4 | Memikirkan

108 12 4
                                    

Farid tiba di rumah setelah menyelesaikan pekerjaannya di sekolah. Ayah dan Ibunya terlihat sedang duduk di teras rumah sambil tadarus bersama.

"Assalamu'alaikum," ujar Farid.

"Wa'alaikumsalam," jawab Agus dan Rahmi bersamaan.

Farid mencium tangan kedua Orangtuanya. Rahmi menatapnya setelah menyimpan Al-Qur'an di atas meja santai.

"Ibu dengar Neng Gia hari ini mulai mengajar di sekolah tempat kamu kerja. Bagaimana kabarnya?"

Farid pun terdiam di tempatnya ketika mendengar pertanyaan itu.

"Kabar Ukhti Gia baik Bu. Dia mengajar di sana dan cepat disukai oleh siswa dan siswi. Aku dengar cara mengajarnya sangat bagus," jawab Farid, apa adanya.

Agus menatap Putranya.

"Kamu masih berharap sama Sarah?" tanya Agus.

"Insya Allah tidak Pak. Sarah adalah kesalahan masa lalu untukku, aku yang salah karena terlalu menyukai kecantikannya," Farid mengungkapkan segalanya.

"Jika kami mengkhitbah Neng Gia sekali lagi, apakah kamu mau belajar untuk mencintai dan menerima kehadirannya?" Agus ingin tahu.

Farid terdiam beberapa saat, di dalam dadanya bercokol rasa bersalah yang luar biasa terhadap Gia karena penolakannya di masa lalu.

"Apakah Ukhti Gia akan menerima saya Pak? Apakah dia tidak sakit hati dengan penolakan saya yang dulu terhadapnya?" tanya Farid.

"Kita akan mencari tahu Nak. Insya Allah, kalau kamu memang berjodoh dengannya, maka dia tidak akan jauh darimu," jawab Rahmi.

Farid pun mengangguk.

"Kalau begitu aku masuk dulu Pak, Bu," pamit Farid.

"Iya, masuklah Nak. Istirahat," jawab Agus.

Farid melangkah ke dalam rumah dan langsung menuju ke kamarnya. Ia meletakkan tas di atas meja lalu meraih handuk untuk mandi. Usai mandi, Farid menyalakan laptopnya untuk mendata nilai-nilai siswa yang sudah ia catat tadi di sekolah. Jadwal pelajaran yang baru ia baca beberapa saat dan matanya berpusat pada nama Gia yang sudah menggantikan nama Sarah di sana.

Flashback On

"Akh Farid tidak boleh diam saja seperti ini. Akh Farid tidak perlu menjalani hidup yang Akh Farid tidak suka. Kalau tidak mau dijodohkan dengan saya, katakan dengan jujur, jangan berdiam diri seperti ini. Batin Akh Farid akan tersiksa," saran Gia.

Farid benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran Gia. Sehari sebelum pertemuan Keluarga mereka, gadis itu meminta bertemu dengannya hanya untuk memberi saran agar dirinya tak berdiam diri.

"Ukhti tahu dari mana kalau saya tidak mau dijodohkan dengan Ukhti?" tanya Farid.

"Afwan Akh Farid, saya tahu diri. Tidak perlu orang lain yang memberitahu, saya sudah bisa menangkap kalau Akh Farid tidak suka dengan kehadiran saya. Saya mengerti, saya ini orang asing bagi Akh Farid. Maka dari itu saya tidak mau Akh Farid menjalani hidup yang penuh dengan keterpaksaan bersama saya, saya tidak mau menyakiti Akh Farid," jawab Gia.

Farid mempertimbangkan saran itu. Ia melirik ke arah Gia yang berdiri sangat jauh darinya, tak mau mendekat.

"Kalau pada akhirnya Keluarga kita tetap bersikeras bagaimana?" Farid memikirkan kemungkinan lain.

"Kalau akhirnya mereka tetap pada pendirian dan tetap ingin menikahkan kita, maka sayalah yang akan menolak. Saya tidak mau Akh Farid disakiti oleh keputusan sebelah pihak seperti itu. Akh Farid punya kebebasan memilih, dan itu juga berlaku untuk jodoh, bukan hanya jalan hidup!" tegas Gia.

"Katakan pada saya, kenapa Ukhti bersikeras meminta saya untuk jujur? Dan kenapa Ukhti bisa tahu kalau saya tidak bisa menerima kehadiran Ukhti?" pinta Farid.

Gia terlihat menarik nafasnya dalam-dalam selama beberapa saat, Farid melihat itu dengan jelas.

"Karena Akh Farid bukan Pria pertama yang tidak bisa menerima kehadiran saya," ungkap Gia.

DEG!!!

Farid tentu saja kaget mendengar hal itu.

"Ya, saya sudah tiga kali dijodohkan sebelum dijodohkan dengan Akh Farid, dan mereka semua memang tak bisa menerima kehadiran saya. Saya sadar diri, saya ini kampungan, tidak terlihat cantik karena terus bersembunyi di balik jilbab besar dan niqob, dan juga saya tidak bisa diajak bergaul di luaran sana dengan bebas. Ketiga Pria itu benar-benar hampir menikah dengan saya, hanya saja mereka tiba-tiba melarikan diri saat akad nikah hampir terlaksana. Jadi, sebelum kejadian itu kembali terjadi di antara kita, sebaiknya Akh Farid mengatakan yang sejujurnya pada Keluarga kita. Insya Allah, saya akan membantu," jelas Gia, sangat tenang.

Farid pun akhirnya menyetujui saran itu, Sarah adalah pilihannya dan menghindari pernikahan dengan Gia adalah jalan satu-satunya untuk mewujudkan hal tersebut.

Flashback Off

Farid menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan demi membuang semua sesal yang ada di dalam hatinya. Sarah memang cantik, dia berjilbab namun tak memakai niqob seperti Gia. Kecantikannya lah yang membuat Farid buta saat itu. Buta akan ketulusan hati seseorang.

Gia tidak pernah mengenalnya sebelum hari perjodohan itu, Farid malah terus-menerus menjauhinya ketika diminta untuk saling berkenalan. Tapi gadis itu menemuinya dengan berani dan berterus terang tentang keinginannya untuk tidak menyakiti Farid dalam ikatan yang dipenuhi keterpaksaan.

Sementara Sarah yang ia perjuangkan mati-matian di hadapan kedua Orangtuanya malah dengan tega mempermalukan Farid di depan umum sekaligus menghina kekurangannya dalam urusan materi. Farid begitu terpukul dengan semua kenyataan yang terjadi.

Drrrttt..., drrrttt..., drrrttt...!!!

Getar ponsel di atas meja tulis membuat lamunan Farid terhenti, ia segera mengangkat telepon itu setelah melihat siapa nama peneleponnya.

"Assalamu'alaikum Akh Fakhrul," sapa Farid.

"Wa'alaikumsalam Akh Farid, apakah saya mengganggu?" tanya Fakhrul.

"Insya Allah tidak sama sekali. Ada apa Akh?"

"Kamu bisa keluar sebentar dari rumah? Saya harus menghadiri kajian usai ba'da Maghrib nanti, siapa tahu kamu mau menemaniku," ajak Fakhrul.

"Boleh, kebetulan pekerjaan sudah selesai semua jadi saya bisa keluar sekarang. Mau ketemu di mana?" tanya Farid lagi.

"Di depan Masjid Al-Muhajirin saja Akh, saya akan menunggu di situ," jawab Fakhrul.

"Baiklah, saya pergi ke sana sekarang juga, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Usai menutup telepon Farid pun bergegas membuka lemari dan meraih baju kokonya. Ia bersiap-siap beberapa saat lalu keluar dari kamar menuju luar rumah.

"Pak, Bu, aku pergi dulu. Ada kajian di Masjid Al-Muhajirin, Akh Fakhrul menungguku di sana," pamit Fatid sambil mencium tangan kedua Orangtuanya.

"Hati-hati di jalan. Jangan pulang terlalu malam ya," pesan Rahmi.

"Insya Allah Bu," jawab Farid.

Pria itu pun segera mengendarai motornya menuju ke Masjid Al-Muhajirin. Fakhrul terlihat benar-benar sudah menunggunya di sana. Mereka saling menyapa beberapa saat sebelum masuk ke dalam Masjid itu.

"Saya pikir kamu tidak akan datang Akh," ujar Fakhrul.

"Mana mungkin Akh, saya sudah berjanji dan sebisa mungkin pasti akan saya tepati," balas Farid.

"Kalau begitu mari Akh, kita langsung saja menuju ke dalam. Kita shalat sunnah lebih dulu sebelum Maghrib tiba," ajak Fakhrul.

Farid mengangguk sambil berjalan bersama-sama dengan Fakhrul.

* * *

Berserah Kepada-Nya [PROSES PENERBITAN]Where stories live. Discover now