendanaan dari kampus sengaja disusah-susahin sama rektor. Gue sebagai ketua kelompok harus ngusahain biar pendanaan cepat cair," jelas Lily padat dan cepat.

"Kenapa nggak minta tolong sama dosen pembimbing, dodol!" Alea menoyor kening Lily pelan. "Dulu gue ada masalah pendanaan pas lomba essay terus ngomong sama dospem langsung lancar, tuh."

Dada Lily naik turun karena menahan kesal. Sebisa mungkin dia mencoba untuk tidak menjambak Alea.

"Dosen pembimbing gue itu Pak Btara, orang yang lo tampar kemarin Minggu. Lo pikir gue nggak malu? Gue udah nggak ada muka buat ngomong sama dia lagi! Dasar!"

Lily mememukul lengan Alea yang terbalut blazer hitam.

"Li! Udah!"

Tangan Alea bekerja keras untuk menghentikan pukulan Lily.

"Maaf, Li. Tapi lo ngerti, kan, gue mukul dia karena reflek. Perempuan mana yang nggak kaget lihat ada cowok asing di dapurnya pagi-pagi."

"Mau reflek atau nggak, tetep aja lo itu udah bikin gue malu. Gue beneran nggak bisa minta tolong ke dia."

"Kalau dia dospem lo, masa dia nggak inisiatif bantu? Harusnya dia dong yang nanya lo butuh pertolongan atau nggak."

"Kak, lo ngomong kayak nggak tahu dosen aja. Dia tuh sibuk dan kelompok yang maju ke provinsi nggak cuma kelompok gue. Mana bisa gue ngarepin dia tiba-tiba nanya."

Accidentally SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang