13 | Mengusik

81 12 14
                                    

Gia baru saja selesai mencatat di papan tulis, para siswa dan siswi masih menyalin tulisan itu ke dalam.buku mereka masing-masing. Sebuah ketukan pintu terdengar dan membuat seorang siswi beranjak untuk membukanya.

"Astaghfirullah!" seru siswi itu saat melihat siapa yang ada di luar pintu kelas.

"Kenapa kamu kaget begitu? Hah? Nggak suka lihat Ibu ada di sini?" bentak Sarah dengan kedua mata melotot.

Farid dan Sarifa yang sedang mengajar di lorong yang sama dengan kelas yang diajar oleh Gia pun segera berlari keluar kelas untuk melihat suara siapa yang terdengar sekeras itu. Gia sendiri terlihat sudah merangkul siswi tadi agar tenang.

"Bu Sarah! Apa-apaan lagi ini?" tegur Sarifa dengan keras.

Sarifa mendekat ke arah Sarah, begitupula dengan Farid.

"Tanya saja sama Guru baru yang sok alim ini! Dia yang lebih dulu memprovokasi saya untuk membentak siswi itu!" tuduh Sarah.

"Astaghfirullahal 'adzhim! Bu Sarah, jangan sembarangan memfitnah seperti itu! Anda sendiri yang datang dan tiba-tiba membentak anak ini, dan anda berani melempar kesalahan anda pada orang lain?" Gia masih berusaha bersabar.

Sarah tersenyum sinis ke arah Gia.

"Heh! Seharusnya kamu tahu diri ya! Kalau bukan karena saya berhenti mengajar dari sekolah ini, maka kamu tidak akan mengajar di sini! Saya bisa membuatmu dipecat kapanpun yang saya mau! Jadi kamu seharusnya berhati-hati!" ancam Sarah.

"Cukup Bu Sarah! Pergi dari sini! Anda sudah keterlaluan!" kini Farid membentaknya tanpa segan-segan.

Sarah menatap tak percaya ke arah Farid.

"Oh, jadi Pak Farid sekarang mau membela dia? Dia berbohong dan Pak Farid percaya kalau saya memfitnah dia?" desak Sarah.

"CUKUP!" teriak Wahyu dari seberang kelas yang berbatasan dengan sebuah taman kecil.

Semua menatap ke arah Pria paruh baya itu.

"Saya sedang mengawasi anak-anak yang sedang ulangan! Saya lihat semuanya dari sini! Bu Sarah yang datang dan tiba-tiba membentak! Tolonglah Bu, jangan terus-menerus membuat keributan di sekolah ini! Saya bisa panggilkan Polisi untuk menangkap Ibu Sarah sekarang juga, banyak anak-anak di sini yang merekam perbuatan Ibu sejak tadi menggunakan ponsel mereka! Sekarang Ibu pergi atau saya benar-benar melapor pada Polisi?" Wahyu balas memberi ancaman untuk Sarah.

Sarah menggeram di tempatnya, ia benar-benar tak suka saat dirinya tidak dibela oleh orang lain. Ia tidak terima karena Gia lebih dibela oleh orang-orang yang dulu ada di sekitarnya. Ia menatap Gia dengan penuh kebencian.

"Awas kamu! Kamu akan mendapatkan balasan dariku!" ancam Sarah sekali lagi.

"Pergi sana! Dasar pengganggu!" hardik Safira, sambil melindungi Gia di balik punggungnya.

Sarah pun pergi meninggalkan tempat itu. Farid mengacak rambutnya dengan penuh kekesalan. Kelakuan Sarah semakin menjadi-jadi, dan Gia kini menjadi sasarannya.

"Sudah ya Nak, masuk kembali ke dalam. Lanjutkan catatanmu," bujuk Gia.

Siswi itu pun mengangguk lalu kembali ke dalam kelas. Safira merangkul Gia dengan lembut.

"Sabar ya Ukhti Gia. Jangan terlalu dipikirkan," ujar Safira.

Farid menatap Wahyu yang masih berada di depan kelas yang diajarnya.

"Syukron Akh Wahyu," ucap Farid.

"Afwan. Kamu jangan terlalu emosional kalau menghadapi dia, dia bisa memojokkan kamu kapan saja kalau kamu selalu emosional seperti tadi," saran Wahyu.

"Lain kali saya akan lebih berkepala dingin untuk menghadapinya," janji Farid.

Farid berbalik hendak menuju kelas yang ditinggalkannya tadi.

"Syukron Akh Farid," ucap Gia.

"Afwan Ukhti," Farid bergegas meninggalkan Gia dan Safira.

Ia menghindar dari Gia agar usahanya untuk melupakan bisa berhasil dengan lancar. Baginya, Gia sudah bukan hal yang bisa ia gapai sekarang.

'Ya Allah, bantu hamba untuk menguatkan hati.'

* * *

"Ukhti tidak apa-apa?" tanya Fakhrul saat mereka berada di Kantor Guru.

"Saya tidak apa-apa Akh, hanya saja siswi yang dibentak oleh Bu Sarah masih saja ketakutan. Saya tidak bisa menerima perlakuannya yang kasar pada anak-anak," jawab Gia sambil menatap pada Safira.

"Itulah yang sejak dulu terjadi, tapi Bu Mila tak pernah percaya kalau Bu Sarah selalu bertindak kasar seperti itu pada anak-anak. Karena Bu Sarah selalu berhasil membuat Bu Mila percaya pada pembelaan yang dia lakukan," ujar Safira.

"Tapi Bu Mila sudah tahu sekarang, dan dia tidak akan membiarkan Bu Sarah kembali ke sekolah ini dengan sikapnya yang sudah terbongkar seperti itu," ujar Wahyu.

"Apa ada hal lain yang bisa kita lakukan untuk menjauhkan Bu Sarah dari sekolah ini Akh Wahyu?" tanya Farid.

"Banyak yang bisa dilakukan, hanya saja semua tergantung pada Bu Mila. Apakah Bu Mila mau memperpanjang masalah ini dengan Bu Sarah atau tidak," jawab Wahyu.

"Kenapa sesulit itu Akh Wahyu?" tanya Safira, bingung.

"Karena Bu Sarah itu Putri dari salah satu pejabat daerah. Akan sangat sulit untuk melawannya jika tidak punya kekuatan yang sebanding," jelas Wahyu.

"Wah..., lagi-lagi jabatan yang menjadi tameng seseorang untuk meloloskan diri dari masalah. Sangat luar biasa manusia-manusia macam mereka itu," geram Fakhrul.

"Ya, begitulah dunia. Orang yang kecil, tidak punya jabatan apa-apa, dan tidak punya uang yang banyak, akan selalu tersingkir oleh orang-orang seperti mereka. Mereka lupa, bahwa di dunia boleh saja mereka mempermainkan hukum, atau bisa lepas dari jeratan hukum. Namun, di akhirat mereka mustahil bisa lari dari hukuman dan azab Allah Subhanahu wa ta'ala. Karena di Pengadilan Akhirat dengan Allah sebagai Hakimnya, tidak akan ada sogok-menyogok, tutup-menutupi atau kerja sama kotor. Semuanya tunduk dan bertekuk lutut di hadapan kekuasaan dan keperkasaan-Nya," ujar Wahyu.

"Benar sekali Akh Wahyu, itulah kenyataan yang ada di dunia ini," Farid setuju.

"Maka dari itu Allah bersabda dalam Al-Qur'an surat Al-Zalzalah ayat tujuh dan delapan, Fa may ya'mal mitsqaala dzarratin khairay yarah, wa may ya'mal mitsqaala dzarratin syarray yarah, yang artinya 'Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya'. Itu sudah sangat jelas tertera dalam Al-Qur'an, namun manusia tetap tidak mempercayainya," tambah Wahyu.

"Karena terkadang manusia dibutakan dengan kesenangan duniawi. Terkadang mereka berpikir kalau segala sesuatu sangat mudah untuk diatur menggunakan kekuasaan dan uang," ujar Safira.

"Nah, Ukhti Fira tepat sekali. Itulah yang selalu dilakukan oleh manusia yang merasa punya segalanya. Mereka takkan segan-segan menyingkirkan siapapun yang dianggap menghalangi jalannya," Wahyu pun beranjak dari Kantor Guru untuk kembali mengajar di kelas lain.

Safira menatap Gia.

"Kita akan hadapi sama-sama kalau sampai Bu Sarah melakukan hal yang lebih keterlaluan setelah hari ini," janji Safira.

Gia menganggukan kepala seraya tersenyum dari balik niqob-nya.

'Ya Allah, jagalah dia sampai hari di mana kami bisa bersatu nanti. Amiin.'

* * *

Berserah Kepada-Nya [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now