10. Dua Pilihan

2.2K 243 2
                                    

Maaf ya waktu itu janji mau Up tapi malah gak jadi. Sekarang udah aku penuhi ya janji buat up nya.

PLAGIAT HARAP MENJAUH KARENA TUHAN MAHA MELIHAT.




Sasya

Pagi ini terasa berbeda. Entah mengapa, rasanya gue ingin senyum terus. Mungkin efek komentar Mba Rania semalam di Instagram. Semua senior yang gue kenal-pasti gue sapa dengan begitu ramah. Bahkan satpam dan cleaning service pun juga gue beri senyuman yang mungkin menurut mereka sesuatu yang sangat langka.

Sampai di ruangan, Pak Romeo, Pak Syamsul, Mba Nana, Mba Safa, Mba Rena, Mba Ina, sampai Mak Lampir alias Bu Riri sudah berkumpul di meja yang biasanya digunakan untuk meeting divisi. Gue sedikit mengernyitkan dahi. Gimana nggak mengernyit coba? Gue baru buka pintu ruangan aja, mereka udah langsung menatap gue seolah kedatangan gue memang sudah dinantikan.

Gue berjalan menghampiri mereka dengan jantung yang berdegup kencang dan doa yang terus gue panjatkan di dalam hati. Apa gue melakukan kesalahan input lagi? Apa kali ini memang sedang ada project yang urgent? Untuk yang kedua-seingat gue nggak ada.

"Pagi semua. Mm-tumben udah pada kumpul? Ada apa ya?" tanya gue sambil menjabat tangan mereka satu persatu.

"Sya-yang kemarin itu beneran?" tanya Pak Romeo dengan menatap gue serius. Gue yang ditatap demikian pun semakin mengernyitkan dahi.

'Beneran apanya? Beneran progresnya segitu maksudnya? Apa beneran proyek PLN Sumatera udah putih semua? Lah kalau memang itu, gue bisa jamin seribu persen. Baru hari jumat gue ngecek material ke lapangan. Jadi progresnya nggak mungkin salah dong'. Ucap gue dalam hati.

"Bener dong pak. Kan Jumat saya terjun langsung ke lapangan". Baru kali ini rasanya gue bisa menjawab pertanyaan tentang proyek dengan tegas dan penuh keyakinan.

"Bukan itu sya. Itu mah saya tahu. Orang lapangan juga sudah lapor. Maksud Pak Romeo itu tentang yang di Intagram kamu itu loh". Kali ini Pak Syamsul yang berbicara.

Otak gue langsung memutar ulang kejadian yang di Instagram kemarin. Tapi kalau masalah itu, kenapa Mak Lampir harus ikut-ikutan juga?

"Oh yang itu hehe. Itu mah saya iseng aja. Kan Pak Meo tahu sendiri kalau saya sering mengalami kegagalan dalam hal gebet-menggebet. Akhirnya saya kan jadi frustasi pak. Yaudah deh saya deketin aja tuh bapak RT di rumah saya yang baru. Lumayan ganteng juga sih orangnya". Gue menyengir sambil menggaruk leher yang sebenarnya nggak gatel.

"Ya ampun sya. Saya tahu kamu pusing karena banyak masalah. Kisah percintaan kamu juga nggak mulus. Tapi nggak dengan kamu mengincar bapak-bapak juga dong. Kamu mau jadi pelakor?"

Gue merasa speechless mendengar petuah si mak Lampir alias Bu Riri. 'Ah iya gue ingat. si ibu lampir itu kan nggak punya Instagram. Pasti dia di sini juga cuma ikut-ikutan aja. Pantes deh kalau dia ngira yang macam-macam'.

"Bu Riri kayaknya salah paham. Bapak yang dimaksud Sasya itu bukan bapak-bapak beristri dan beranak. Dia masih belum nikah kok. Hanya memang jarak usianya dengan Sasya lumayan jauh". Bela Mba Rena dengan suara yang tenang.

"Ya tapi kan tetap saja jatuhnya om-om kalau dengan Sasya".

Gue menghembuskan napas dengan keras-pertanda lelah-lalu menatap mereka satu persatu. Dari ekspresi yang gue tangkap, sepertinya baik Pak Meo maupun yang lainnya memang sudah paham dengan tabiat si Bu Riri yang sukanya nyinyir. Kalau dalam hal pekerjaan gue akan maklum. Tapi kalau masalah pribadi? Kenapa dia tetap nyiyir juga? Gue rasa sepertinya Mak Lampir ini adalah antek-antek si Adara.

Setulus Cinta Pak RTWhere stories live. Discover now