19 | Keadilan

90 15 12
                                    

Gia menyajikan sarapan di atas meja makan pagi itu setelah selesai memasak. Rahmi begitu takjub saat melihat betapa cekatan menantunya ketika mengerjakan semua pekerjaan rumah.

"Aduh Neng, kenapa nggak bangunin Ibu? Ibu kan bisa bantu kamu," Rahmi terlihat seperti merajuk.

Gia tertawa pelan.

"Ibu, sebaiknya Ibu istirahat saja. Sekarang biar aku yang kerjakan semuanya, Ibu nggak boleh capek," ujar Gia sambil membantu Rahmi duduk di kursi meja makan.

Gia baru tinggal di rumahnya selama satu hari, dan rasanya seperti dia sudah lama sekali berada di rumah itu. Gia begitu tahu di mana letak semua hal, tidak banyak bertanya dan hanya banyak bekerja. Terkadang hal itu membuat Rahmi gemas sendiri.

"Nanti siang biar Ibu bantu kamu ya," pinta Rahmi.

"Ibu mau bantu apa? Aku sudah membersihkan seluruh bagian rumah, aku juga sudah memasak dan Insya Allah akan cukup sampai jam makan siang nanti," balas Gia seraya tersenyum dari balik niqob-nya.

Farid dan Agus turun dari lantai atas rumah mereka lalu berjalan menuju ke meja makan.

"Rid, Istrimu bisa dikurung satu hari di kamar nggak? Ibu gemas karena dia nggak berhenti-berhenti kerja," tanya Rahmi, lebih tepatnya memohon.

Farid terkekeh pelan.

"Nggak bisa dong Bu, masa Istriku mau dikurung di kamar sendirian," jawab Farid.

"Yang menyuruh kamu mengurungnya sendirian siapa? Maksud Ibu kurung dia sama-sama dengan kamu di kamar! Masa pengantin baru tiap hari kerja terus, kapan bulan madunya?" Rahmi memperjelas pertanyaannya.

HAHAHAHA!!!

"Ibu kalian ini memang banyak maunya. Kemarin mau punya menantu, sekarang sudah dapat menantu malah minta anaknya pergi bulan madu. Satu-satulah Bu, mereka kan sedang merencanakan resepsi pernikahan. Setelah resepsi pernikahannya selesai, barulah kita bicarakan lagi mengenai bulan madunya," saran Agus.

Rahmi gantian terkekeh setelah mendengar apa yang Suaminya katakan. Undangan yang mereka pesan kemarin sudah jadi dan hanya tinggal diambil lalu disebarkan hari ini. Suara deru mesin mobil terdengar di halaman rumah mereka. Ismail dan Lastri ternyata datang ke rumah itu, wajah mereka terlihat sangat tegang ketika Gia menatapnya.

"Ada apa Bi? Mi? Apakah ada yang tidak beres?" tanya Gia.

"Neng, sebaiknya kamu dan Farid ke Madrasah Aliyah sekarang juga. Neng Fira menelepon Ummi tadi dan mengatakan kalau Polisi sedang menginterogasi semua Guru di sekolah termasuk Bu Mila. Nak Fakhrul juga ikut diinterogasi, Ibunya ikut mendampingi di sana," jawab Lastri, jujur.

Gia menghadapi kabar itu dengan tenang. Farid menggenggam tangannya erat-erat dan tak berniat melepasnya sama sekali.

"Baik kalau begitu Mi, aku akan pergi ke sekolah sekarang. Tapi bukan dengan Mas Farid, aku akan ke sana bersama Ummi dan Abi. Mas Farid akan menyusul setelah mengambil undangan resepsi pernikahan kami," ujar Gia.

Farid mengangguk, ia setuju dengan saran Istrinya. Semua harus terlaksana sesuai rencana mereka sebelumnya. Gia pun berangkat menuju ke Madrasah Aliyah bersama Lastri dan Ismail. Safira menyambut mereka dengan perasaan sangat was-was. Yuni menatap Gia dengan sinis, Gia pun menyadari hal itu namun memilih mengabaikannya.

Salah satu Polisi mendekat pada Gia.

"Ibu Gia dan keluarga diminta menunggu sebentar oleh Ibu Halima. Sebentar lagi Ibu Halima akan datang ke sini bersama tim dari kantor kejaksaan," ujarnya.

"Baik Pak, terima kasih," ucap Gia, tenang.

Yuni terlihat kebingungan, begitupula dengan Fakhrul.

"Pak, bukankah dia tersangka kasus ini? Kenapa dia tidak diinterogasi seperti Guru-Guru lainnya?" tanya Yuni.

Polisi tadi tersenyum pada Yuni.

"Maaf Bu, sepertinya Ibu kekurangan informasi dalam kasus ini. Ibu Gia bukanlah tersangka, dia adalah korban. Tersangka utamanya sudah ditangkap semalam, dan di sini hanya ada kaki tangannya yang akan segera kami tangkap juga hari ini," jawab Polisi tersebut.

Yuni pun terdiam, Fakhrul menatap Ibunya.

"Apa aku bilang Mi! Ukhti Gia tidak bersalah, kenapa Ummi tidak pernah mempercayai aku?" tanya Fakhrul.

"Mana Ummi tahu Nak? Ummi hanya tidak ingin merasa malu, itu saja," jawab Yuni.

Halima datang tak lama kemudian ia memarkirkan mobilnya di depan Madrasah Aliyah bersama tim penyidik dari kejaksaan. Ia masuk ke Kantor Guru dan langsung melakukan penggeledahan di ruangan milik Mila. Beberapa orang Guru menatapnya, termasuk Safira dan Fakhrul. Mila di bawa turun dengan tangan diborgol oleh petugas Polisi yang ikut membantu.

Halima menghampiri Gia dan Keluarga yang mendampinginya. Ia tersenyum.

"Masya Allah Mbak Gia, akhirnya kita bisa bertemu lagi meskipun dalam keadaan yang tidak terduga seperti ini," ujar Halima.

"Alhamdulillah Bu Halima, syukron atas bantuan yang Ibu berikan pada saya," ucap Gia.

"Tidak perlu berterima kasih Mbak Gia. Bantuan yang Mbak Gia berikan pada saya sebelumnya lebih berarti daripada bantuan yang saya beri hari ini. Mbak Gia membantu saya agar tidak mendapat malu di depan banyak orang waktu itu, dan hari ini pun Allah menutup malu yang akan terjadi pada Mbak Gia melalui saya," ujar Halima.

Gia pun memeluk Halima dengan erat, ia menangis di dalam pelukan wanita itu selama beberapa saat. Wartawan mulai terlihat mendekat ketika mereka tiba. Halima pun menghadapi mereka dengan tenang.

"Apa masalah sebenarnya dalam kasus ini Bu, kalau kami boleh tahu?" tanya salah satu wartawan yang ada di depan Madrasah Aliyah siang itu.

"Masalah sebenarnya adalah ini hanya fitnah. Saya sudah menyelidiki aliran dana yang masuk ke rekening milik saudari Gianika Syafika, di mana aluran dana yang dituduhkan sebagai dana keuangan yang digelapkan oleh saudari Gia ternyata berasal dari satu nomor rekening atas Nama Ramadi Bahar, salah satu pejabat daerah yang putrinya pernah bekerja di sekolah ini sebelum saudari Gia berada di sini," jawab Halima.

"Lalu apa keterkaitan Orangtua tersangka Sarah dalam kasus fitnah ini Bu?" tanya wartawan lain.

"Sesuai hasil interogasi yang tim penyidik lakukan pada saudara Ramadi, dia mengatakan bahwa Sarah memintanya untuk mempermalukan saudari Gia karena telah berani ikut campur urusannya dengan saudari Safira. Jadi saudara Ramadi sengaja menyuap saudari Mila untuk ikut membantu memfitnah saudari Gia dan mempermalukannya di depan umum. Di dalam rekening milik saudari Mila kami temukan aliran dana yang sama dari rekening saudara Ramadi yang kami indikasikan sebagai bayaran atas pemfitnahan yang saudari Mila lakukan pada saudari Gia," jelas Halima.

"Lalu apakah kasus ini akan dipersidangkan secara terbuka Bu?"

"Tentu, kasus ini akan dipersidangkan secara terbuka untuk mengembalikan nama baik saudari Gianika Safira yang tercemar akibat perbuatan para tersangka ini," jawab Halima, tegas.

Gia melakukan sujud syukur saat semuanya selesai. Airmata yang tertumpah di balik kesabarannya yang selalu ia pupuk kini membuahkan hasil yang sepadan.

'Allah Maha Besar, Allah takkan meninggalkan hamba-hamba-Nya yang berserah kepada-Nya.'

* * *

Berserah Kepada-Nya [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now