9. Demi Jodoh

2.6K 268 2
                                    

Beno

Sudah satu minggu lebih sejak Sekar mengirimiku pesan untuk pertama kalinya. Jujur saja aku tidak nyaman sebenarnya. Namun ketika aku mengutarakannya pada Sekar, ia berkata kalau ia juga sebenarnya juga canggung harus bertukar pesan dengan seseorang yang belum dikenalnya. Semua ini dilakukannya untuk menghormati Bude Ira yang sudah dianggapnya seperti ibu kandung. Pada intinya, kami sama-sama tidak ingin mengecewakan Bude-ku itu.

Saat ini aku sedang memanaskan mobil hasil pinjaman dari adik iparku-Akbar. Rencananya hari ini aku akan membeli beberapa peralatan tulis di toko buku yang berada di salah satu pusat perbelanjaan yang jaraknya cukup jauh dengan rumahku. Aku juga sengaja tidak menggunakan motor matic kesayanganku itu karena setelahnya aku akan keluar kota untuk mengisi weekend dengan berjalan-jalan sejenak.

Setelah beberapa lama, akhirnya mobil sudah siap dipakai. Aku kembali masuk ke dalam rumah untuk berganti pakaian dan mungkin mengecek kompor juga saluran listrik. Setelah semua telah dipastikan aman, aku segera mengunci pintu kamar dan keluar menuju teras.

Aku hampir saja terkena serangan jantung saat melihat seorang perempuan dengan gaya pakaian casual sedang berjongkok di bawah mobil yang akan ku gunakan. Aku memicingkan mata untuk mengingat-ngingat sosoknya itu. Jika dilihat dari belakang sepertinya itu Sasya. Hanya saja sepertinya ada yang aneh dengan dirinya. Sejak kapan ia mengkriting rambutnya. Seingatku-kalau tidak salah namanya curly.

"Kamu ngapain di situ?" tanyaku ikut berjongkok di sebelahnya.

Ia menengok ke arahku. Wajahnya terlihat sangat terkejut. Bahkan sampai memerah. Aku mengernyitkan dahi melihatnya. Kenapa anak ini melihatku seperti sedang melihat hantu?

"Saya lagi ngambil kunciran saya pak. Tadi terjatuh ke kolong mobil bapak". Ia kemudian menundukkan pandangan. Wajahnya seketika merona. Aku rasa si centil itu sedang tersipu malu.

"Kamu nggak ada cadangan lagi? Lagian-kenapa harus diikat? Nanti keritingannya jadi rusak". Aku memperhatikan rambutnya memang sudah sangat tertata itu. Ia kemudian mendongak kembali dan menatapku dengan tidak percaya. Matanya membesar dengan senyuman disertai lesung pipi yang langsung tersemat begitu saja.

"Berarti secara nggak langsung bapak bilang kalau saya sudah cantik begitu? Iya kan?" Ia bertanya dengan menampilkan wajah yang sangat sumringah. Aku menggeleng-gelengkan kepala melihat ekspresinya yang cepat sekali berubah.

"Kamu ini ada-ada aja. Sudah cepat bangun. Lagian kamu itu mau ngapain ke rumah saya udah pakai pakaian rapi begini?" Ia sekarang malah mencebikkan bibirnya mendengar ucapanku.

"Saya itu mau ngajak bapak jalan. Ini kan weekend. Terus bapak juga kebetulan sama jomblonya dengan saya. Lah bapak sendiri-kenapa udah rapi juga? Pasti bapak udah terikat batin ya dengan saya. Makanya udah tahu kalau saya mau ajak bapak jalan".

Aku memijat dahi mendengar ucapannya yang semakin melantur itu. Hampir dua bulan aku mengenalnya, membuatku akhirnya merasa terbiasa dengan segala gaya bercandanya yang menurutku tidak tepat pada tempatnya. Kini aku kembali memperhatikannya. Ia mengenakan kaus hitam bertuliskan Brooklyn yang dipadukan dengan celana jeans denim yang dibagian lututnya terdapat banyak sobekan. Untuk sepatu-ia mengenakan running shoes dari Adidas. Tak lupa juga sling bag hitam kecil bertengger di pundaknya.

"Saya mau ke luar kota. Acara keluarga". Jawabku asal.

"Saya ikut ya pak?" Ia menangkupkan kedua tangannya di depan dada sambil mengerjapkan kedua matanya.

"Ini acara keluarga. Artinya hanya keluarga yang boleh ikut".

"Loh-nggak lama lagi juga saya bakal jadi bagian dari keluarga bapak. Setelah kita menikah nanti, kan keluarga bapak juga keluarga saya". Ucapnya sambil menyengir lebar.

Setulus Cinta Pak RTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang