Track 04 : A Little Wish

982 186 56
                                    

Galileo tersenyum jenaka sewaktu memandangi sosok di seberang jalan, seakan lupa bahwa sepuluh menit yang lalu ia baru saja menggerutu pada matahari sore bercampur awan mendung yang menyebabkan cuaca menjadi pengap.

Padahal yang dipandangi Leo masih tampak seperti biasa. Rambut yang dicepol sedikit berantakan, kacamata berbingkai tipis, wajah tertekuk karena beberapa kali gagal menyeberang, serta seragam putih kebanggaan yang sering kali membuat Leo gemas karena tidak bisa mengajak gadis itu duduk sembarangan.

Atau mungkin, Leo memang selalu mengindahkan presensi Adwina kapanpun ia datang.

Apalagi saat itu, saat sisa-sisa sinar surya menjelang senja mencium puncak kepala si gadis, angin tipis meniupkan helai-helai rambut kecokelatannya, dan warna putih yang meliputi tubuh kecil itu tampak bercahaya hangat ketika jingga menempa. Entah kenapa detailnya selalu menghipnotis si pemuda untuk melihat lebih lama, sampai lengkung bibirnya tertarik naik.

"Gal."

"Hm."

Bahkan sampai tak sadar situasi.

"Gal?"

"Hmm."

Adwina mengikuti ke mana mata kecil Leo memandang, lantas berdecak pelan agar pemuda di sampingnya ini dengarㅡbarangkali Leo tidak cukup mendengar.

"Galileo Galilei, aku tahu di luar sana banyak banget mahasiswi yang lebih cantik dari aku, tapi aku udah di sini loh. Masa aku harus turun lagi?"

Leo menggeleng membuyarkan lamunannya tepat bersamaan dengan suara Adwina yang berbicara sedikit keras, netra di balik kacamata itu akhirnya bergerak cepat dan menemukan sosok si gadis sudah ada di sini,

Cahaya matahari bisa masuk mobil ya, begitu pikir Leo sebelum Adwina benar-benar menepuk-nepuk pipinya.

"Hey! Wake up, Gal. Are you drunk???"

"To be honest, yes."

"But youㅡ"

"Because this sunshine get into my cars and crashed in my heart. It's hurts, but I like it, because the sun's is you."

Adwina mengerjap berkali-kali, bersama tawa keras Leo yang ikut menimpali. "Ya ampun, geli banget gue hihhh."

Tidak langsung mendapat respon, Leo memandang Adwina sebentar lalu kembali tertawa. "Maap maap, nggak pantes banget aku begitu ya."

"You really drunk, I'm sure."

Keduanya lantas tertawa bersama tanpa aba-aba. Mungkin jika langit senja bisa merasakan bagaimana mereka tengah berbahagia dalam keadaan baik-baik saja, semburat jingga dan merah di arah Barat akan ikut menunduk penuh sukacita, ikut serta tersenyum di ujung hari yang melelahkan.

"Duh, maaf ya. Lihat, kamu jadi blushing gitu sampai mukanya merah." Leo menghabiskan tawanya yang masih tersisa, seraya memasang sabuk pengaman milik Adwina yang masih susah payah menghentikan tawa. "Makanya jangan cantik cantik. Aku jadi pusing lihatnya."

"Geli, Gaaalll, ya Tuhan." Adwina membantah.

Alih-alih wajahnya memerah karena Leo sedari tadi melontarkan kata-kata dan pujian yang tidak biasa digunakannya, wajah Adwina lebih terasa panas karena sudah tertawa begitu keras.

Jika sekali lagi Leo membalas demikian, Adwina bahkan tidak akan sanggup dan mungkin lebih memilih untuk pulang naik angkutan umum.

"Don't mind, don't mind. Let's go home." Ucap Leo, pada akhirnya memilih pilihan yang lebih aman dengan diri yang telah fokus pada kemudi. "Jadi, gimana, kampus?"

Soundtrack : A Miniature FinaleWhere stories live. Discover now