Bagian Sembilan

1.2K 57 19
                                    

Seokjin keluar dari kamarnya ketika sore menjelang. Usai bercinta dengan Jungkook sepanjang siang, keduanya jatuh tertidur karena kelelahan. Kalau tak ingat ia punya 6 perut lain yang harus diisi makanan, ia tak mau memangkas waktu tidurnya apalagi bercinta dengan Jungkook sangat menguras tenaga. Memang bisa saja ia memesan makanan dari restoran cepat saji tapi, kalau ia masih mampu melakukannya untuk apa membeli? Lagipula, mereka juga harus berhemat. Meski keuangan mereka lancar lancar saja.

Seokjin terkaget begitu melihat sosok lain berada didapur. Duduk diam dikursi makan dalam gelap. Seorang diri. Dari siluetnya Seokjin sudah tahu siapa sosok itu. Maka ia hanya berdeham menghilangkan gugup dan menyalakan lampu.

Seokjin tak menyapa lelaki itu. Pun lelaki itu tak mengubah arah pandangnya, seolah sudah tahu bahwa Seokjin akan datang ke dapur. Memang bukan untuknya, tapi hanya disini ia dapat melihat Seokjin lebih dekat.

"Hyung..." suara itu memanggil Seokjin, nadanya terdengar frustrasi dan Seokjin seketika menghentikan langkahnya begitu suara tersebut menyapa gendang telinganya

Namjoon bangkit dari kursinya dan bergegas memeluk tubuh yang lebih tua dan memenjarakan tubuhnya diantara kedua lengan besarnya, "Kita tidak bisa seperti ini," katanya tak kalah melas, ia menenggelamkan wajahnya diceruk leher Seokjin yang sialnya membuatnya marah karena ia dapat mencium aroma sperma ditubuh Seokjin

Seokjin tak berusaha menghindar, ia membiarkan Namjoon memeluk tubuhnya dan melakukan apapun yang diinginkannya.

"Lantas kau mau yang seperti apa?! Aku tidak bisa terus-menerus mengkhianati Jungkook." Seokjin mencoba melepaskan lengan besar Namjoon dari tubuhnya, namun kaitan lengan Namjoon ditubuhnya sangat kuat.

"Hyung—"

"Sudah cukup, Joon. Aku tidak ingin kehilangan Jungkook lagi. Kemarin aku nyaris kehilangannya."

"Kau masih punya aku, Hyung!" Sergah Namjoon berapi

"Mengertilah, aku mencintai Jungkook dan aku tak ingin menggantinya dengan siapapun." Seokjin melunak, ia tak berniat bertengkar dengan Namjoon.

"Kau bilang kau mencintaiku," suara Namjoon kembali terdengar lirih, lelaki dibalik punggung Seokjin itu frustrasi hingga kaitan lengannya melemah, Seokjin menggunakan celah itu untuk melepaskan diri

Seokjin berbalik dan mundur tiga langkah menjauhi Namjoon. Mereka saling berhadapan. Seokjin menatap iba Namjoon didepannya yang menundukkan kepala. Seumur hidup tak pernah ingin melihat lelaki itu bersedih apapun alasannya. Bahkan ketika lelaki itu bersedih, Seokjin selalu ada sebagai tempat berkeluh kesah dan menampung air matanya. Memeluknya erat dan berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Tapi kini Seokjin tak bisa melakukan apapun.

"Aku mencintaimu, Joon. Dan aku juga mencintai Jungkook—"

"Lantas siapa yang kau pilih, Hyung?"

Suara itu memotong kalimat Seokjin sebelum sempat Seokjin menyelesaikannya. Baik Seokjin maupun Namjoon sudah hapal betul siapa pemilik suara lembut tersebut. Seokjin menoleh gamang kearah pintu dapur sementara Namjoon hanya memalingkan wajahnya kearah lain. Tak ingin memastikan siapa yang menginterupsi mereka karena sejatinya sudah tahu siapa sosok tersebut.

"Jungkook..." cicit Seokjin ketakutan

Jungkook pasti salah paham.

"Kau melanggar sumpahmu," Jungkook berjalan mendekati meja dan berhenti diseberang meja. Tak ingin mendekati Seokjin atau pun Namjoon yang masih berdiri berhadapan dengan jarak tak lebih dari tiga langkah.

"Tidak. Kau salah paham, ini tidak—"

"Kau pilih aku atau Namjoon-hyung?!" Sergah Jungkook berteriak

Between UsTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon