Track 19 : An Heavy Words

465 111 29
                                    

Galileo mempercepat laju langkah menyusuri jalan-jalan panjang menuju tempat di mana fakultasnya berada. Kalau bukan karena pesan teror dari Rendra pagi tadi, ia tidak akan tergesa-gesa begini di tengah terik siang Jakarta yang menggila.

Leo bahkan belum sempat pulang untuk sekadar beristirahat, ia langsung membelokkan mobilnya ke arah kampus tercinta dan berakhir di sini dengan kepala berdenyut yang sama sekali belum membaik.

Setelah melewati ceramah panjang bersama sang kakak di tengah sesi sarapan, akhirnya Leo memutuskan untuk kembali membuka ponsel dengan ratusan notifikasi menumpuk. Sebagian besar dari teman-teman kelasnya, relasi musiknya, beberapa dari Wira, dan beberapa lagi yang belum sempat Leo telaah karena tak sempat.

Namun di antara banyaknya notifikasi itu, Leo masih belum menemukan satu nama yang ia tunggu sejak beberapa hari lalu.

Nama yang Leo rindukan lebih dari apapun.

"Where have you been, Mr. Galileo???" Rendra berseru sedikit keras setelah menyadari kehadiran pemuda tinggi itu dari arah depan, hingga seorang perempuan di sampingnya, serta beberapa orang yang juga sedang beraktivitas di taman fakultas ilmu bahasa tersebut menoleh padanya.

Tetapi Rendra seolah tidak peduli. "Lo ke mana aja, sih? Telepon gue nggak diangkat, spam gue cuma dibaca."

"Maaf beneran deh, maaf." Leo mengatupkan kedua telapak tangannya jadi satu, tidak tahu harus membalas apa. Tetapi matanya langsung berpindah pada perempuan di samping Rendra. "Eh, hai? Lo Kinan, ya?"

"Iya gue Kinan."

Galileo tersenyum tipis dan segera mendudukkan dirinya tepat di salah satu bangku yang tersisa.

Belum sempat Leo bertanya tentang topik utama yang membuat ia harus datang ke sini, Rendra lebih dulu berdeham hingga dua manusia di kanan dan kirinya jadi memperhatikan.

"Nggak mau kenalan dulu nih? Kalian berdua?"

Leo mengerutkan dahi dalam-dalam, ingin sekali ia memukul kepala temannya itu. "Kita udah kenal kali."

"Iya? Kok lo belum follback Kinan tuh, katanya?"

"Hah?"

Sementara Leo tengah memproses kalimat Rendra, Rendra sendiri kini antara tergelak geli dan mengaduh kesakitan karena perempuan berambut sebahu itu refleks memukulinya menggunakan gulungan makalah.

"Nan, sakit! Berhenti dzholimi gue!"

"Curse you!"

Galileo benar-benar mengerjap tidak mengerti.

"Bentar, bentar, maksudnya gimana, sih?"

Rendra menghentikan tawanya dengan susah payah, lalu menyahut. "Kinan dari kemaren follow Instagram lo tahu, Le. Tapi sama lo belum difollback."

"Iya, Nan?"

"Hehe, iya, Le."

"Ah ... kemarin sih gue lihat tuh ada notifikasi ke gue tapi gue lagi nggak pegang hape, jadi nggak gue periksa. Nanti deh, ya, abis ini."

"Santai aja."

Ada hening menjeda sekian menit, karena kecanggungan itulah Rendra akhirnya terkekeh dan mau tidak mau harus kembali membuka laptopnya.

"Udah, kan, kenalannya, mbak-mbak, mas-mas? Mari kita kembali ke tugas negara. Presiden sedang membutuhkan hasil rapat kerja kita."

"Lo yang mengulur waktu, ya, setan." Leo benar-benar menahan diri untuk tidak ikut memukuli Rendra seperti yang Kinan lakukan tadi.

Soundtrack : A Miniature FinaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang