Chapter 9: Avenge

9K 1K 132
                                    

Follow me if I advance, kill me if I retreat, avenge me if I die.

– Mary Matalin

----------❅❅❅----------

Raphael melangkah masuk ke rumah kecil itu layaknya seorang raja berkuasa. Anak buahnya berdiri berjajar mengiringi langkahnya. Mangsa dari kemarahan Raphael sudah beringsut ketakutan di ujung ruangan menyadari kehadiran Don Mafia Italia, wajahnya berlumuran darah segar hasil perbuatan anak buah Raphael.

"Kau pikir aku tidak akan tahu tentang ini?" ejek Raphael sinis, sementara tubuh pria itu semakin gemetar saat Raphael mulai mengeluarkan senjatanya. "Sepertinya kau juga lupa konsekuensi apa yang akan kau dapatkan karena berani melawanku,"

"Apa kau pikir hanya aku saja yang melakukan ini?"

Raphael hanya menyeringai dingin mendengarnya. "Pengkhianatan kalian tidak berarti apa pun bagiku. Karena aku akan menghabisi setiap kalian."

Pria itu meludahi sepatu Raphael. "Jangan bertingkah seperti orang suci. Aku tidak bisa mengikuti kebodohanmu ini disaat ini adalah tambang emas bagiku. Apa kau teringat masa lalu ibumu yang hancur karena wanita dari human trafficiking?"

!!!! WARNING !!!! Sedikit kekerasan, bagi yang tidak suka tidak perlu dibaca sampai tanda

Buku-buku jari Raphael memutih, kemarahan Raphael tak dapat dibendung lagi saat melihat keadaan para wanita itu. Lebam memenuhi seluruh wajah dan tubuh mereka, sementara wanita-wanita itu menangis seraya berpelukan satu sama lain. Ia melirik Dom dan anak buah lainnya yang langsung memegangi tubuh dan rahang pria itu. Pria itu meronta ketakutan melihat Raphael mengeluarkan pisau pada lidahnya.

Raphael menarik paksa lidah pria itu sementara mangsanya mulai menangis berusaha menjauhkan pisau itu dari mulutnya, namun usahanya sia-sia karena perlawanannya tidak sebanding dengan kekuatan anak buah Raphael.

Seringai kejam Raphael menjadi pemandangan terakhir pria itu sebelum Raphael memotong lidahnya dengan satu hentakan. Pria itu langsung meraung kesakitan seraya memegangi mulutnya bermandikan darah.

Raphael membersihkan ludah di sepatunya dengan lidah pria itu, kemudian membuangnya ke lantai dan menginjaknya tanpa ampun. Sedangkan, sang mangsa yang sudah kalah hanya bisa terkapar sambil terus menangis kesakitan.

"Aku rasa sekarang kau tidak bisa membicarakan tentang keluargaku lagi." sindir Raphael kejam lalu melirik anak buahnya. "Bawa masuk istrinya."

Dari dalam ruangan, Raven—spy wanita—membawa istrinya keluar yang kini sudah babak belur, jari-jari wanita itu sudah putus dengan darah masih mengucur deras. Raphael melipat tangannya di dada, "Kutebak istrinya juga terlibat."

"Benar, Boss. Dia yang selama ini menjaring dan menipu para wanita-wanita ini agar dapat diperjual belikan dengan iming-iming gaji besar." ungkap salah satu Raven.

"Hmm..." Raphael pura-pura berpikir lalu berjalan mendekati istri pengkhianat itu. Matanya kini melirik para korban yang memerhatikan semuanya sejak tadi dan ia pun tersenyum tipis.

"Apa ada dari kalian yang ingin membunuhnya?" tanya Raphael pada semua wanita di sana. Mereka saling melirik satu sama lain tidak tahu harus berbuat apa. Raphael yang melihat keraguan itu kembali membuka suara, "Tidak perlu khawatir, mereka tidak akan bisa menyakiti kalian lagi. Sekarang, giliran kalian yang menyakiti mereka."

Setelah keheningan dingin di ruangan itu selama beberapa saat, salah satu dari mereka melangkah pelan mendekati Raphael. Sorot matanya kosong namun dipenuhi amarah terpendam atas semua penderitaannya selama ini, "Saya ingin membunuhnya, sir."

Snow White and The Mafia - Book IIWhere stories live. Discover now