JARUM

5 2 3
                                    

Pagi ini cuaca cukup cerah untuk melakukan aktivitas yang ceria. Angin berhembus lembut menyapa anak rambut milik Aliya yang tak terikat, di atas meja kayu terdapat dua cangkir kecil yang berisi kopi dan juga teh hangat menyapa dua insan yang tengah berbincang setelah lama tak ada interaksi.

Aliya dan papa nya kini sedang berbincang santai, semenjak insiden Aliya yang marah-marah dan memberontak, papanya kini lebih berlaku lembut pada Aliya entah itu akan berlaku lama atau hanya sementara waktu, tapi yang jelas Aliya senang saat ini. Aliya mungkin belum bisa menerima keberadaan mama barunya ini, tapi mungkin lama kelamaan ia akan menerima jika ia membuka kembali hatinya untuk menerima kasih sayang dari orang baru.

"Giamana sekolahnya sayang?" tanya Raka

"Baik pah" balas Aliya seadanya

"Obatnya?"

"Obatnya apa?" Aliya berkerut dahi, ia tahu apa yang Raka maksud tapi tak paham kemana arah bicaranya

"Kamu masih rajin minum kan?" jelas Raka

"Suka kok, kalo inget hehe" tawa kecil terdengar, Aliya menatap lurus keluar pagar menatap jalanan yang sesekali di lewati beberapa kendaraan

"Gak boleh gitu ah, nanti kalo ada apa-apa papa yang bingung kan"

"Iya-iya" Aliya sedikit menyunggingkan senyumnya, ia senang mendengar papa nya yang menanyakan keadaannya tapi ia juga merasa sedih saat merasa papanya hanya sekedar khawatir dalam pembicaraan saat ini bukan benar khawatir untuk kejadian yang sebenarnya.

"Kamu check up berapa minggu sekali? Mama gak pernah cerita soalnya" tanya Raka sembari menyeruput kopinya

"Seluangnya waktu aku Pah" balas Aliya

Pagi yang cerah tak membuat hati Aliya ikut cerah. Sebuah percakapan hangat yang awalnya sangat Aliya rindukan berubah menjadi percakapan yang dingin dan gelap. Aliya sedikit kecewa dengan papahnya yang benar-benar tak mengerti keadaan anaknya, mungkin beliau sibuk tapi Aliya hanyalah anak remaja yang pikirannya masih tak stabil dan menyimpulkan jika itu bukan sebuah kesibukan tapi cara untuk bersikap tak mau ikut campur.

Jika mama tirinya tak pernah cerita tentang perkembangan Aliya ketika check up itu wajar, karena Aliya tak pernah ingin di antar oleh Lisa. Aliya selalu meminta Ziddan menemaninya karena ia merasa lebih nyaman berbagi cerita dengan Ziddan dari pada dengan mama tirinya. Dan tentang melukai dirinya sendiri, itu bukan untuk mencari perhatian, tapi Aliya melakukannya untuk melampiaskan kekesalan dan kekecewaannya baik itu karena diri sendiri atau orang lain.

Seperti halnya sekarang, setelah percakapan tadi Aliya pergi dari rumah untuk mencari udara dan tempat yang baik untuknya menyendiri. Tak jauh dari rumahnya Aliya duduk di kursi pinggir jalan yang jarang kendaraan melintas, sekalinya ada pasti itu orang sekitar rumahnya juga.

Dihari minggu yang biasa Aliya lalui tak pernah ada rasa kecewa walaupun ia hanya diam sendiri di dalam kamar tanpa suara sapaan atau panggilan dari orang rumah. Tapi untuk hari minggu ini, papanya ada di rumah dan mengajaknya bicara namun meninggalkan bekas luka baru di tangannya.

Entah dari mana Aliya mendapatkan jarum itu tapi yang jelas gadis itu kini sedang mengukir jarinya dengan jarum yang sengaja ia tancapkan di jari telunjuk kirinya. Aliya menarik jarum itu turun sampai sela-sela dan menimbulkan darah merah keluar bercucuran dari garis panjang yang Aliya buat. Tak ada ekspresi sakit atau perih dari gadis itu, hanya ada helaan napas yang berat dan senyum tipis dengan mata tertutup yang terlihat dari Aliya saat ini.

Untuk beberapa lama Aliya terdiam duduk di kursinya dengan mata terpejam kepala menunduk diatas lututnya dan tangan yang ia ulur ke depan agar darah tak mengenai pakaiannya.

WARRIORWhere stories live. Discover now