4. Curhat Bareng si Bos

3.3K 317 1
                                    

Suasana kantin sangat ramai di siang hari. Meja dan kursi panjang yang seharusnya hanya bisa terisi oleh empat orang-nyatanya malah ditempati oleh lima orang saat jam istirahat. Maklum saja-masakan ibu kantin terkenal tiada duanya. Harganya pun juga tidak membuat kantong para karyawan menjerit. Saat ini-gue, Mas Farhan, Mba Nana, Mba Safa, dan Mba Rena sedang memakan satu porsi soto ayam pakai nasi.

Kami duduk di kursi panjang dengan posisi saling berhadapan. Gue bersebelahan dengan Mas Farhan di sisi kanan, sedangkan mereka bertiga di sisi kiri dengan saling berdempetan. Persis seperti dalam angkot. Gue awalnya memang hanya berdua dengan Mas Farhan, tidak lama kemudian-datanglah trio gibah untuk bergabung. Karena meja lain sudah penuh.

"Sasya. Progres pacar gimana?" Gue yang sedang mengunyah pun menjadi tersedak. Mas Farhan langsung menyerahkan satu botol air mineral. Gak ada angin, gak ada hujan, mendung juga nggak-tapi kenapa si bos datang-datang langsung menyerbu gue dengan pertanyaan laknat itu sih. Teman-teman satu meja gue semua menjadi bisu mendadak. Padahal sebelumnya mereka sedang asik bergibah. Tersisa gue dan Mas Farhan yang nggak ikut masuk dalam percakapan tidak berfaedah itu.

"Elah pak. Udah kayak jelangkung nagih utang aja sih. Datang tak diundang pulang diberi uang". Mas Farhan langsung ngakak dengan puas mendengar jawaban gue.

"Saya gak usah kamu beri uang juga sudah kaya". Ucap si bos dengan nada sombong dan langsung duduk di kursi yang entah dibawanya dari mana. Beliau meletakkan kursi di sebelah trio gibah. Tambah sempit deh mereka. Gue misuh-misuh nggak jelas setelah mendengar nada sombong Pak Meo. Sedangkan Mas Farhan dan yang lain pura-pura bengek berjamaah.

"Pak lagian ngapain sih nyuruh-nyuruh Sasya cari pacar segala. Kalau saya saja siap menafkahi Sasya lahir dan batin, ngapain lagi cari yang lain". Mas Farhan mengelus rambut gue dengan lembut. Tatapannya dibuat dengan sangat teduh. Pak Romeo dan para manusia haus gibah mendadak menjadi manekin bernapas. Mulut mereka menganga lebar. Untung saja kantin ini bersih, coba kalau tidak, pasti mulut mereka sudah penuh dengan lalat.

"Mas Farhan yakin mau nafkahin Sasya? Apa kabar cicilan N-max, ponsel apel gigit, laptop, biaya sekolah adik, biaya pengobatan orang tua? Gaji Mas udah lebih tinggi dari Pak Romeo ya?" Gue memutar bola mata dan berusaha menyingkirkan tangan Mas Farhan yang sekarang merangkul bahu gue dengan entengnya. Dikira dia gue bakalan baper apa? Sorry sorry to say ya. Gue udah hapal dengan cowok bertabiat buaya kayak gitu.

"Kok Sasya aku yang polos sekarang jadi matre sih?"

Gak ngerti lagi lah gue sama spesies satu ini. Sejak gue mulai bekerja disini, dia selalu saja memperlakukan gue bak seorang pujangga sedang mengejar cinta. Pak Romeo pernah bilang ke gue kalau Mas Farhan itu memang buaya darat. Anggap saja jangkrik yang sedang berbicara. Kalau gue adalah cewek baperan, pasti gue sudah terjerat sejak awal. Bayangin saja, dia selalu mengajak gue makan siang bareng-pas makan nih ya, dia potongin makanan yang ada di piring gue, ambilin tusuk gigi, kalau makan gue nggak habis-pasti langsung dia pindahin ke piringnya sendiri.

"Sasya sih realistis han. Lo pikir gombalan lo bisa bikin kenyang". Mba Rena ucapannya emang paling top dah. Keren. Bangga gue punya pelindung macam mba tersayang.

Mas Farhan menarik dan menghembuskan napas dengan kasar. Gue menepuk punggungnya dua kali. Kasihan juga sebenarnya-dia seperti sangat tersinggung dengan ucapan Mba Rena.

"Kita balik dulu ya. Duluan Pak Meo, Sya, han". Mba Safa pamit dan mengajak Mba Nana serta Mba Rena untuk kembali ke ruangan.

"Sya gue juga balik duluan ya. Laporan hasil stok opname kemarin belum selesai. Mari pak". Pamit Mas Farhan setelah mengacak rambut gue dua kali.

Suasana mendadak canggung. Soto gue sudah habis bersamaan dengan trio gibah pamit kembali ke ruangan. Gue berkali-kali curi pandang ke arah Pak Romeo. Beliau masih santai dengan ponselnya. Sejak tadi pun Pak Meo memang tidak memesan sama sekali. Gue ingin cabut rasanya, tapi nggak enak ninggalin atasan sendirian.

Setulus Cinta Pak RTWhere stories live. Discover now