Bagian 6

15 3 17
                                    

"A roasted chicken with red rice

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"A roasted chicken with red rice. Here's the soto Betawi, and some extra chips. Is there anything else before I go?" tanyaku sopan pada dua orang pengunjung setelah menyajikan pesanan mereka.

"I think we're good for now. Thank you," jawab perempuan dengan rambut brunette yang dikuncir.

Laki-laki yang duduk di sebelahnya dengan warna rambut yang sama, tersenyum aneh kepadaku. Itu membuat perempuan itu menepuk pahanya dengan raut wajah yang kesal. "Right, Bebe?"

Ia seperti baru tersadar dari lamunan, suaranya terdengar serak saat menjawab. "Yeah, right. I think we're good."

"Of course. Let me know if you guys need anything." Aku mengangguk sopan sebelum pergi meninggalkan meja mereka.

Aneh ....

Hari ini, restoran terbilang cukup ramai. Dua orang yang ternyata adalah sepasang kekasih, tetapi lebih mirip dengan saudara kandung itu, merupakan pengunjung kedua puluh yang kulayani sepanjang pagi. Kimberly pasti senang, karena restorannya kembali dipenuhi orang.

"Farah, ini waktunya kamu istirahat 'kan?" tanya Kim saat aku berjalan ke arah dapur untuk meletakkan nampan. "Ada telepon buat kamu."

"Dari siapa?" Tanpa diminta, kedua alisku berkerut. Sekalipun belum pernah ada orang yang menghubungiku lewat nomor restoran.

Kimberly menyandarkan bahu kirinya pada lemari pendingin, kedua lengannya dilipat di dada. Ia menaikan sebelah alisnya, lalu menjawab, "Randi."

Aku mengernyit mendengar jawaban Kimberly. "Hah? Ngapain dia telepon nomor restoran?"

Kimberly mengangkat bahunya dengan senyuman mencurigakan. "I don't know. Mungkin mau tagih janji kamu …. "

"Janji apaan? Kenal aja enggak. Lagian kamu ngapain senyum gak jelas gitu?"

"Udah, sana terima dulu. Keburu mati loh."

"Nyusahin aja sih itu orang. Aku mau makan siang, tahu." Kuedarkan pandangan ke luar dapur dan memastikan jika semua pengunjung sudah menerima pesanan mereka.

Kimberly terkekeh, rambut ikalnya yang dicat dengan warna cokelat terang ia sibakkan dari pundaknya. "Ya, habis itu 'kan bisa. Terima telepon itu berapa lama sih? Bentar doang 'kan?"

Dengan berdecak dan merutuki Randi dalam kepala ketika berjalan menuju ruangan kerja Kim. Setelah berhadapan dengan gagang telepon berwarna hitam yang tergeletak dengan posisi menyamping di atas meja, jantungku berdegup cepat.

"Hai, lagi istirahat ya?" Suara yang mulai familier terdengar sesaat setelah aku mengarahkan gagang telepon itu ke telinga.

"Hmmm ...."

"Nomor kamu enggak bisa aku hubungi, kenapa?"

"Iya. Emang selalu aku matiin kalau lagi kerja."

He's the OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang