18 | Rencana Allah

97 14 17
                                    

Gia mengenakan pakaian pengantinnya sore itu. Safira bersama keluarganya datang kembali setelah menerima telepon dari Gia sendiri yang mengabarkan kalau dirinya akan menikah dengan Farid. Husna memeluk Lastri untuk memberikan dukungan agar semuanya bisa dihadapi dengan baik.

"Ukhti Gia yang sabar ya, saya masih berusaha membantu Ukhti untuk membuktikan kalau Ukhti tidak bersalah," ujar Safira.

"Syukron Ukhti Fira, syukron karena Ukhti tidak meninggalkan saya di saat seperti ini. Dukungan Ukhti sangat berarti untuk saya," balas Gia.

Safira memeluk Gia dengan erat.

"Ukhti sudah yakin akan menikahi Akh Farid? Apa Ukhti sudah memikirkannya?" tanya Safira.

"Insya Allah saya yakin seratus persen Ukhti Fira. Saya sudah mantap dalam memutuskan untuk menikah dengan Akh Farid. Saya tidak akan ragu-ragu," jawab Gia.

"Bagaimana dengan Akh Fakhrul? Apakah dia sudah tahu?"

"Dia tidak perlu tahu, karena hidup saya bukan urusannya lagi. Ibunya sudah membuang saya dan tidak ingin anaknya menikah dengan saya, jadi saya rasa hal itu sudah cukup untuk memutuskan bahwa saya tidak bisa hidup berdampingan dengan Akh Fakhrul. Apapun yang terjadi nanti, maka hidup ini akan saya habiskan bersama Akh Farid," jelas Gia, mantap.

Safira mengangguk-anggukan kepalanya, ia tahu kalau keputusan Gia benar saat itu. Gia harus bangkit dari keterpurukannya dan Safira akan terus mendukungnya sepenuh hati.

Di bawah, semua orang sudah bersiap-siap untuk acara ijab kabul. Safira mendampingi Gia di dalam kamar pengantinnya yang sudah dihias sedemikian rupa meskipun sederhana. Farid menghadapi Ismail yang duduk di depannya bersama penghulu, mereka berjabat tangan untuk melakukan akad nikah.

"Bismillahirrahmannirrahim, saya nikahkan dan kawinkan ananda Farid Mumtaz Syakir bin Agus Amiludin dengan putri saya adinda Gianika Syafika binti Haji Aksan Ismail, dengan mahar satu set perhiasan emas seberat dua puluh gram beserta seperangkat alat Shalat dan Al-Qur'an, dibayar tunai karena Allah ta'ala," ujar Ismail.

"Saya terima nikah dan kawinnya adinda Gianika Syafika binti Haji Aksan Ismail, dengan mahar satu set perhiasan emas seberat dua puluh gram beserta seperangkat alat Shalat dan Al-Qur'an, dibayar tunai karena Allah ta'ala," jawab Farid, dalam satu tarikan nafas.

Penghulu pun segera meminta penyataan semua saksi di sampingnya.

"Sah?" tanyanya.

"Sah!" jawab para saksi, serempak.

"Alhamdulillah, sah!!!" putus penghulu.

"Alhamdulillahi rabbil 'alamiin."

Safira memeluk Gia dengan sangat erat saat mendengar suara semua orang yang mengucapkan kata 'sah' bersama-sama di bawah sana. 

"Alhamdulillah, sahabatku telah resmi menjadi seorang Istri," Safira begitu bahagia.

"Alhamdulillah Ukhti Fira, Alhamdulillah semuanya terlaksana sekarang. Syukron atas do'a dan dukunganmu, semuanya sangat berarti untuk saya," ungkap Gia, terharu.

"Afwan Ukhti Gia, saya akan selalu mendukung semua kebaikan yang ada dalam hidup Ukhti. Insya Allah, saya tidak akan pernah menghalang-halangi jika itu adalah hal yang baik di mata Allah," balas Safira, tulus.

Semua orang mengangkat kedua tangannya untuk berdo'a.

"Baarakallaahu laka wa baaraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khoir. Semoga Allah akan memberikan rahmat serta kasih sayangnya pada kalian berdua, semoga Allah cepat memberikan amanah-Nya untuk melengkapi kehidupan rumah tangga kalian, dan semoga Allah melimpahkan rezeki-Nya dalam kehidupan kalian hingga kalian tidak perlu merasa kekurangan. Allahuma sholli 'alaa syaidina muhammad wa 'alaa alihi wa shohbihii ajma'in, subhana rabbika rabbil 'izzati 'amma yasifun, wa salamun 'alal mursalin, wal hamdulillahi rabbil'alamin."

"Amiin yaa rabbal 'alamiin."

Rahmi segera memeluk Farid usai Pria itu mencium tangannya, begitupula dengan Agus. Mereka menangis penuh kebahagiaan karena putra mereka satu-satunya kini telah memiliki pendamping yang tepat. Ismail membimbing Farid ke lantai atas, tempat di mana Gia menunggu di dalam kamar pengantinnya. Safira mempersilahkan Rahmi untuk mendekat pada Gia, agar bisa menyambut menantunya sekaligus mempersatukannya dengan Farid. Farid di minta menyematkan sebuah cincin di jari manis wanita itu, tangannya begitu gemetar saat bersentuhan dengan tangan Gia untuk pertama kalinya.

"Santai saja Nak Farid, jangan gemetaran begitu," goda Ismail.

semua orang pun tertawa seketika saat mendengar apa yang Ismail katakan. Wajah Farid tentu saja mendadak memerah seketika. Cincin telah terpasang di jari manis Gia, Safira mengambil foto beberapa kali untuk mengabadikan momen sekali seumur hidup itu dalam kehidupan Gia.

"Alhamdulillah, akhirnya Neng Gia bisa bersatu dengan Nak Farid. semoga kalian berdua panjang umur, di beri banyak limpahan rahmat dan kasih sayang dari Allah, dan juga segera mendapatkan momongan, amiin yaa rabbal 'alamiin," do'a dari Kiayi Haji Amir - Ayahanda Safira.

"Amiin yaa rabbal 'alamiin."

"Mari kita tinggalkan mereka berdua untuk menikmati indahnya menjadi pengantin baru," ajak Ismail yang disahuti dengan tawa lagi dari semua orang.

Saat semua orang telah meninggalkan mereka berdua, Farid pun segera menutup pintu kamar lalu menguncinya. Gia duduk di tepi tempat tidur dan membiarkan Farid mendekat padanya untuk membuka niqob yang menutupi wajahnya selama ini.

"Bismillahhirrahmanirrahim," ucap Farid sambil menurunkan niqob itu perlahan.

Ia tersenyum saat menatap betapa sempurnanya kecantikan Gia yang tertutupi selama ini dari pandangan semua orang. Kedua tangannya menangkup pipi Gia dengan lembut dan ia pun mendekat untuk mengecup kening Istrinya dengan hangat.

"Allahumma inni as'aluka min khairiha wa khairima jabaltaha 'alaihi. Wa a'udzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha'alaihi. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mukebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan Akuberlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan yang Engkau tetapkan atasdirinya," do'a Farid.

"Amiin yaa rabbal 'alamiin," jawab Gia sambil meneteskan airmatanya diam-diam.

Farid mengangkat wajah cantik itu untuk menghapuskan airmata yang kembali berlinang di sana. Ia tersenyum di hadapan Gia dengan sepenuh hati.

"Abi jatuh cinta pada Ummi. Maaf, kalau perasaan ini harus datang terlambat setelah waktu yang kita lewati dengan berbagai macam kendala," ungkap Farid.

Gia berusaha tersenyum meskipun dadanya masih terasa sesak dan ingin sekali menangis. Ia berusaha menahannya di hadapan Farid agar Suaminya itu tak menjadi lebih khawatir lagi seperti sebelumnya. Farid mengecup punggung tangan Gia dengan lembut.

"Kita akan hadapi semuanya bersama-sama. Abi nggak akan pernah meninggalkan Ummi sendirian untuk menghadapi masalah fitnah itu. Insya Allah, Abi akan selalu ada untuk Ummi, kapanpun dan di mana pun," janji Farid.

"Syukron Bi, syukron karena Abi telah bersedia mendampingi Ummi meskipun Ummi berada dalam masa-masa yang sulit seperti ini," ucap Gia.

"Tidak perlu berterima kasih Mi, Abi yang seharusnya berterima kasih pada Ummi karena Ummi masih bersedia menerima Abi, setelah Abi menolak perjodohan dengan Ummi. Abi sudah berbuat jahat pada Ummi dan Ummi masih bersedia menerima Abi, itu adalah anugerah terbesar yang Allah berikan untuk Abi di dalam hidup ini. Abi tidak akan pernah melupakan apa yang Ummi berikan untuk Abi hari ini."

"Ummi juga tidak akan melupakan hari ini, di mana Abi tetap bersedia menjadi orang yang mempercayai Ummi meskipun sebagian orang berpaling dan meninggalkan Ummi sendiri dalam keterpurukan. Ummi tidak akan pernah melupakannya, Insya Allah."

"Ayo, kita shalat sunnah dua rakaat. Kita temui Allah untuk bersyukur dan bermunajat kepada-Nya. Sekalian kita shalat Maghrib berjama'ah untuk pertama kalinya," ajak Farid.

"Ayo Bi, Ummi sudah tidak sabar menjalaninya bersama Abi," balas Gia, patuh.

* * *

Berserah Kepada-Nya [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now