16 | Perhelatan

85 12 11
                                    

Ismail mengawasi pekerja yang mulai memasang tenda di halaman rumahnya. Hari pernikahan Gia dan Fakhrul hanya tinggal tiga hari lagi, semua persiapan harus benar-benar rampung sebelum hari H.

Mobil keluarga Farid masuk ke halaman rumah, Ismail menyambut Agus dan Farid yang sudah menelepon sejak semalam untuk menyampaikan bahwa mereka akan datang untuk membantu persiapan pernikahan Gia.

Rahmi segera masuk ke dalam rumah menemui Lastri. Lastri menyambutnya dan mereka langsung mulai mengemas beberapa souvenir yang akan dibagikan pada pernikahan Gia nanti.

"Wah, cantiknya. Sebuah tasbih memang selalu bermanfaat jika dijadikan souvenir pernikahan daripada kipas tangan," ujar Rahmi.

"Iya Bu Rahmi, Neng Gia yang punya ide untuk souvenirnya. Dia bilang ingin membagikan sesuatu yang bermanfaat pada para tamu yang hadir nanti," ujar Lastri.

"Masya Allah, Neng Gia itu selalu saja berpikir mengenai kebaikan untuk orang lain. Saya ikut bangga padanya meski dia bukan putri kandung saya," ungkap Rahmi.

Lastri menatap Rahmi, ia menggenggam tangan wanita itu dengan lembut.

"Insya Allah, Nak Farid akan mendapatkan jodoh yang sangat baik. Meskipun itu bukan Neng Gia, tapi saya akan mendo'akannya agar mendapatkan jodoh yang Shalehah. Bu Rahmi tidak boleh menyalahkan Nak Farid terus-menerus, Bu Rahmi harus mendukungnya. Dia juga butuh semangat untuk memulai jalannya yang baru," saran Lastri.

"Saya masih merasa sakit hati Bu Hajjah. Dada saya rasanya sangat sesak kalau ingat bagaimana saya dan Bapaknya Farid dihina dengan jelas saat datang ke rumah keluarganya Sarah. Bahkan Sarahnya sendiri saja tidak mau keluar, dia bilang pada pembantunya bahwa dia tidak pernah mengundang siapapun untuk datang ke rumah itu sehingga Orangtuanya pun menganggap kami sebagai orang tidak penting untuk dihadapi," ungkap Rahmi.

Lastri mendengarkan dengan seksama semua cerita itu.

"Mereka sama sekali tidak menghargai kedatangan kami, tidak mengatakan apapun dan membiarkan kami bicara sendiri selama dua jam. Lalu setelah kami selesai menjelaskan mereka hanya bilang, 'maaf kami tidak bisa menikahkan anak kami dengan orang dari keluarga biasa seperti anak kalian. Silahkan pulang, kami ingin istirahat', begitu katanya," cerita Rahmi.

"Astaghfirullahal 'adzhim! Kenapa sampai seperti itu sikap mereka? Sangat tidak pantas!" geram Lastri.

"Itulah kenapa saya sangat menyesali kebodohan Farid! Saya sangat menyesal karena mengikuti kemauannya dan melepas Neng Gia dari perjodohan waktu itu! Saya benar-benar sakit hati Bu Hajjah, Neng Gia bahkan tidak pernah memperlakukan saya seperti orang asing meskipun saya bukan siapa-siapa dalam hidupnya sejak awal kami kenal. Saya sangat menyesal Bu Hajjah."

Tangis Rahmi kembali pecah, Lastri memeluknya dengan cepat untuk membuatnya tenang.

"Sabar ya Bu, saya sangat mengerti dengan perasaan Bu Rahmi. Seandainya saya punya dua orang putri, maka saya akan jodohkan yang satunya lagi pada Nak Farid untuk menjadi pelipur lara di hati Bu Rahmi. Tapi saya hanya punya satu orang putri dan sebentar lagi dia akan diikat oleh pria yang telah mengkhitbahnya secara langsung pada Abinya Neng Gia. Saya tidak bisa berbuat apa-apa, keputusan sudah diambil oleh Neng Gia, saya tidak berhak mencampuri keputusannya," Lastri memberi pengertian.

"Saya tahu Bu Hajjah, saya juga tidak akan meminta hal memalukan seperti itu pada Bu Hajjah. Saya hanya ingin Bu Hajjah tahu kalau saya ikut berbahagia karena Neng Gia sebentar lagi akan menjalani hidupnya yang baru. Insya Allah Neng Gia akan berbahagia dengan pilihannya kali ini," ujar Rahmi sambil menghapus airmatanya.

"Amiin yaa rabbal 'alamiin," balas Lastri.

Mereka kembali mengemas souvenir seperti tadi. Di luar rumah, Farid dan Agus membantu Ismail menyusun kursi-kursi tamu sebelum dihias oleh para dekorator.

Berserah Kepada-Nya [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now