[26] Rainbow Before Storm

Bắt đầu từ đầu
                                    

Meski kesal, Laura terus kepikiran pertanyaan Dylan tersebut. Nikah muda ... mungkin saja pertanyaan itu tidak ditujukan untuknya. Mungkin saja kalau hubungan Dylan dan Bulan memang sudah melangkah sejauh itu tanpa Laura ketahui. Tiba-tiba pukulan keras menghantam dada Laura. Perasaan apa ini? Kenapa ia tidak senang?

Mencoba untuk menghilangkan suasana canggung di antara mereka berdua, Laura berdeham dan melanjutkan. "S-Seenggaknya, kalian harus punya KTP dulu, 'kan?"

Sial! Kenapa suara gue kayak gini?! Laura melirik Dylan, menunggu reaksi cowok itu. Ia berharap, Dylan tidak menyadari suaranya yang sedikit bergetar tadi. Ternyata debaran keras jantungnya membuat Laura tidak bisa mengendalikan diri. Ia ingin terlihat baik-baik saja di depan Dylan, tapi jadinya malah terdengar aneh.

Dylan akhirnya menoleh. Gerakan yang tidak diperhitungkan Laura sebelumnya itu membuatnya tersentak. Kali ini Laura jelas-jelas menahan napasnya. Ia siap menerima ucapan pedas dari cowok itu.

"Maaf ya, Lau."

Eh? Dahi Laura berkerut. "Kenapa?"

"Maaf ...."

Pertanyaan Dylan tadi memang agak nyeleneh, tapi tidak sampai melukai perasaan Laura. Jadi, untuk apa cowok itu meminta maaf? Laura mencoba untuk membuat Dylan menjelaskan lebih lanjut lewat tatapan mata, tapi cowok itu jelas-jelas menghindarinya. Akhirnya, Laura hanya bisa menghela napas dan kembali berjalan. Memang tidak banyak yang bisa ia harapkan dari cowok sekaku Dylan.

Keinginan Laura untuk mencari cat air pun hilang. Rasanya ia ingin cepat-cepat pulang ke rumah dan beristirahat. Laura hampir mencapai antrean kasir ketika matanya menangkap gantungan kecil berbentuk boneka beruang putih, yang tergantung di rak aksesoris. Sebenarnya Laura bukan penggemar berat barang-barang lucu seperti ini, tapi karena beruang itu memakai kacamata dan berwajah datar, tanpa ragu Laura mengambilnya dari rak.

"Dyl!"

Seolah melupakan rasa sebalnya tadi, Laura memanggil nama Dylan dengan penuh semangat. Sebuah gantungan kunci berbentuk kepala beruang yang memakai kacamata tertangkap matanya. Ia pun langsung mengambil dan menunjukkan gantungan kunci itu pada Dylan, tapi sepertinya cowok itu tidak tertarik. Dylan hanya menatapnya datar sambil menghela napas.

Laura mengabaikan reaksi Dylan—yang sudah biasa seperti itu—dan menyejajarkan benda itu tepat di sebelah wajah Dylan.

"Mirip lo, Dyl!" Laura terkekeh. "Sebentar, gue foto dulu."

Laura mengambil ponsel dengan semangat. Kalau biasanya ia sebal melihat wajah datar Dylan, sekarang justru sebaliknya. Gantungan beruang itu adalah maskot yang pas untuk Dylan. Sepertinya kreator beruang ini adalah penggemar rahasia Dylan.

Laura mengulurkan gantungan itu, membuatnya sejajar dengan wajah Dylan di dalam frame kamera ponselnya. Dylan memutar matanya, terlihat jengah, tapi Laura tidak peduli. Sambil mengulum senyum, ia mengambil banyak foto Dylan dan gantungan itu.

"Lucu banget, sumpah!" ucap Laura. Tangannya sibuk melihat hasil fotonya itu. "Gue upload di story dulu."

"Ada yang lebih lucu."

Laura mengangkat pandangannya dari ponsel. "Apa?"

Tanpa aba-aba, Dylan mengambil ponsel itu. Laura cukup terkejut, terlebih ketika ia melihat layar ponselnya sedang berada dalam mode kamera depan. Entah apakah Laura yang tidak sengaja menekan kamera setelah mengunggah foto di story Instagram, atau memang Dylan yang melakukannya. Belum sempat ia protes, Dylan sudah berpindah tempat di sebelah Laura lalu mengambil foto mereka berdua.

Dylan tersenyum puas melihat hasil fotonya.

Laura menemukan kembali pijakannya. Ia pun segera merebut ponselnya sebelum Dylan kembali berbuat macam-macam. Layar ponsel itu masih menunjukkan laman Instagram Laura, membuat Laura melirik curiga ke arah Dylan. Kecurigaannya itu pun terjawab ketika ia memeriksa story yang baru saja diunggah. Itu adalah foto yang baru diambil Dylan.

"I-Ini—"

"Jangan dihapus!" Dylan mengambil ponsel Laura lagi, lalu memasukkannya ke salah satu kantung tas Laura. "Cuma 24 jam, 'kan?"

Dylan beranjak dari tempat itu dengan gaya acuh tak acuh, meninggalkan Laura dengan segala kekesalan yang menumpuk. Meletakkan keranjang belanjanya dengan kasar ke lantai, Laura mengambil ponsel itu. Jarinya bergerak ke aplikasi Instagram, lalu menekan story yang diunggah Dylan. Ia siap menghapus foto itu ketika sebuah suara "fans Dylan" di dalam hatinya mengoceh.

Tapi lumayan lucu, kok ....

Yah ... meski wajah bengong Laura tidak begitu cantik, tapi senyum tipis Dylan sepertinya menyelamatkan keseluruhan foto itu. Laura tidak tahu berapa lama ia menekan layar ponselnya agar bisa melihat foto itu. Tanpa sadar ia kembali membandingkan wajah Dylan dengan gantungan kunci di tangannya. Dylan memang mirip beruang ini. Meski berekspresi datar sekalipun, ia banyak disukai orang.

Deg!

Senyum Laura langsung pudar. Jika sekilas melihat, memang tidak ada yang aneh dengan foto itu—kecuali ekspresi Laura. Namun Laura merasakan hawa aneh begitu melihat bayangan orang yang ada di belakang mereka, di dalam foto. Orang itu memakai jaket hoodie hitam yang menutupi kepalanya. Meski tidak bisa memastikannya dengan jelas, entah kenapa Laura merasakan aura intimidasi dari sana. Aura itu jauh lebih menyeramkan dari Dylan.

Laura memutar tubuhnya dengan cepat, mencari sosok yang mungkin masih ada di sana. Namun, ia tidak menemukan siapapun, selain Dylan yang tengah menatapnya dengan alis terangkat. Laura belum bisa menghilangkan hawa menyesakkan ini. Tanpa sadar, seluruh tubuhnya mulai bergetar.

"Lau? Lo nggak apa-apa?"

"Lo ngerasa ... kita diawasin nggak sih?" tanya Laura, masih menatap lurus ke depan. Ia terlalu takut untuk memperhatikan sekitar.

Dylan memutar kepalanya. Dari gelagatnya, sepertinya Dylan sedang mencari orang mencurigakan yang dimaksud Laura. Kerutan di dahinya tidak juga hilang. Dan ketika kembali menatap Laura, ia hanya mengangkat bahu.

"Perasaan lo doang kayaknya."

Laura juga berharap begitu, tapi ia tidak bisa menghilangkan rasa takutnya dengan mudah. Tempat ini memang dilengkapi AC, tapi tidak mungkin sampai membuat sekujur tubuh Laura merinding hebat dan menggenggam gantungan kunci di tangannya dengan erat. Punggung Laura terasa panas, sampai keringat dingin mengalir di sana.

"Kita pulang sekarang."

Meski dingin dan kaku, Laura merasa sedikit lega mendengar ajakan Dylan. Cowok itu memperlihatkan ekspresi yang tidak pernah ia tunjukan sebelumnya. Sorot kekhawatiran terpancar dari kedua bola matanya. Tanpa bicara lagi, Dylan mengambil keranjang belanja Laura dan berjalan ke arah kasir. Laura tidak mengerti, ia tiba-tiba saja merasa terlindungi. Aura dingin itu langsung menghilang.

Laura menghela napas dan menatap gantungan kunci yang masih ada dalam genggamannya. Dylan memang sangat mirip Ice Bear. 

VillainNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ