lonely

31 8 26
                                    

Rintik air hujan mengalir turun membasahi jendela. Memandang keluar dengan tatapan kosong. Sejak kejadian malam itu, punggung Aera terasa begitu dingin. Perasaannya begitu nyeri dan ngilu. Dalam pejaman matanya, ingatan itu seakan mencoba meremukkan perasaan Aera yang telah hancur lebur. Bagaimana ia harus membuat pilihan untuk melindungi keluarganya. Meski bisa dibilang terlambat, namun Aera mengakui setitik rasa yang begitu hangat tersebut.

Bagaimana Hoseok berusaha mengklaim bahwa dirinya adalah miliknya. Hanya saja, mau tak mau ia harus berbohong. Sebenarnya siapa yang hendak ia bohongi di sini. Kenyataannya cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Aera akhirnya menepis ucapan amarah Hoseok yang mengakui dirinya. Ia hanya menghela napas. Kali ini ia harus berhadapan dengan kakak tirinya yang entah sejak kapan sudah berada di sisinya.

“Kau terlihat melamunkan sesuatu. Apa ini karena Hoseok?”
Aera menoleh dengan tatapan nanar dan malas. Keberadaannya di sini hanya seperti seorang tahanan. Betapa Aera adalah pusat dari akhir perselisihan antar Jung Min dan Han Ryeon. Jung Min menginginkan seluruh harta ayahnya sedangkan Han Ryeon juga demikian. Namun ridak sekedar harta melainkan kematian Aera.

“Bukan urusanmu,” jawabnya ketus.

Jung Min pun menyeringai di tengah pergerakannya untuk melipat kedua tangannya di dada. “Terserah kau saja bagaimana menentukan sikap. Yang mana pun kau tetap akan mati. Betapa dunia seakan tidak adil bagimu. Kematian seakan menjadi hal yang pasti bagimu. Aku tidak akan berpanjang lebar. Bagaimana pun kau harus menurut jika kau tidak ingin orang-orang yang berkaitan denganmu mati begitu saja bukan?”

Perkataan itu sangat menusuk bagi Aera. Sungguh amat disesalkan bahwa dirinya sekarang sedang sekarat. “Jika kau menginginkan harta, aku bisa memberikannya. Tetapi kau tidak perlu menggunakan keluarga Jung sebagai korban dari keserakahanmu.” Dengan sarkastis Aera menyudutkan Jung Min.

“Terkadang harta sanggup membeli apa pun yang tidak bisa di beli. Bahkan kesetiaan. Namun aku yakin akan beda hasilnya jika dia adalah Yoongi dan Hoseok. Kau tahu, Yoongi seharusnya juga mati karena ia telah menembak ayah kita. Namun aku juga berterima kasih berkat dirinya aku tidak perlu bersusah payah untuk mengambil hartanya.”

Aera menyeringai. “Bagaimana bisa aku bertemu seseorang yang tidak memiliki urat malu?”

“Aera... Aera....” Jung Min menggeleng. “Aku hidup lebih lama darimu. Meski hanya selisih beberapa tahun jadi aku yang paling mengerti bagaimana ayahku meninggalkanku hanya demi seorang anak seperti mu.”

Jung Min menyapu jarak yang memisahkan dirinya dan Aera. Ia duduk di sisi Aera dimana saat Aera di dekati, gadis itu beranjak untuk sedikit berdiri. Gadis itu pun juga merasa takut dan gemetar. Bagaimana pun laki-laki ini cepat atau lambat akan menghabisi nyawanya.

“Jika saja ibumu tidak hadir, mungkin ayahku tidak akan meninggalkanku. Kau tidak tahu kan rasanya di tinggalkan?” satu alisnya terangkat. Betapa ia sudah memendam kebencian itu bertahun-tahun.

Aera terperenyak. Baru kali ini ada seseorang yang mengutarakan kebenciannya secara langsung setelah Hoseok dimana yang mengutarakan itu adalah saudara kandungnya. Bahkan tidak pernah Aera meminta sedikit pun berada di situasi sesulit ini.

“Ayah dan ibu, keduanya sudah meninggalkanku. Bahkan suamiku. Jadi tidak perlu bersikap bahwa dirimu korban,” jawab Aera sarkastis.

Jung Min terkekeh. “Aku tidak peduli. Minggu depan aku akan bertemu dengan Han Ryeon. Aku akan menggunakanmu sebagai umpan untuk menghancurkannya. Meski aku pernah menolaknya. Setelah aku berhasil menghabisinya baru nyawamu yang akan kuhabisi.”

Meski tipis, dalam diamnya Aera gemetar. Bibirnya terkatup rapat seakan tercekik. Ia tidak bisa mengatakan apa pun. Bagaimanapun ia seorang wanita yang dayanya tidak sama dengan seorang pria. Meski ia ingin memberontak namun, tubuhnya terasa tidak mampu. Napasnya naik turun menahan nyeri.

“Jika itu maumu, maka bisakah kau tepati janjimu agar tidak menyentuh keluarga Jung?” Aera berusaha mengumpulkan keberaniannya. Bagaimanapun mereka sangat penting baginya.
Jung Min tersenyum. “Baiklah. Aku orang yang memegang janji.”
Tetapi tetap saja aku ingin melenyapkan Hoseok. Gumamnya dalam hati. Entah dendam apa yang terjadi di antara keduanya namun, membayangkan wajah pria brengsek itu sudah memancing hasratnya untuk menodongkan pistol miliknya tepat di atas kepalanya.

☆☆☆

“Terima kasih. Kerjamu bagus.” Wanita itu menyeruput teh dari cangkir yang ia pegang. Begitu cairan itu menyapa bibirnya, rasa hangatnya air teh yang baru saja diletakkan di atas meja membuatnya senang. Bukan karena tehnya yang terasa enak melainkan karena sesuatu hal.

“Sesuai perintah Anda. Foto-foto itu sudah aku kirimkan ke alamat yang tepat. Kemarin malam aku juga sudah menyaksikan sebuah drama yang begitu bagus. Mirip dengan drama yang di tayangkan di layar telivisi. Sang nyonya yang diusir dari kediamannya di saat hujan turun dengan deras.”

“Harapanku sepertinya hanya dirinya.” Akhirnya Yoo Ra terbiasa dengan keberadaan Hoseok yang selalu berada di sisinya. Menyingkirkan Aera adalah jalan yang terbaik. Meski ia tidak bisa mendapatkan Yoongi, tetapi perhatian Hoseok terhadapnya berhasil membuatnya seakan bergantung dengan pemuda itu.

Di sisi lain, orang itu mengepalkan tangan hingga urat nadinya menyembul ke permukaan kulitnya. Ia tidak menyangka bahwa ada siasat dibalik kemarahannya semalam. Tanpa alasan ia baru saja membuat seseorang terusir dari rumahnya yang seharusnya memang milik istrinya. Dengan tidak sabaran, ia melangkah mendekati kedua orang itu tanpa menunggu lagi.

Ia pun mencondongkan tubuhnya menghadap Yoo Ra dengan tiba-tiba hingga wanita itu terkejut. “Kau, jadi kau yang mengirim foto itu? Katakan kenapa kau mengirimnya?”

Yoo Ra pun terbelalak melihat kedatangan Hoseok yang langsung mencondongkan tubuhnya terhadapnya dengan penuh intimidasi. “Hoseok-ah... aku....”

Hoseok pun menyeringai. “Ternyata kau yang mengikuti istriku. Aku tidak menyangka kau sepicik ini. Katakan, berarti kau mengetahui sesuatu kan?”

“Hoseok-ah, aku tidak mengerti apa maksudmu. Aku....”

“Brengsek! Demi kau, aku melakukan banyak hal hingga aku tidak memikirkannya. Bahkan dirinya tidak pernah memikirkan untuk menyentuhmu hanya untuk melukaimu karena dia tahu aku mencintaimu. Tetapi... bodohnya aku terperosok dalam jebakanmu. Katakan, siapa pria itu?!”

“Aku tidak tahu,” Yoo Ra menjawab dengan cepat. Berusaha mencari aman dan mengalihkan perhatiannya. Namun, ini kali pertama Hoseok menyentuh rahang bawah gadis itu dengan erat agar gadis itu menghadapnya.

“Aku tahu kau berbohong. Katakan atau kubuat kau tidak bisa bicara selamanya!” Hoseok mengintimidasi dengan sebuah ancaman. Baru kali ini ia bersikap sedingin ini kepada Yoo Ra, orang yang selalu dia puja. Orang yang baru dibayar oleh Yoo Ra pun beranjak untuk kabur. Akan tetapi Hoseok mengeluarkan senjatanya dari balik punggungnya lalu menembak kaki tangan Yoo Ra yang menjadi informan bagi wanita itu.

Mau tak mau dengan tergagap bahkan suara tembakan itu berhasil melumpuhkan targetnya, Yoo Ra pun angkat bicara. “Di-dia, kakak tiri Aera. Park Jung Min. Seorang pembunuh bayaran dari Spanyol.”

Deg... Hoseok pun membeku. Apa yang baru ia lakukan. Ia menyudutkan Aera dengan tuduhan yang sama sekali tidak beralasan. Kini ia mengerti mengapa Aera memilih menentang Hoseok, karena ia melindungi kakaknya. Kakak tirinya. Namun, setahu Hoseok, Aera tidak memiliki seorang kakak. Ada yang janggal di sana. Dengan bengis dan sorot mata yang tajam Hoseok pun pergi meninggalkan Yoo Ra.

Sebelum pergi, Hoseok pun berkata. “Aku berhenti. Aku tidak menyangka kau akan berbuat sekeji ini atas perbuatan yang sama sekali tidak pernah istriku lakukan. Sepertinya aku salah menambatkan dan mempercayakan kepercayaanku padamu. Mulai sekarang, aku akan melupakanmu. Aku tidak ingin menjalin hubungan dengan wanita berhati iblis yang menjelma sebagai seorang peri.”

Pria itu pun beranjak pergi meninggalkan Yoo Ra yang terlihat lemas. Rencana yang baru saja ia rencanakan telah gagal. Bahkan pria itu sudah tak sudi memalingkan wajahnya.

☆☆☆

“Hyung – ah!” Jungkook berlari tergesa – gesa menghampiri Seokjin yang masih duduk di belakang meja kerjanya. Memandangi delapan layar monitor untuk memantau sesuatu yang ia cari. Memantau semua pergerakan dalam ruang kendali.

“Kenapa kau begitu tegang dan tergesa – gesa?” kursi putar itu berputar menghadap Jungkook. Seokjin membaca sesuatu dari wajah adiknya yang pasti bukan kabar baik.

Jungkook memegang kedua lututnya. Paru – parunya seakan meledak karena berusaha menarik oksigen untuk mengatur napasnya normal.

“Aera....” Pria itu masih berusaha mengatur napasnya agar normal. Saking terkejut dan lelah ia jadi sulit bicara karena kehabisan oksigen.

Setelah napasnya sedikit teratur ia melanjutkan ucapannya. “Aera mengundurkan diri dari kampus. Hari ini ia tidak datang ke kampus atau bahkan berkumpul bersama keluarga Jung. Awalnya ku pikir mungkin Aera sakit atau ada acara yang mengharuskannya untuk tidak ikut perkuliahan. Pikiranku waktu itu masih positif, mungkin saja ia masih ada urusan dengan Tuan Jung sebagai menantu. Tapi ini sudah satu bulan dan aneh sekali. Akhirnya aku menyelidikinya hari ini.  Dan itu hasilnya. Eoh, Hoseok mengatakan bahwa mereka akan bercerai.” Jungkook pun terdiam sejenak dengan dua perasaan yang tak menentu. Antara khawatir dan senang.

Membaca wajah Jungkook yang terlihat seperti orang bodoh membuat Seokjin berkata ketus. “Jangan berpikir macam – macam untuk memiliki Aera.”

“Aku tidak bilang begitu.”

“Bodoh.” Seokjin mengetuk dahi Jungkook dengan tangan kanannya. “Kau pikir sudah berapa tahun kau hidup bersamaku. Terlihat jelas sekali si wajahmu.”

Jungkook mengembungkan pipinya. Seolah wajah itu seperti selembar kertas yang tertulis dengan tinta hitam dan menampilkan isi hatinya. Memangnya wajahnya ini monitor yang selalu ia lihat setiap harinya dan muncul tulisan setiap isi pikirannya. Pemuda itu pun duduk di pinggir meja kerja Seokjin.
“Apa yang kau periksa?” Jungkook mengamati Seokjin yang serius.

Meski Seokjin tidak menampakkan reaksi panik, tapi ia panik sekarang. Dimana Aera sekarang dan kenapa gadis itu mengundurkan diri. Tiba – tiba saja kepala Seokjin terasa pening dan berat. Terasa nyeri di bagian belakang kepala. Bahkan ia beberapa kali menghela napas berat.

Jari jemarinya mengetik di atas keyboard dan berusaha mengandalkan satelitnya untuk pencarian. Komputer milik Seokjin telah terhubung dengan beberapa data base di seluruh dunia sehingga ia bisa mengakses informasi apa pun termasuk pencarian dan pengendalian dari jarak jauh.

“Aku tidak bisa menemukannya dimana pun. Tidak ada penerbangan keluar kota atau pun penarikan uang melalui kartu debet dan juga transaksi melalui kartu kreditnya. Biasanya jika Aera pergi seorang diri pasti ada histori ke mana dia pergi. Apa lagi setiap orang yang bepergian juga membutuhkan uang. Ia tidak menggunakan kartu kreditnya. Selain itu aku sudah berusaha melacak melalui nomor ponselnya. Semua data di hapus.” Seokjin menyandarkan punggungnya ke kursi putar.

“Pria itu. Mungkin pria itu yang menanggung seluruh hidup Aera. Aku pernah melihat Aera sekali bersama seorang pria.” Jungkook berasumsi.

Tapi asumsi Jungkook membuat Seokjin gemetar. “Jika aku tidak bisa melacaknya, kemungkinan ia bersama dengan orang yang kau sebut tadi. Kemungkinan ia memiliki kemampuan sepertiku. Menghapus data setiap perjalanan dan menyembunyikan segala informasi. Dia dalam bahaya.” Seokjin kini berdebar. Ia berharap perasaannya salah. Tapi ia menyesali dirinya sendiri. Pemuda itu gagal melindungi Aera. Membiarkan gadis itu pergi tanpa perlindungan. Dan sialnya Seokjin tidak tahu gadis itu pergi bersama siapa dan dimana.

Seokjin memijat pelipisnya yang terasa semakin pening. Gambaran musuh kembali bergelayut di kepalanya. Jika Aera jatuh ke tangan musuh yang masih berusaha melenyapkannya maka.....

Haish.... sial... aku tidak tahu jika bisa terjadi seperti ini..... Seokjin merutuki dirinya sendiri. Ia mengacak rambutnya dengan kasar karena frustrasi.

Jungkook pun mulai ketakutan. “Lalu kita harus bagaimana hyung?”

“Meminta bantuan keluarga Jung.”

☆☆☆

Malam itu Yoongi datang berkunjung ke rumah Hoseok. Benar, rumah. Rumah yang di tinggali Hoseok dan Aera setelah menikah. Meski ini bukan ranahnya tapi sebagai kakak ipar, ia merasa cemas.

Menurut Yoongi, Hoseok harus mengetahui hal ini. Saat menuju lantai dua, ia melihat adiknya yang sedang menikmati segelas wine. Wajahnya terlihat muram dan sedih. Yoongi seakan melihat Hoseok yang sedang putus asa.

Pemuda itu mendengus kasar dan mengusap belakang kepalanya yang terasa berat seakan di tekan dengan besi yang memiliki bobot satu ton. Bahkan sesekali ia terlihat kesal dan mengacak rambutnya.

“Kau baik – baik saja?” tanya Yoongi sembari menepuk bahu adiknya.

Meski hanya satu tepukan, Hoseok merasa sedikit lebih baik. Ada orang yang masih mau memedulikannya. Sejak saat itu, Jung Taehyung sang adik tidak pernah berbicara padanya. Bahkan untuk komunikasi ringan pun tak pernah. Pemuda itu sibuk dengan dunianya.

“Aku merasa kacau sekarang.” Mulanya saat Hoseok mulai mendongak. Dadanya terasa sesak dan menekannya hingga begitu sakit. “Aku ingin berbicara pada Taehyung tapi ia masih marah padaku. Jika bicara pada ayah, sudah pasti ia akan membunuhku. Paling tidak aku masih berterima kasih pada adik bodohku itu yang masih mau menutup mulut.” Hoseok mendengus kasar. Sejujurnya dampak dari masalah ini pun ia sangat tahu. Akibat tindakan bodohnya ia kehilangan Aera. Beberapa panggilan telepon dari ayahnya selalu ia abaikan. Sesekali ia membalasnya dengan pesan singkat. Namun mau sampai kapan ia bisa menutupi ini. Bayangan akan pistol yang mungkin akan ditodongkan di atas pelipisnya membuatnya nyeri.

Yoongi masih menunggu dan memilih diam. Apa yang terjadi di antara kedua adiknya ini. Bahkan sebagai kakak, ia tidak tahu apa pun. Tapi sikap Taehyung sedikit berubah. Kadang – kadang ia akan sangat emosional lalu tiba – tiba bersedih seakan menanggung sebuah beban yang berat.

Bahkan untuk berbicara secara intens, Taehyung pun enggan dan memilih pergi tanpa sempat Yoongi menanyakan apa pun.
“Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian. Kau, Aera dan juga Taehyung. Jika salah satu dari kalian tidak ada yang memberitahuku bagaimana aku bisa menolong kalian!” Yoongi juga mulai jengah. “Aera bahkan ia tidak pernah membalas atau menjawab panggilan dariku. Dan setelah itu nomor itu tidak aktif lagi.”

“Begitu juga aku. Ku pikir, selama aku menghabiskan waktu bersama Yoo Ra, gadis itu perlahan – lahan mulai menerimaku. Sikapnya yang selalu manja padaku dan juga membutuhkanku saat ia dalam kesulitan adalah tanda bahwa ia mulai menyukaiku.” Ia tersenyum miris lalu meminum wine itu lagi.
Memainkan gelasnya dengan sorot mata putus asa. “Ternyata aku salah. Dia adalah orang pertama yang menyentuh Aera. Berharap gadis itu akan meninggalkanku. Memfitnahnya melalui beberapa foto yang ternyata, dia adalah kakak tirinya.”

Mendengar itu membuat Yoongi semakin jijik dengan gadis itu. Namun, tunggu dulu, kakak tiri? Sejak kapan Aera memiliki kakak? Yoongi pun bertanya-tanya. Ia mengernyitkan dahi karena bingung.

Hoseok tertawa karena kebodohan dan juga kepedihannya sendiri. “Benar. Seorang kakak tiri yang ku kira kekasihnya. Jika kau ingin bertanya lebih detail, aku tidak memiliki jawabannya karena aku juga sedang mencari jawabannya. Pada akhirnya semua meninggalkanku.”

“Itu karena kebodohanmu sendiri.” Sindir Yoongi menyimpan pertanyaan itu yang masih membuatnya berpikir.

Pemuda itu hanya menggelengkan kepalanya. Ia melemparkan sebuah amplop berwarna coklat kepada Yoongi. Bola mata Yoongi beralih pada amplop itu. Apa sebenarnya isinya. Begitu di buka, ternyata beberapa lembar kertas foto Aera dengan pria lain yang Yoongi ingat pria itu adalah orang yang mengantar adik iparnya ke kampus waktu itu.

“Dalam foto itu dia terlihat bahagia.” Hoseok yang sudah mulai setengah mabuk memukul dada kirinya. “Dia benar – benar membalasku. Dia benar – benar ingin meninggalkan aku dan....” Hoseok pun tiba – tiba terisak. “Dia membuatku sakit.”

Yoongi hanya bisa menyeringai. Betapa hebatnya Tuhan sudah membalas sakit hati Aera yang di permainkan oleh adiknya itu. “Mungkin itu yang ingin Aera lihat darimu. Rasa sakit yang ia rasakan saat kau bersama Yoo Ra.”

“Aku menyesal Hyung. Karena aku dia terluka. Padahal aku bersungguh – sungguh di hadapan Tuhan untuk mencintainya seumur hidupku. Aku terlalu terobsesi dengan Yoo Ra hingga aku mengabaikan gadis yang mencintaiku. Yang mengucap sumpah bersamaku. Mungkin dia marah karena aku telah menyebutnya jalang. Bukan mungkin, tapi dia sangat marah.” Mata itu terpejam sendu. Menahan air mata yang hendak keluar. Bola matanya terasa panas. Tapi ia sudah terlambat.

Namun tiba – tiba, satu pukulan mendarat sempurna di pipi Hoseok. Hoseok bisa merasakan darahnya yang mengalir dari sudut bibirnya. Rasa nyeri dan anyirnya darah membuatnya semakin pening. “Dia bukan jalang. Kaulah yang menyebabkan dia pergi! Apa kau tahu dia mengundurkan diri dan....” pemuda itu mengambil jeda. Ini sangat menyakitkan. “Menghilang. Aku tidak bisa menemukannya dimana pun.”

Hoseok pun semakin terpuruk. Baru kali ini menangis. Menangis karena kesalahannya yang begitu banyak pada Aera istri yang dengan tulus mencintainya namun ia menyiakannya. Menyakiti batinnya dan menorehkan luka begitu dalam. Yang paling membuatnya semakin sakit adalah saat mereka bercinta. Ia menyesal karena dengan jujur ia mengatakan bahwa dirinya mencintai wanita lain padahal ia sedang berada bersama istrinya dan tidur bersama. Betapa ia sangat keterlaluan. Jika seperti ini, ia sama saja memperlakukan Aera seperti jalang di luaran sana yang memakainya jika ia butuh. Hanya sebagai alat pelampiasan nafsunya semata.

Pemuda itu jadi teringat bagaimana gadis itu tersenyum dengan tulus. Menciumnya hanya untuk membiarkannya pergi bersama Yoo Ra. Menunggu dia pulang padahal ia tahu, istrinya mengalami masa tersulit. Ayahnya yang pergi karena kesalahan saudaranya sendiri. Hoseok begitu egois ingin memiliki Aera namun ia mengabaikannya dan berpaling pada Yoo Ra yang jelas telah menjebaknya hingga mereka terpisah.

Sedangkan Yoongi, ia melihat tanggal yang tertera di bawah foto itu. Mungkin foto itu bisa menjadi petunjuk.


Make It RightWhere stories live. Discover now