Dua

395 65 55
                                    

Seorang gadis terlihat sedang sibuk membereskan buku-bukunya. Rambut coklatnya yang sengaja ia uraikan menutupi sebagaian wajahnya.

"Hara! Hara!"

Hara menghentikan aktivitasnya. Ia menoleh ke arah gadis yang baru masuk ke kelas dengan senyuman lebar.

"Apa?" tanya Hara kembali memasukkan buku-buku tebal berisi mantra yang harus ia hafalkan agar bisa naik ke level selanjutnya.

"Kita kedatangan penyihir baru!" teriaknya dengan pipi merona.

Hara mengernyit. "Lalu?"

"Dia tampan!"

"Kau sudah melihatnya?"

Gadis itu menggeleng membuat Hara menghela napas jengah. "Dengarkan aku, Moza. Jangan mudah percaya terhadap gosip yang beredar."

"Ini bukan sekadar gosip yang beredar! Atlas yang memberitahuku."

"Atlas? Siapa?"

Moza melotot. "Aku sudah berpacaran dengan Atlas selama 100 hari dan selama itu juga kau terus bertanya Siapa Atlas?"

"Kau benar-benar keterlaluan. Sesusah itukah mengingatnya?" cerocos Moza.

Hara memutar bola matanya malas. Ia mengangkat tasnya lalu berujar, "Buat apa aku mengingatnya? Itu kan pacarmu bukan pacarku." Hara berjalan melewati Moza begitu saja.

"Kalau begitu, carilah pacar! Jangan terus larut dalam kesendirian," kata Moza sambil menyamakan langkahnya dengan Hara.

"Apa salahnya sendiri? Aku menikmatinya."

"Itu masalahnya. Jika kau terlalu menikmatinya, bisa-bisa kau akan sendiri selamanya."

"Aku tidak masalah," sahut Hara santai.

"Aku yang masalah."

Hara dan Moza sontak menghentikan langkah. Mereka berbalik perlahan dan mendapati seorang lelaki berwajah super tampan berdiri dengan tangan terlipat di depan dada.

"Alpha Rafael?" beo Hara kaget.

Rafael tersenyum kecil. "Kau mengingatku ternyata," ujarnya dengan suara kecil.

"Sedang apa kau di sini?"

"Tentu saja menemani mate-ku," jawab Rafael tanpa beban.

"Siapa maksudmu? Aku?" Hara menunjuk dirinya sendiri.

Rafael menghela napas. "Tentu saja. Memang berapa mate yang bisa dimiliki seorang werewolf?"

Hara berdecak sebal. "Apa maksudmu dengan menemani?"

"Aku mendaftar menjadi penyihir baru di sini."

"Tapi kau bukan penyihir," kata Hara merasa jengkel dengan keputusan Rafael.

"Aku bisa belajar," balas Rafael santai. Dirinya jelas tahu bahwa Hara mungkin akan meledak sebentar lagi, tetapi ia suka melihat wajah mate-nya yang menahan kesal.

"Terserah," ujar Hara pasrah, "Moza, ayo kita perg—akan kuadukan kau pada Atlas." Hara meninggalkan Moza yang masih berdiri dengan ekspresi terpana pada wajah Rafael.

Beberapa saat kemudian, Moza tersadar. Ia mengedarkan matanya ke sekeliling. "Hara tidak benar-benar akan mengadukanku pada Atlas, kan?" tanyanya panik.

***

Rafael masuk ke sebuah ruangan yang berisi beberapa penyihir baru. Mengingat ia harus menurunkan harga diri dan bergaul dengan penyihir-penyihir baru itu sedikit membuatnya kesal.

She is My MateWhere stories live. Discover now