Chapter 25

18.7K 2.6K 415
                                    

Vote and comments please.
***

          Nathaniel kembali memasuki ballroom dengan Bianca yang menggandeng mesra tangannya. Mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih yang sangat sempurna, tersenyum dan saling melengkapi satu sama lain, hingga semua orang masih saja menjadikan mereka pembicaraan.

Saat acara inti pesta akhirnya terlaksanakan, mereka berdua berjalan berdampingan dari meja mereka untuk menghampiri meja Louisa Aldarict, cucu kedua pemilik Aldarict Holding yang telah diumumkan menjadi CEO yang baru malam ini.

"Selamat untuk jabatan barumu, Louisa. You really deserve it." Nathaniel berkata dengan tulus lalu memeluk Louisa yang tersenyum dan berdiri menyambut kedatangannya.

"Terima kasih Niel."

Bianca Hutagalung yang berada di samping Nathaniel ikut mengucapkan selamat pada Louisa. "Congratulations, Miss Louisa."

"Terima kasih, Miss Bianca. Uh, anda cantik sekali, saya senang anda yang menang Putri Indonesia tahun ini."

Louisa segera mempersilahkan mereka untuk duduk di mejanya, tempat seharusnya adik kedua dan ketiganya berada, namun sekarang entah sudah pergi ke mana, menyisakan dia dan kakak tertuanya saja yang berada di meja itu.

"Aku dengar kalian sudah merencanakan pernikahan ya? Semua orang di sini dari tadi heboh sekali membicarakannya. Apalagi kalian datang bersama." Kata Louisa menggoda, meski dia sedikit mengeluh karena Nathaniel dan Bianca mengambil spotlight yang seharusnya milik dia dan nenek kakeknya saja di acara malam ini.

"Benarkah?" Nathaniel melirik Bianca yang duduk di sampingnya dengan senyum simpul.

"Bagaimana menurut anda, Miss Bianca?"

Bianca tertawa sopan. "Haha... itu cuman kabar saja. Hubungan saya dan Nathaniel Arvino hanya kerja sama."

"Wah, kalau begitu sayang sekali. Padahal Niel dan Miss Bianca sangat serasi, ya kan Kak Sera? Kalau mereka berdua menikah pasti semua orang heboh."

Louisa terkekeh lalu mengendikan lengannya pada kakak tertuanya yang sejak tadi hanya duduk diam dan terlihat tidak tertarik pada apapun, di sebelahnya.

"Ngomong-ngomong, Niel, bukankah Om Romeo sedang mencarikan kamu istri? Aku bertemu dengannya di lapangan golf, katanya kau harus menikah tahun ini." Louisa tiba-tiba ingat pembicaraannya dengan ayah pria itu, sekaligus salah satu partner kerjasama perusahaan keluarganya beberapa hari lalu.

Nathaniel meringis lalu melirik kakak tertua Louisa yang seolah mengacuhkannya dengan lekat.

"Ya, itu benar, tapi aku sedang menunggu seseorang. Aku sudah melamarnya, tapi dia belum memberikan jawaban."

"Jadi benar? Bagaimana kalau ku carikan? Aku punya banyak sekali teman wanita. Kau mau seperti apa? Dari negara ini atau luar negri?" Louisa menawarkan.

Nathaniel mengangkat sudut bibirnya, tertawa geli. "Aku merasa jadi pria tidak compatible kalau kau sampai mencarikanku calon istri, Louisa. Terima kasih, tapi aku bisa mengurusnya."

Louisa mengerutkan kening, sikap persisten dan tatapan penuh maksud milik pria itu membuatnya lantas menoleh ke samping, tepat ke arah Nathaniel sejak tadi melihat dengan terkejut.

"Tunggu dulu, jangan bilang kau..." Louisa menebak-nebak. "Nathaniel, apa kau masih menunggu Kak Sera?!"

Nathaniel tidak menjawab, dia hanya tertawa pelan sambil menutup setengah mulutnya dengan punggung tangan.

"Gosh, Nathaniel Arvino aku kira kau sudah menyerah. Aku bahkan sudah lupa dari kapan kau menunggu Kak Sera. Kalau aku jadi kau, aku akan langsung menyerah setelah dia kuliah di Oxford. Kan tidak ada jaminan Kak Sera mau menerimamu setelah kembali, jadi untuk apa kau masih menunggunya?!" Louisa tidak habis pikir.

Let's test all the BorderlinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang