Brother

22 7 2
                                    

Aera hanya berdiam diri di dalam kamarnya. Benar – benar di dalam kamarnya. Rumah pemberian orang tuanya yang lebih nyaman. Sejak hari itu selang dua minggu berlalu, Aera tidak pernah kembali ke kediamannya.

Jungkook dan Seokjin pun sangat mengkhawatirkan Aera. Seokjin sudah mendengar semuanya dari yoongi. Awalnya Jungkook dan Seokjin sangat marah tapi melihat situasinya mereka jadi berpikir ulang. Yoongi tidak sengaja menghilangkan nyawa ayah Aera.
Kini Seokjin mengerti betapa hancurnya gadis itu saat ini. Kehilangan orang tua di saat – saat ia sangat membutuhkannya. Pertunangan hingga pernikahan yang di harapkan Tuan Youn, hanya menjadi neraka bagi Aera karena suaminya bahkan tidak mencintainya sama sekali. Yoongi, Taehyung, dan tuan Jung juga tidak memberitahukan hal tersebut.

Mereka pun sama menyesalnya. Mereka hanya bisa ikut prihatin dengan sikap Aera. Gadis itu merasa frustrasi akan hal ini. Apa lagi yang mau ia pertahankan. Bukankah mengakhiri hidup menjadi pilihan terakhir. Untuk apa ia bertahan.

Namun Aera memandang ke arah langit. Duduk di depan jendela kamarnya yang begitu besar. Aera kembali berusaha untuk berpikir jernih. Ia sudah berjanji dan bersumpah di hadapan Tuhan akan mencintai Hoseok setulus hati hingga maut memisahkan. Tidak mungkin di hadapan Tuhan ia berani berbohong.

Aera bukan Jung Hoseok yang sanggup melakukan hal itu. Tapi ini pilihan terberat. Jika ia kembali, Hoseok juga tidak peduli akan dirinya. Tapi sumpahnya pada Tuhan, itu bukanlah permainan.
Apa yang harus kulakukan..... gadis itu bergumam. Hatinya sekan berbisik dan berusaha berbicara padanya. Setiap kehidupan dalam menjalani hidup, semua pasti ada ujian. Hanya dengan kelembutan mungkin ia bisa meluluhkan hati Jung Hoseok.

***

Setiap Hoseok bertanya kenapa Aera tidak kembali ke rumahnya ayahnya hanya bilang, gadis itu perlu menenangkan pikiran. Namun setelah tak sengaja mencuri dengar, ia mulai mengerti. Ia membenci keluarga Jung karena kematian ayahnya. Hoseok sendiri juga terkejut akan hal ini.

Hoseok pun juga mulai mengerti kenapa Yoongi begitu mencintai istrinya dan dengan begitu mudah melupakan Yoo Ra. Ternyata karena ia merasa bersalah dan ingin melindungi Aera sampai akhir. Apa lagi, sikap Yoongi yang sekarang selalu mengabaikan Yoo Ra, itu membuat kesempatan Hoseok terbuka lebar. Tapi, gadis itu justru mengabaikannya.

Lamunan Hoseok pecah begitu ia mendengar suara mobil yang tiba. Hoseok mengintip dari balik tirai lantai dua. Aera terlihat baru keluar dari mobil itu. Sontak Hoseok pun gugup. Pemuda itu mondar – mandir seperti setrika panas. Ia bingung bagaimana harus bersikap. Hingga Aera pun masuk ke dalam rumahnya.

“Kau dari mana?” Hoseok pun akhirnya bisa mulai membuka pembicaraan.

Aera menghela napas. Wajahnya masih datar dan terlihat lelah. “Menenangkan diri di rumah.” Gadis itu hendak masuk ke dalam kamar.

“Apa rumah ini bukan termasuk rumah bagimu?” tanya Hoseok yang masih tak mau di abaikan eksistensinya.

Aera menghela napas. “Apa kau menganggapku istrimu? Jika kau tidak menganggapnya demikian, maka bagaimana aku bisa menganggap rumahmu sebagai rumahku?.”

Ucapan tajam Aera berhasil membungkam Hoseok dalam seketika. Namun saat Hoseok ingin menjawabnya sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Senyim pun mengembang di bibirnya.

“Aku mau pergi. Tak perlu menungguku.” Hoseok melangkah ke dalam kamar dan mengambil dompet beserta kunci mobilnya.
Aera masih menunggu di depan kamarnya. Untuk turun ke lantai satu harus melewati pintu kamarnya. Kini Aera tak akan menyembunyikan perasaannya. Asal Hoseok tahu bahwa ia sangat mencintainya, itu sudah cukup bagi Aera.

“Kau mau kemana?” tanya Aera menghentikan langkah Hoseok. Gadis itu melangkah mendekati Hoseok.

Hoseok pun semakin gugup saat istrinya mendekatinya. Ini aneh, Aera biasanya tak akan peduli ia mau pergi kemana.
“Huang Yoo Ra.”

Satu kata itu berhasil membuat Aera bergeming. Ingin rasanya gadis itu meluapkan rasa cemburunya tapi ia yakin itu hanya membuat Hoseok semakin menjauh darinya. Jika yang satu sedang menjadi api, maka Aera harus bisa menjadi air.
Aera menyapu jaraknya dengan Hoseok. Gadis itu berjalan perlahan dengan sisa tenaganya untuk mendekati suaminya. Kedua tangannya kini meraih resleting jaketnya dan merapikannya.

“Aku tidak akan menunggu.” Aera masih terfokus untuk mengaitkan benda kecil tersebut.

Hoseok bisa melihat tangan Aera yang gemetar. Hoseok meraih tangan Aera yang gemetar. “Kau baik – baik saja?” tatapan Hoseok khawatir.

Aera hanya tersenyum. “Aku baik – baik saja. Jaga kesehatanmu.” Sudah. Kini resleting itu tertutup dengan sempurna. Aera menjijit sedikit lalu mencium bibir Hoseok sesaat. “Berhati – hatilah.”

Ciuman yang singkat itu berhasil mengacaukan kerja jantung dan pikiran pemuda itu. Bagaimana gadis itu bisa seberani itu. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali seakan tak percaya. Tapi Hoseok merasakan tangan Aera yang hangat.

“Jelas kau tidak baik – baik saja.” Hoseok mulai cemas.

Aera terkekeh. Padahal baru saja ia bersikap cuek kini bisa selembut ini. “Aku mau istirahat. Pergilah. Dia menunggumu bukan.”

“Ah, eoh. Aku pergi.” Hoseok pun bergegas pergi.

Secepat itu pula Hoseok lupa dan mengabaikan Aera. Gadis itu pun akhirnya beranjak dari tempatnya berdiri. Ia memilih segera beristirahat. Akhirnya ia bisa merebahkan tubuhnya. Sangat nyaman.

Mata itu pun perlahan terpejam dan tak lama kemudian Aera terlelap.

***

Padahal baru semalam Aera sempat melihat tatapan Hoseok yang begitu hangat namun tatapan itu kembali dingin. Pagi itu Hoseok ingin pergi. Lagi – lagi ia kembali pergi untuk menemui Yoo Ra.
Aera senbaja bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan. Sarapan pagi itu hanya beberapa lembar roti dengan selai coklat dan segelas susu. Padahal ia berpikir pagi ini ia akan berangkat ke kampus bersama tapi hari itu Hoseok memilih membolos untuk menemani Yoo Ra.

“Oppa, bukankah hari ini mata kuliahnya sangat penting? Apa oppa tidak mau menghadirinya?”

Hari itu memang mereka sedang akan ada latihan vokal. Biasanya Hoseok tidak akan melewatkan kelas itu karena ia sangat menyukainya. Namun rasa sukanya dengan Yoo Ra, jauh melebihi apa pun. Terlebih gadis itu sedang berusaha membuka hati untuk Hoseok.

Semalam meski Hoseok meminta Aera untuk tidak menunggunya, gadis itu tetap menunggunya meski ia sempat terlelap. Hoseok baru kembali pukul dua malam. Lalu tak sengaja Aera membaca pesan dari gadis itu yang di kirimkan untuk suaminya. Gadis itu menangis namun berusaha untuk tidak bersuara. Hatinya begitu nyeri dan sesak. Ingin sekali ia menyerah tapi ia harus kuat. Suatu saat, pasti Hoseok akan menerimanya.

“Aku hanya ingin bersamanya. Jadi berhentilah untuk berusaha mendapatkan perhatianku.” Jawab Hoseok dengan datar.

Aera masih tersenyum. Senyum untuk menyembunyikan rasa sakit. Bahkan tak sedikit pun Hoseok memikirkan perasaannya.

“Tapi aku....”

“Hanya sebatas kertas. Kau ingat. Lagi pula, aku tidak suka dengan gadis yang pernah berciuman dengan sembarang orang. Terlebih orang itu saudaraku sendiri.”

Perkataan Hoseok begitu tajam. Sangat nyeri hingga menembus ke ulu hati.

“Lalu kau sendiri bagaimana? Berciuman dengan Yoo Ra padahal kau sudah memiliki tunangan.” Aera sudah tidak tahan. Walaupun ia memiliki tekat untuk bersabar namun ucapan Hoseok sangat tidak bisa di maafkan. Dengan mudahnya ia menyalahkan orang lain karena kesalahannya namun tidak mau melihat kesalahannya sendiri dan masih teguh merasa palong benar.

“Asal kau tahu saja. Dua tahun lalu aku menjadikanmu tunanganku karena satu alasan!” nada bicara Hoseok mulai meninggi. “Itu karena aku ingin kau sepertiku. Merasakan kebebasan yang hanya di berikan jika kau sudah bertunangan. Terlebih aku merasa kasihan padamu yang hanya bisa menghabiskan waktu di rumah dengan anjingmu itu.”

Ternyata itu alasannya. Hoseok hanya merasa kasihan kepada Aera yang terlihat terkungkung. Aera tersenyum miris. Bahkan ia juga hanya bisa mengasihani dirinya sendiri. Seolah ia ini seekor anjing yang kesepian lalu di pungut hanya untuk di jadikan peliharaan tanpa peduli dengan perasaannya. Sungguh malang sekali hidupnya itu.

Aera mulai jengah. Ia tidak ingin memperpanjang perdebatan ini. Ia pun meraih tasnya dan bergegas pergi.

“Aera kau belum makan sedikit pun.” Hoseok memperingatkan.

“Berhentilah peduli dan mengasihaniku. Karena aku tidak perlu belas kasihan dari dirimu.” Tanpa berpaling, Aera pun pergi.
Saat Aera sudah turun, Hoseok menggebrak meja. Ia memijat pelipisnya yang tiba – tiba terasa pening. Lagi – lagi ia berkata seenaknya sendiri. Mengabaikan perasaan gadis itu jika sudah berkaitan dengan Yoo Ra. Akhirnya Hoseok mengambil kunci mobilnya dan pergi sesaat setelah Aera pergi.

***

Sebenarnya Aera hari ini tidak benar – benar pergi ke kampus. Ia ingin memeriksakan dirinya. Kenapa setiap datang bulan ia akan lemas. Walaupun dokter mengatakan hanya anemia biasa namun ia ingin memastikannya.

Beberapa hari ini Aera merasakan tubuhnya lemas dan mudah sekali lelah padahal ia tidak terlalu banyak beraktivitas. Aera ingin meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia baik – baik saja.
Butuh waktu setengah jam bagi Aera untuk menempuh perjalanan ke rumah sakit. Gadis itu berdoa sebelum turun dari mobil.

Ku mohon Tuhan semoga semuanya baik – baik saja.....
Aera pun turun dari mobil namun seseorang menepuk pundaknya. Gadis itu pun menoleh ke belakang.

“Oppa.”

Untuk memastikan penyakit Aera, ia harus menjalani tes lab. Anemia yang di idap oleh Aera sudah berlangsung satu tahun. Seharunya awal tahun ia harus cek laborat, tapi karena ia belum memiliki waktu barulah sekarang. Tapi sialnya, dokter yang harusnya menangani Aera tidak ada sehingga asistennya menyarankan untuk cek darah sesuai keinginan dari dokter spesialis.

“Hasil tesnya baru bisa di ambil besok. Jadi Anda harus kemari lagi nyonya Jung.” Kata salah satu perawat yang baru saja mengambil darah Aera.

Pemuda itu senantiasa menunggu Aera yang sedang berobat.

“Oppa, siapa yang sakit?” Aera berusaha menurunkan kemejanya yang ia lipat.

“Kau.” Katanya dengan tenang.

“Aku?” Aera terkejut. Mengapa pemuda ini ingin menemuinya.
Jung Min mengangguk pelan. “Kita pindah tempat saja.”

Mereka berdua pun pergi ke sebuah restoran kecil yang dekat dengan rumah sakit. Dari atas sana Aera bisa melihat pemandangan kota Gwangju dari sana.

“Oppa kau mau bicara apa?” tanya Aera.

Jung Min menurunkan kaca matanya. “Aku baru kembali dari Spanyol satu bulan lalu. Namaku Park Jung Min. Apa kau tahu jika ayah mu memiliki istri yang lain?”

Hati Aera serasa mencelos. Gadis itu sangat membanggakan sosok ayahnya. Tapi ini tidak mungkin. Tidak mungkin ayahnya menikah lagi selain ibunya.

“Kau bercanda kan?” Aera mulai panas dingin.

Jung Min mengambil sesuatu dari dalam saku jasnya. Menyodorkan sebuah amplop coklat. “Bukalah, kau akan tahu semuanya.”

Tangan Aera gemetar saat mencoba mengambil amplop itu. Jantungnya berdebar cepat lalu secara perlahan ia membuka amplop yang berukuran besar tersebut. Sengaja dilipat agar muat dalam saku jas pemuda itu. Sebuah buku dan juga surat resmi.

“Ini....”

“Buku nikah dan juga akta kelahiran. Aku kakak tirimu.” Jawab Jung Min dengan ringannya.

Aera merasakan kepalanya baru saja tersambar petir. Tidak mungkin ayahnya seperti itu. Selama ini hanya ibunya yang berada di sisi ayahnya. Sialnya ibunya meninggal di saat Aera lahir.

Bola mata Aera bergerak ke kiri dan ke kanan membaca surat tersebut. Ada cap asli dari pemerintah Spanyol.

“Ayahku menikah lebih dulu dengan ibuku. Tapi karena berselisih paham, mereka resmi berpisah. Aku tahu jika ayah menikah lagi. Dan aku memilikimu sebagai adik perempuan.”

“Lalu oppa kemari ingin apa?” Aera menelan salivanya kasar. Ia mulai merasa takit sekarang.

“Kau.” Jawabnya singkat. “Meski kita bukan saudara kandung, tapi aku tetap kakakmu kan. Lalu dimana suamimu?” tanyanya sembari menautkan jari jemarinya di atas lututnya.

“Dia sedang kuliah.” Bohongnya. Tidak mungkin ia mengatakan bahwa ia sedang berselingkuh. Apakah ini hukum karma. Ayahnya mendua dan sekarang ia di duakan. “Perbedaan selisih apa yang oppa maksud sehingga mereka bercerai?”

“Ayah memiliki ibumu. Tapi aku tidak ingin membahas hal yang menyakitkan ini karena aku yakin kau juga terkejut atas kedatanganku. Seseorang menyuruhku kembali ke Korea untuk membunuhmu.”

Sumpah demi apapun. Ucapan Jung Min begitu pada intinya. Aera pun mulai bergidik ngeri. Itu artinya ia dalam bahaya sekarang. Jung Min menyeringai. Ia tersenyum puas akan reaksi yang di berikan Aera. Ketakutan dan ingin melarikan diri.

“Han Ryeon, dia dendam kepada ayah karena sudah memasukkannya ke dalam penjara beberapa tahun lalu. Dan sekarang ia sudah bebas. Aku tahu mereka yang merencanakan insiden pembunuhan ayah dan mereka memintaku untuk bekerja sama untuk melenyapkanmu.”

“Untuk apa kau mengatakan ini padaku?” suara Aera terdengar gemetar karena takut. Begitu dekatnya ia dengan malaikat berparas tampan namun ia merupakan seorang dewa kematian baginya.

“Agar kau siap menghadapi kematian. Kau hanya punya dua pilihan. Aku juga tahu bahwa yang mencoba menghancurkan Han Ryeon adalah Tuan Jung. Kau tidak ingin mengorbankan Jung bersaudara kan? Jika kau tidak mau mematuhinya aku bisa membunuh suami, kakak dan adik iparmu.” Jung Min pun mencondongkan dirinya untuk berbisik di telinga Aera.
Suara yang begitu berat kini sedang mengatakan sesuatu di telinga Aera. Ia hanya bisa membulatkan matanya seakan tak percaya dengan apa yang ia dengar,

“Ikuti perintahku jika kau ingin mereka selamat.” Jung Min tersenyum miring. Ia yakin bahwa Aera akan menurutinya.
Saat pemuda itu berbisik di telinga Aera, seseorang dari kejauhan mengambil foto keduanya. Dengan senyum puas ia meninggalkan tempat tersebut.

Make It RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang