12. Jodoh

1.3K 211 46
                                    

Jodoh itu rahasia, tak pernah bisa disangka

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

Jodoh itu rahasia, tak pernah bisa disangka. Berharap pada orang yang setia, tapi malah disatukan dengan orang yang pernah memberi luka. Tujuan Tuhan hanya sederhana, menyatukan dua insan untuk bersama. Dengan skenario-Nya yang tak pernah terduga.

~ Full Of Secret ~

***

"Gue suka sama lo, Lun," ungkap Sakha, yang membuat Luna menghentikan kegiatannya yang tengah mengunyah bakso di dalam mulutnya. Tubuhnya tiba-tiba mematung, apakah ia tidak salah dengar?

"Gue nggak tau sejak kapan, yang jelas gue nggak bisa jauh dari lo," lanjutnya dengan kedua mata yang menatap Luna.

Luna menelan kunyahan baksonya bulat-bulat, ia masih kaget dengan ungkapan Sakha yang begitu mendadak. Bagaimana tidak mendadak, sedari tadi mereka hanya makan bakso tanpa mengobrol apa pun. Namun, barusan setelah terjadi keheningan beberapa menit, Sakha malah bilang menyukainya.

"Lo mau nggak jadi pacar gue?" tanya Sakha.

Jantung Luna tiba-tiba berdetak lebih kencang, hal yang selalu ia rasakan setiap dekat dengan Sakha. Namun, detakan itu kali ini terasa lebih kencang beberapa kali lipat. Ah, apa yang sebenarnya terjadi dengan Luna?

"Pa-pacar?" tanya balik Luna meyakinkan apa yang didengarnya barusan tidak salah.

Sakha menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, membuat Luna terdiam. Apalagi, saat melihat keseriusan yang ia lihat pada tatapan Sakha.

"Kok, bisa kamu suka sama aku?"

"Emangnya nggak boleh?"

"Bukan gitu, kamu tau sendiri. Aku itu, cuma gadis desa –"

"Emang kenapa kalau gadis desa?" sela Sakha.

"Ya, aku merasa nggak pantas aja ka –"

"Menurut gue, lo pantas untuk gue."

"Aku nggak cantik kayak teman-teman ka –"

"Gue nggak butuh yang cantik, gue butuhnya yang nyaman. Dan, gue nyaman sama lo," sela lagi Sakha untuk yang ketiga kalinya, padahal Luna belum selesai bicara.

"Aku bukan orang kaya, seperti –"

"Gue juga nggak butuh yang kaya, gue butuhnya yang menerima gue apa adanya."

"Tapi aku –"

"Gue maunya lo, cuma lo, jangan berpi –"

"Sakha, aku belum selesai bicara. Kamu malah potong ucapan aku terus," gerutu Luna kesal, tapi anehnya malah membuat Sakha terkekeh.

Sakha meraih tangan Luna yang bebas tidak memegang sendok, lalu menggenggamnya. Seraya berkata, "Gue nggak peduli lo mau beralasan apa, dan gue nggak peduli itu. Gue benar-benar suka sama lo, Lun. Bahkan mungkin, gue udah jatuh cinta sama lo. Gue mau lo jawab, ya, nggak boleh tidak. Karena gue nggak suka penolakan."

"Ih, maksa. Nggak boleh tau maksa-maksa orang," ujar Luna.

"Cuma sama lo doang gue maksa, tapi buktinya lo nurut-nurut aja sama gue. Artinya lo nggak pernah bisa nolak gue, sekarang juga pasti lo nggak bisa nolak gue," kata Sakha begitu percaya diri.

"Kata siapa aku nggak bisa nolak? Aku bisa, kok, nolak kamu," balas Luna.

"Lo mau nolak gue sekarang?"

Luna terdiam, berpikir sejenak sambil menatap Sakha yang kini terdiam dengan wajah menunggu jawaban.

"Iya!" seru Luna, setelah beberapa menit terdiam.

"Serius?"

"Iya ...,"

Sakha terdiam mematung mendengar jawaban dari Luna, ternyata ia memang terlalu percaya diri beranggapan jika Luna menyukainya juga selama ini. Ia menundukkan kepalanya, sambil menghela napasnya. Dan, hal itu tak luput dari penglihatan Luna. "Iya, aku mau jadi pacar kamu," ujar Luna dengan suara tawa yang menyembur setelahnya, ia tak bisa menahan tawanya saat melihat Sakha barusan. Lucu sekali ekspresi wajahnya.

Sakha mendengus sebal, saat sadar jika Luna mengerjainya. Namun, ia juga tak bisa menahan senyumannya untuk mengembang, dan tangannya jahil mengacak rambut Luna.

***

Dengan jantung yang tak hentinya berdetak kencang, Sakha menyambut tangan pria setengah baya di hadapannya. Keringat mulai membasahi pelipisnya, ia tampak gugup dan tegang sekarang. Perutnya terasa mulas, ingin rasanya ia izin ke toilet. Namun, ia urungkan karena takut ditertawakan. Apalagi, banyak pasang mata yang tertuju ke arah mereka.

Setelah 2 minggu berlalu, tibalah hari pernikahan Sakha dengan Safa. acaranya diadakan di salah satu gedung yang ada di Garut, semuanya diatur sedemikian rupa oleh kedua orang tua Sakha dan Safa. Sedangkan, dirinya tak ikut-ikutan, ia hanya ditugaskan untuk menghapal kalimat ijab kabul dan datang pas di hari H. Seperti saat ini, ia duduk saling berhadapan dengan Ayah Safa, seorang Qadhi, 2 saksi, dan juga orang-orang yang menyaksikan pernikahan mereka.

"Sampai kamu malu-maluin, Mama bawa kamu ke tukang sunat lagi!" Sakha menelan ludahnya dengan susah payah saat ancaman mamanya tiba-tiba berputar di otaknya, bukannya membuat ia tenang. Ancaman mamanya itu, malah membuatnya merinding.

"Bagaimana sudah siap?" tanya seseorang yang duduk di sebelah pria setengah baya yang menggenggam tangannya.

Sakha hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, mau tak mau ia harus siap. Karena, kalau tidak. Ia akan diseret ke tukang sunat oleh mamanya.

"Baiklah, silahkan, Pak." Pria setengah baya yang di hadapannya itu mengangguk sebagai jawaban.

"Ananda Sakha Abi Baskara bin Rehan Jati Baskara. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya Safaluna Mahreen Alfarisi binti Irwan Alfarisi dengan maskawin seperangkat alat salat dan emas seberat 50 gram dibayar, tunai."

Sakha menelan ludahnya dengan susah payah, lalu mengambil napas panjang. Sebelum akhirnya ia berkata, "Saya terima nikahnya dan kawinnya Safaluna Mahreen Alfarisi binti Irwan Alfarisi dengan maskawinnya yang tersebut dibayar tunai."

"Saksi sah?" tanya seorang Qadhi.

"Sah!" jawab para saksi.

Sakha menghembuskan napasnya lega, begitu juga dengan kedua orang tuanya. Itu, artinya Sakha tak akan diseret ke tukang sunat lagi oleh mamanya. Hanya saja, ia harus menerima kenyaaan jika sekarang ia telah menjadi suami dari perempuan yang pernah membuatnya kecewa.

"Sekarang mempelai wanita bisa dibawa keluar." Sakha terdiam saat mendengar itu, ia tak bisa mendongkakkan kepalanya. Bahkan, saat orang-orang di belakangnya terdengar riuh ketika melihat pengantin wanita keluar dari ruangan yang berada di gedung itu, Sakha belum mau mendongkakkan kepalanya.

Hingga tak beberapa lama, ia merasakan ada seseorang yang duduk di sampingnya. Sakha memberanikan diri untuk mendongkak dan menoleh ke samping kanannya, saat itu juga kedua matanya bertemu dengan mata perempuan yang kini telah menjadi istrinya.

***

Full Of Secret ✓ [TERBIT : LOTUS PUBLISHER]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें