PROLOGUE

67.9K 3.9K 356
                                    


"Apa anda ada jadwal setelah ini dokter? Mau makan malam bersama?"

Nathaniel Arvino memasuki ruang kerja salah satu dokter bagian general surgery di Welfare Hospital tanpa sedikitpun merasa perlu permisi atau mengetuk pintu, dia menghampiri seorang wanita yang terlihat sudah mengganti baju operasi biru mudanya dengan blouse hitam serta skinny jeans putih, duduk di dekat meja kerja wanita itu lalu tersenyum dengan simpul—senyum yang mampu membuat setiap orang bahkan mengantri dan bertekuk lutut padanya.

"Kenapa kau ada di sini?"

Sera Aldarict menoleh pada pria itu, tidak terkejut lagi melihat ketidak sopanan yang ditunjukan putra sulung keluarga Arvino sekaligus CEO dari Grand Group—perusahan induk dari banyak perusahaan property & real estate serta industri bahan bangunan, itu dan mengabaikannya. Dia berjalan dari locker menuju mejanya, menyusun jurnal-jurnal kedokteran yang sudah dia review kemudian masukannya ke dalam tas.

"Aku merindukanmu." Kata Nathaniel, beranjak mengitari meja kerja Sera lalu dengan cepat memeluk bahu wanita itu untuk menyandarkan kepalanya yang terasa berat sekali akibat tiga rapat yang dia hadiri hari ini.

Sera mendengus. "Berhentilah bersikap seolah aku kekasihmu Nathaniel. Semua wanita yang kau koleksi akan mendatangi dan memarahiku jika mereka melihatmu bertingkah seperti ini."

Dia menyikut perut Nathaniel untuk melepaskan pelukan pria itu dengan kesal, dia tidak suka skin ship terang-terangan yang selalu pria itu berikan padanya sejak dia kembali dari Inggris dan menyelesaikan pendidikan kedokterannya satu tahun lalu.

"Aku tidak peduli."  Kata Nathaniel.

"Well, aku peduli." Ujar Sera sambil menghela.

"Lepaskan aku, Nathaniel. Berat!"

"Tidak mau."

Nathaniel keras kepala, semakin mengeratkan pelukannya, lalu menghirup aroma manis blueberry bercampur aroma disinfektan rumah sakit yang menguar dari cekungan leher wanita itu dengan lekat.

Dia selalu menyukai aroma wanita itu.

"Apa kau sibuk minggu ini?" Tanya Nathaniel setelah Sera tidak lagi memberikan pemberontakan padanya dan justru melanjutkan kegiatannya membereskan mejanya dari jurnal-jurnal kedokteran miliknya.

Sera menjawab dengan malas. "Tidak. Aku hanya akan me-review beberapa jurnal. Kenapa?"

"Bagaimana kalau kita, menikah?"

Sera terperanjat, lantas menghentikan tangannya yang sedang menyusun kertas-kertas jurnal dan menoleh pada Nathaniel dengan dahi berkerut.

"Apa kau mabuk?"

Nathaniel mendengus pelan. "Aku sudah lelah berhubungan dengan wanita-wanita lain, Sera. Dan aku sudah berusia 33 tahun, aku pria dewasa yang membutuhkan istri untuk menyambutku pulang ke rumah. Aku mau kau menyambutku pulang ke rumah."

"Ini masih tanggal 12 Nathaniel." Sera mengeluh, sedikit meremang merasakan napas hangat pria itu menabrak bahunya. "Belum akhir bulan, belum waktunya kau melamarku."

Nathaniel berdecak. "Aku serius, Sera."

Sera mendorong tubuh Nathaniel menggunakan sikunya, melepaskan pelukan mereka, berbalik menghadap pria itu lalu melipat kedua tangannya di depan dada dan duduk di atas meja dengan wajah tidak peduli.

"Tidak." Kata Sera. "Aku tidak mau menjadi istrimu. Dan keputusanku masih sama seperti pertama kali kau melamarku saat SMA. Aku tidak mau."

Nathaniel menatap Sera lekat. "Kenapa?"

Let's test all the BorderlinesWhere stories live. Discover now