Bagian Sepuluh

1.2K 57 23
                                    

Seokjin mengetuk pintu kamar bernuansa cokelat susu tersebut. Tiga kali ketukan disertai panggilan nama namun tak ada jawaban. Tadi, usai mandi—bercinta—dan membersihkan diri, Seokjin melihat sepatu adik bungsunya sudah tersimpan rapi di rak sepatu. Seokjin juga memeriksa ponselnya yang tertinggal dimobil setelah mengambilnya. Ada beberapa panggilan tak terjawab dari si bungsu tadi sekitar 40 menit yang lalu. Juga ada beberapa pesan baru yang dikirimkan lelaki muda tersebut diwaktu yang sama. Lelaki itu meminta Seokjin untuk menjemputnya karena ia sudah akan pulang. Namun, tak ada kabar mengenai apakah anak itu sudah tiba didormitori atau belum. Dengan perasaan sedikit cemas, Seokjin kemudian menghubungi ponsel si bungsu sambil berjalan masuk.

Begitu tiba didepan pintu kamar si termuda, Seokjin mendengar suara dering ponsel anak itu yang menggema diruang kamar dan menyelusup keluar dari celah-celah ventilasi kamar. Anak itu sudah tiba dirumah.

Tak ada sahutan sampai menit-menit berikutnya, Seokjin akhirnya menerobos masuk usai meminta izin tanpa menunggu persetujuan dari yang empunya kamar.

"Jungkook-ah, hyung akan masuk, oke?" Katanya kemudian membuka pintu perlahan yang ternyata pintunya memang tidak dikunci

Begitu pintu mengayun terbuka, Seokjin dapat melihat sebuah gundukan yang tertutup selimut tebal berada diatas ranjang. Dari gerak napasnya, Seokjin yakin bahwa sosok itu menangis karena tampak gerak seperti orang yang sesegukan. Maka setelah menutup kembali pintu kamar, Seokjin berjalan mendekat.

"Jungkook-ah? Kau baik-baik saja?" Seokjin duduk ditepi ranjang, perlahan menuruni selimut tebal yang mengubur sosok lelaki muda dibaliknya

Ketika selimut telah menampakkan belakang kepala sosok yang lebih muda, sontak sosok itu bangkit dan berbalik dengan wajah tertunduk, secepat kilat memeluk tubuh Seokjin dan menenggelamkan wajahnya didada bidang Seokjin.

"Hei, Jungkook, kau tidak apa-apa?!" Tanya Seokjin lebih panik, nadanya sedikit melengking lantaran panik melanda

Jungkook hanya menggeleng cepat dan menangis sesegukan. Aroma sabun mandi dan khas sampo sosok yang lebih tua memenuhi indera penghidunya. Jungkook memang merasa nyaman, namun dadanya kembali bergemuruh ketika mengingat suara desahan yang sudah terlampau diingatnya didalam kepala.

Bayangan dimana sosok yang lebih tua bercinta dengan ketua grupnya membuat Jungkook marah.

"Menangislah, setelah itu bercerita, hm?"

Jungkook menggeleng lagi, "Tidurlah bersamaku malam ini dan besok, Hyung." Pintanya melas dengan kedua mata penuh air mata. Jungkook menjauhkan kepalanya demi bisa menatap sosok tertua yang juga masih memeluknya.

Seokjin menatap anak itu sekejap, kemudian mengangguk mengiyakan.

"Terima kasih," Ucap Jungkook yang kini sudah menenggelamkan kepalanya didada sang kakak.
.
.

Jungkook sejak tadi hanya diam mendengarkan Taehyung dan Jimin berceloteh mengenai film biru yang gemar mereka tonton. Tak ada yang Jungkook lakukan kecuali menatap kedua lelaki seumuran tersebut bergantian. Ia tak mengerti karena sejatinya baru bulan lalu ia menyandang sebagai pria dewasa. Bulan lalu usianya genap dua puluh tahun. Yang berarti sudah legal untuk menonton film bertemakan dewasa tersebut. Selama ini Seokjin dan yang lain melarangnya menonton film dewasa, bahkan untuk tidur lewat dari pukul 9 malam pun dilarang. Kalau Jungkook merengek tak bisa tidur, Seokjin siap menemaninya hingga tertidur.

Jimin dan Taehyung belakangan ini sering mencemari pikirannya dengan bercerita mengenai film biru yang mereka tonton dikamar Jungkook, dan didepan Jungkook. Begitu usianya sudah legal, Jimin dan Taehyung mulai terang-terangan mengajaknya menonton film dewasa tersebut. Jungkook sangsi, karena ia masih memegang peraturan dari kakak tertua—yang kini telah menjadi kekasihnya.

Between UsWhere stories live. Discover now