"Enggak, lagian gue kuliah jam 10 nanti. Jadi, masih ada waktu buat antar lo ke sana," jawab Sakha, ia pun bingung kenapa dirinya bisa sebaik itu pada orang yang baru ditemuinya kemarin.

"Tapi, aku takut ngerepoin kamu."

"Udah, nggak apa-apa. Lagian belum tentu lo tau tempatnya, 'kan? Jadi, biar gue aja yang antar lo, tempatnya nggak terlalu jauh dengan kampus gue, kok. Sekalian nanti setelah antar lo, gue langsung ke kampus," jelas Sakha yang membuat Luna berpikir sejenak, menimbang-nimbang tawaran Sakha.

"Emm ... ya, udah. Aku ikut kamu," ujar Luna, apa yang dikatakan Sakha benar. Ia belum tentu tahu tempatnya di mana, apalagi ia juga tidak tahu harus naik apa ke sana.

"Ya, udah, ayo! Tapi, sebelum ke sana kita sarapan dulu, ya."

"Huh?"

"Lo tenang aja, biar gue yang traktir lo."

"Tapi –"

"Udah, ayo," ajak Sakha sambil menarik tangan Luna, dan membawanya pergi dari sana.

***

Safa turun dari angkot yang ia tumpangi dari terminal bus tadi, tepat pukul 14.15 wib ia dan Alfi sudah sampai di Jakarta. Dan, sekarang ia menuju kontrakan tempat tinggalnya selama di Jakarta. Namun, sebelum ke kontrakan, ia terlebih dahulu mampir ke mini market. Karena ada keperluan yang harus ia beli untuk persediaan.

Setelah membayar ongkos angkotnya, Safa berjalan menuju mini market itu sambil menggenggam tangan Alfi. Anak itu tampak senang, saat Safa ajak ke mini market. Jelas saja akan senang, karena Alfi pasti akan memilih banyak makanan kesukaannya di dalam.

Setibanya di dalam, Safa berjalan mengelilingi setiap rak yang ada di sana untuk membeli segala keperluannya. Seperti perlengkapan mandi, susu untuk Alfi, makanan, dan yang lainnya.

"Bunda, mau itu, Bunda," ucap Alfi yang menarik-narik baju Safa sambil menunjuk ke salah satu rak.

"Alfi mau apa?" tanya Safa, karena Alfi tak jelas menunjuk ke arah mana.

"Itu, Bunda."

"Itu apa?"

"Itu."

"Coba Alfi tunjukkinnya yang benar sama, Bunda. Yang mana?" tanya lagi Safa bingung.

Alfi pun menarik Safa untuk mengikutinya ke salah satu rak. Setelah dekat, ia kembali menunjuk apa yang diinginkannya itu.

"Permen?" tanya Safa yang langsung diangguki Alfi. "Jangan permen, ah. Alfi baru aja sembuh dari sakit gigi kemarin, kalau makan permen lagi nanti sakit gigi lagi. Memangnya Alfi mau sakit gigi lagi?"

"Alfi mau pelmen, Bunda," katanya sambil menunjukkan puppy eyes-nya. Membuat Safa merasa gemas saat melihatnya.

"Beli permennya lain kali aja, ya. Alfi beli makanan yang lain aja," bujuk Safa, kali ini membuat anak itu mengembungkan pipinya cemberut. "Alfi, kan, anak baik. Masa nggak mau nurut sama, Bunda. Jangan permen, ya."

"Ndak jadi beli pelmen."

Safa tersenyum, lalu mengelus lembut kepala Alfi.

"Terus Alfi mau apa?"

"Jelly."

"Jelly?" Alfi menganggukkan kepalanya sambil menunjuk pada makanan lain sebagai ganti permen yang tidak diperbolehkan oleh Safa. "Ya, udah, Alfi beli jelly," ujarnya sambil mengambil satu bungkus jelly yang diinginkan Alfi.

Setelah itu, Safa kembali berkeliling mini market itu, mencari apa saja keperluan yang akan dibelinya. Hingga 5 menit kemudian, Safa berjalan menuju kasir setelah dirasa cukup barang yang ia cari.

"Bunda mau balon," pinta Alfi di sela-sela menunggu barang balanjaan Safa yang tengah dihitung. Ia menunjuk ke arah luar, di mana ia melihat seorang penjual balon di pinggir jalan.

"Iya, sebentar. Tunggu belanjaan Bunda dihitung dulu."

"Sekalang, Bunda."

"Iya sebentar lagi, sayang."

"Balon!" teriak Alfi saat melihat pedagang balon itu hendak pergi, dan saat itu juga ia tiba-tiba lari keluar dari mini market itu sendiri untuk mengejar pedagang balon itu.

"Astaghfirullah, Alfi!" panggil Safa, namun Alfi tak mendengarnya. "Mbak, belanjaan saya jadi berapa?"

"Semuanya jadi 325.500 rupiah, Mbak," ucap penjaga kasir itu.

Safa mengeluarkan dompetnya, lalu memberikan empat lembar uang seratus ribuan pada kasir itu. Kedua mata Safa terus fokus melihat keluar, ia khawatir pada Alfi yang malah pergi sendiri. Dan, ke-khawatirannya itu terjadi saat melihat Alfi yang hendak nyebrang sendiri saat itu.

"Alfi!" pekik Safa sambil membulatkan kedua matanya. Tanpa menunggu uang kembaliannya, Safa mengambil kantong keresek belanjannya. Lalu, pergi dengan cepat untuk menghampiri Alfi.

"Mbak, kembaliannya!" teriak kasir itu, namun tak dihiraukan oleh Safa.

Safa berlari mengampiri Alfi, barusan ia melihat Alfi yang hampir saja terserempet motor. Jika tak ada seorang lelaki yang menolongnya, untungnya saja lelaki itu sangat cepat menyelamatkan Alfi. Tepat saat sudah berada dekat dengan Alfi, Safa menarik tangan Alfi dan langsung memeluknya dengan erat. Serta jantung yang berdetak kencang karena kaget.

"Alfi, kamu nggak apa-apa, kan? Nggak ada yang luka, kan?" tanya Safa setelah melepaskan kembali pelukannya, dan memeriksa seluruh tubuh Alfi.

"Ndak, Bunda," jawab Alfi yang membuat Safa bernapas lega. Ia benar-benar tak tahu apa yang akan terjadi pada Alfi, jika tidak ada orang yang menolongnya barusan.

"Alhamdulillah, kalau Alfi nggak kenapa-kenapa. Alfi jangan lari-lari sendiri lagi, Bunda khawatir. Bunda, kan, suruh Alfi tunggu sebentar tadi."

"Maaf, Bunda. Alfi mau balon." Safa menganggukkan kepalanya, ia pasti akan memaafkan Alfi. Justru, ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri, jika terjadi sesuatu pada Alfi.

"Alfi ditolong Om itu," ucap Alfi sambil menunjuk seseorang yang berdiri di samping Safa.

Safa berdiri untuk mengucapkan terima kasih pada lelaki yang baru saja menolong Alfi, tapi baru saja ia hendak berbicara. Suaranya tertahan saat melihat wajah lelaki itu, yang tak asing baginya.

***

Full Of Secret ✓ [TERBIT : LOTUS PUBLISHER]Onde histórias criam vida. Descubra agora