Bagian 4

16 3 24
                                    

"Kamu enggak ngerepotin Kim sama Joe 'kan, di situ? Kalau mau beli apa-apa pakai uang kamu sendiri, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu enggak ngerepotin Kim sama Joe 'kan, di situ? Kalau mau beli apa-apa pakai uang kamu sendiri, ya. Kamu 'kan udah kerja sekarang. Jangan boros, harus punya tabungan kamu itu," perintah ibu. Nada suara masih sama, terdengar seperti memojokkan.

Sedari kuangkat telepon dari beliau, hal yang dikatakan oleh ibu tidak jauh-jauh dari aku yang tidak boleh merepotkan Kimberly. Tak ada pertanyaan apa aku senang atau nyaman tinggal di Australia. Ibu juga tidak menanyakan kabarku.

Setiap kali ibu menghubungiku, pasti menimbulkan perasaan tidak menyenangkan. Seharusnya berbincang dengan orang tua melalui telepon ketika sedang jauh adalah hal yang selalu dinanti, tapi tidak bagiku.

"Iya," jawabku singkat.

"Kamu itu kalau dikasih tahu jawabnya iya terus," protes ibuku.

"Terus aku harus jawab apa, Bu? Kalau aku bantah, pasti Ibu juga makin marah," balasku sedikit berbisik. Aku tidak ingin kehilangan kontrol atas diriku di supermarket seperti ini.

Sambil menenteng keranjang belanja yang masih kosong, aku berjalan menyusuri rak biskuit. Terkadang aku merasa lapar di jam tengah malam, karena itu aku selalu menyediakan camilan di kamar.

"Gitu ya kalau dikasih tahu orang tua. Persis bapak kamu."

Aku hanya bisa memutar mata tanpa perlawanan. Ibu selalu menganggapku tidak patuh jika membalas perkataannya. Tidak tahu apa sebabnya ibu bisa bersikap seperti itu padaku.

"Aku rasa ini takdir deh." Terdengar suara laki-laki dari belakang, yang tentunya membuatku sangat terkejut.

Saat aku membalikkan badan, laki-laki bermata hazel itu menyeringai padaku sambil melambaikan tangannya. Ia memakai jaket hitam dan topi berwarna biru tua serta celana jin.

"Harus banget ngagetin aku?" tanyaku dengan kesal.

"Siapa yang ngagetin, Far?" tanya ibuku. Aku lupa jika panggilannya masih tersambung.

"Bukan siapa-siapa, Bu. Aku tutup teleponnya ya, Bu. Soalnya aku lagi ada di supermarket dan bentar lagi mau bayar," kilahku.

Randi menaikan alisnya. Matanya terlihat bertanya. Namun, ia memilih diam.

"Ya sudah. Salam buat Kim dan Joe, ya."

"Iya, Bu."

Setelah memastikan sambungan telepon terputus, aku menyimpan kembali ponselku ke dalam saku. Aku beralih menatap Randi. "Kamu ngapain di sini? Ngikutin aku?"

Randi mengangkat bahunya, seolah adanya dia di sini dan mengagetkanku hanyalah hal biasa. "Ini tempat umum. Aku enggak butuh izin dari kamu buat ada di sini 'kan?"

He's the OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang