PART 5 : Si Imut Natasha

81 11 5
                                    

SEMOGA MASALAHMU TERLUPAKAN KETIKA MEMBACA LEONETTA^^
***

Matanya memandang penuh takjub area sekitarnya. Sedari tadi ia sudah berjalan, serasa berada di surga romawi. Rumahnya hampir terlihat seperti istana, dihiasi banyak guci-guci antik dan tentunya berharga milyaran. Penghuninya ada banyak. Didominasi pelayan-pelayan dan beberapa tukang kebun.

Rumah ini milik Donioniel Kusuma Dinapradja, ayah dari seseorang yang dia sukai akhir-akhir ini. Leon. Sebenarnya di mana dia? Natasha sudah mencarinya di mana-mana.

Ya, gadis dengan kedipan mempesona itu adalah, Natasha. Pagi-pagi sekali dia datang ke rumah ini karena panggilan dari Oni. Kakak Leon yang sangat suka perihal dance. Hingga Natasha harus turut andil untuk mengajarkannya cara ber-dance dengan benar.

Jangan tanyakan lagi, skil Natasha dalam menari. Sudah pasti bagus, beberapa kali dia menang dalam ajang kompetisi dance, membawa piala, serta sudah membawa predikat dancer terkenal se Indonesia. Siapapun yang mendengar nama, Natasha Gabriella, sudah tentu kagum dan terkesima. Karena selain cantik dan bertubuh ideal, Natasha adalah gadis yang ramah dan suka tersenyum. Apalagi gadis itu sangat berbakat. Rumornya dia bahkan adalah mantan trainee salah satu agensi besar di Korea Selatan. Sangat menarik, bukan?

Namun itu semua percuma di mata Leon. Entah buta atau tidak, dia sama sekali tidak tertarik dengan Natasha. Mungkin dari segi kecantikan, Leon tidak tertarik dengannya karena sudah sangat terbiasa melihat pemandangan gadis cantik, namun Natasha itu gadis yang sangat bertalenta dan Leon tidak mau buka mata melihat kelebihan gadis yang kerap kali disapa Nata ini.

Gadis itu meletakkan tas kecilnya di sudut kursi, lalu duduk sembari memiringkan kepala. Memandang penuh takjub, seorang yang sedaritadi ada di sana. Leon. Berdiri di tengah lapangan, sedang berolahraga panahan bersama pelatih berpengalaman di keluarga Dinapradja.

Laki-laki itu nampak fokus sekali, sesekali mendengar arahan-arahan sang pelatih untuk mengajarinya, dengan wajahnya yang diterpa cahaya matahari, sungguh tampan, pikir Nata.

Sebuah panahan bermodel recurve bow, diberikan kepada Leon. Laki-laki itu memakai baju berbahan lotto, atau kaos yang sering dipakai khusus untuk berolahraga, berwarna merah. Dipadukan celana sport pendek berwarna senada. Kini, terlihat para bodyguard Leon memasangkan aksesoris pelindung untuk memanah di tubuh Leon. Tidak banyak,
seperti arm guard untuk melindungi lengan kirinya. Lalu, finger tab. Sebuah alat pelindung jari, yang dipasangkan di tangan kanan Leon. Dan, yang terakhir, mereka memasangkan pelindung dada. Maka siap Leon untuk membidik tepat di tempat anak panah yang akan berlabuh dengan ukuran lingkaran di sana.

Leon mengangkat lengan busur panahnya, menarik perlahan tali busur, hingga menyentuh dagunya yang lancip itu. Mata kiri Leon sengaja ia pejamkan agar penglihatannya dapat fokus tepat sasaran seperti atlit-atlit panahan lainnya. Menahan sikap panah beberapa saat, hingga ia melakukan pembidikan.

Dengan kekuatan penuh, Leon melepas tali busur, dimana anak panah yang terlepas, melayang dengan kecepatan pesat dan lurus menuju titik sasaran yang Leon bidik.

"Ah." Leon menghela napas kecewa ketika anak panahnya tidak menancap di titik tengah sasaran.

Pelatih bernama, Adi menghela napas. "Leon, bagaimana kamu ini? Lihat, kamu lagi-lagi tidak berhasil."

Leon hanya menatap tancapan anak panahnya.

"Ayo lakukan lagi." Leon mengangguk, lalu kembali mengangkat lengan busur yang sebelumnya telah dipasangkan ekor panah.

Dua kali, tiga kali, sampai empat kali. Leon masih gagal menancapkan di titik tengah sasaran. Sayang sekali, padahal Leon bukan kali pertama ia belajar olahraga panahan seperti ini.

LEONETTAWhere stories live. Discover now