Satu

637 87 48
                                    

Seorang lelaki duduk di sebuah ayunan ditemani angin sepoi-sepoi yang seolah sedang meledeknya.

Perkenalkan, namanya Rafael Anjello. Kaum manusia mungkin akan memanggilnya sad boy. Ya, dia memang lelaki menyedihkan. Sudah sebulan sejak ia menemukan mate-nya. Tetapi, hubungan mereka tidak memiliki perkembangan apapun. Bahkan bisa dikatakan, mereka belum memulai apa-apa.

"Padahal aku sudah mati-matian mencarinya ke seluruh pelosok dunia. Ya, walau tidak pelosok-pelosok sekali, sih," gumamnya sendirian yang membuat dirinya tampak lebih menyedihkan lagi.

"Ikan hiu makan tomat ..., ada apa dengan wajahmu, sobat?" Tiba-tiba Ranya—Kakaknya—yang muncul entah dari mana, duduk di sebelahnya.

"Sejak kapan ikan hiu makan tomat, bodoh?"

"Pengetahuanmu kurang luas," cibir Ranya santai.

Rafael berdecak. Beberapa saat kemudian, ia tersenyum lebar. "Kau dat—"

"Tidak," potong Ranya cepat.

"Jangan memotong ucapanku! Memangnya kau tahu aku mau bilang apa?" Rafael melotot kesal.

"Tidak tahu. Tetapi satu yang pasti, itu adalah tentang Hara," jawab Ranya sok tahu.

Rafael mendengus. "Dia tidak datang bersamamu?"

"Dia sudah kembali ke sekolah sihirnya," jawab Ranya ragu.

Rafael spontan bangkit dari duduknya. Matanya melebar. Sangat lebar. Hingga Ranya takut jika kedua bola mata Rafael lepas dari tempatnya.

"Kapan?" tanya Rafael pelan. Sangat terlihat bahwa lelaki itu sedang merasa sedih dan kecewa.

"Kemarin malam Yerikho mengantarnya ke sana." Ranya menatap Rafael prihatin.

Pria itu menunduk lesu. Lalu, kembali duduk di ayunan, tepatnya di sebelah Ranya.

"Kau tidak apa?" tanya Ranya sedikit ragu.

Rafael menatap Ranya sinis. "Pertanyaan konyol macam apa itu? Tentu saja aku apa-apa!"

Hilang sudah rasa kasihan Ranya, kini gadis itu sangat ingin memukul kepala Rafael.

"Apakah aku harus menyerah? Tampaknya, ia tidak menginginkanku."

"Kau bahkan belum berusaha dan berjuang, berani-beraninya mengatakan ingin menyerah?"

Rafael menatap Ranya dengan tatapan lesu. "Aku sudah berusaha!"

"Usaha apa yang kau maksud? Diam di pack-mu, sementara mate-mu berada di satu tempat dengan lelaki yang ia sukai?"

"Lelaki yang ia sukai?" gumam Rafael merasa janggal.

Ranya melotot. Kedua tangannya menutup mulutnya spontan saat merasa dirinya telah salah bicara.

"Dia menyukai seseorang?" tanya Rafael marah, "Siapa? Katakan padaku. Siapa?" Rafael menarik paksa kedua tangan Ranya yang menutupi mulutnya dengan erat.

"Jangan tutup mulutmu. Katakan padaku!"

Ranya akhirnya menyerah. Ia menjauhkan kedua tangannya dari mulut. Perlahan, kepalanya mengangguk menjawab pertanyaan Rafael.

Rahang Rafael mengeras. "Siapa?"

"T-tidak tahu. Dia tidak memberitahuku." Gila saja, mana mungkin Ranya mengadukan adik iparnya sendiri.

Rafael mengepalkan tangannya. "Aku tidak akan membiarkan milikku berpaling."

***

Rafael menginjakkan kakinya di sebuah bangunan besar dengan papan nama "Choco Magic Academy" yang menempel di gerbang.

Seperti papan nama yang menempeli gerbang itu, Rafael memutuskan untuk menempel pada Hara sampai gadis itu jatuh cinta padanya.

Kata Ranya, Rafael gila. Ya, ia akui, dirinya memang gila. Gila karena Hara. Ia sudah tergila-gila dengan mate-nya. Bahkan demi hal ini, ia meninggalkan pack-nya ke tangan Ranya.

Baru saja melangkah masuk ke dalam gedung itu, Rafael disuguhkan berbagai hal aneh. Ada penyihir yang terbang dengan sapunya. Ada juga yang menyihir seekor kodok menjadi pohon anggur—yang ini lebih tepat disebut menyihir atau mengutuk ya? Dan terakhir, yang lebih mengejutkan lagi adalah sepasang penyihir yang berciuman di ujung koridor. Anehnya, penyihir lain yang melewatinya tampak tak peduli, seolah hal itu sudah biasa.

Menyadari hal itu membuat Rafael semakin bertekad untuk masuk ke sekolah sihir ini. Ia harus melindungi mate-nya dari hal-hal berbahaya seperti itu.

Rafael masuk ke ruangan kepala sekolah. Beruntungnya, ia cukup mengenal kepala sekolah Choco Magic Academy ini.

"Alpha Rafael? Silahkan duduk," sambut Zach—sang kepala sekolah.

"Lama tidak bertemu, kau semakin tua saja." Rafael tetaplah Rafael. Di mana dan kapan saja, ia tetaplah Rafael yang menyebalkan.

Zach mendengus sinis. "Jika bukan karena pack-mu menolong sekolahku dulu, aku tidak sudi menyambutmu di sini."

Rafael terkekeh. "Maka aku akan menghancurkan sekolah tercintamu ini."

Zach memijat pangkal hidungnya lelah. Baru saja beberapa menit bertemu dengan Sang Alpha dari Zero Pack, tetapi itu sudah cukup membuatnya kelelahan.

"Jadi, apa tujuanmu sebenarnya mendaftar ke sekolah sihir ini?"

Rafael tetap mempertahankan senyum menyebalkannya. "Seperti yang kukatakan padamu sebelumnya. Aku ingin menjaga mate-ku."

"Seorang perempuan?"

"Tentu saja perempuan! Kau kira aku memiliki seorang mate laki-laki!?" Mata Rafael melotot kesal.

Zach terkekeh. Cukup puas dengan respon Rafael. Ia menyodorkan sebuah kertas dan pulpen.

"Baiklah, isi formulir itu. Aku tak peduli apa yang ingin kau lakukan setelahnya. Tetapi, jangan mengacau di sekolahku."

"Tanpa kukacaukan, sekolahmu juga sudah kacau." Rafael mendengus geli. Ia mengambil pulpen dan mengisi formulirnya. Lalu, memberikan kertas itu pada sang kepala sekolah.

Zach mengernyit membaca isi kertas itu. "Kau sedang bercanda denganku?" tanyanya jengkel.

"Nama Alpha tampan? Umur tidak penting karena aku masih terlihat tampan? Hobi mencintai Hara? Kau benar-benar menjijikkan," cibir Zach. Kepalanya benar-benar pusing melihat kelakuan Rafael yang akan menjadi murid di sekolahnya untuk beberapa waktu ke depan.

"Aku hanya mengisi dengan fakta. Aku memang tampan."

~Bersambung

.
.

Selamat membaca dan sampai jumpa di bab selanjutnya ><

.
.

~Thanks, God:)

She is My MateWhere stories live. Discover now