24. Mustahil!

771 143 24
                                    

Udara Atropoda mulai berangsur menghilang, hutan yang semula menjadi es, perlahan mencair dan menampakkan bentuk aslinya.

Dimensi ini kembali dengan jauh lebih baik, daun dari pohonnya terlihat jauh lebih hijau dari biasanya. Udara yang di hasilkan pun jauh lebih segar.

Gadis dengan mata hitam dan rambut sepinggangnya itu sedang duduk di pintu menara, menghirup kuat-kuat udara segar yang menyambutnya hangat.

"Siap mencari William, malam nanti?" Suara Luiz ikut menyambut hangat gendang telinga Zia.

Pria itu berada di belakang tubuh kecil gadis tersebut, memegang bahu Zia dengan lembut dan ikut menghirup kuat-kuat udara segar itu.

"Aku tidak sabar bertemu, William," ujar Zia sambil melirik ke arah Luiz.

"Mungkin aku tidak," ucap Luiz, yang mampu membuat dahi Zia berkerut bingung.

"Kenapa?"

"Aku selalu bertengkar dengannya, dan pria itu selalu menyombongkan dirinya di depanku. Tapi aku, juga merindukannya," jawab Luiz sambil tertawa keras, merutuki ucapannya yang begitu terdengar menggelikan.

Zia ikut tertawa, ternyata pria semisterius Luiz mampu tertawa dan membuatnya tertawa. Tidak seburuk itu rupanya.

"Kau terlihat berbeda," jelas Zia, lalu membalik badannya, menatap netra mata Luiz.

"Aku hanya berusaha menjadi lebih baik," ucap Luiz sembari tersenyum hangat.

Wajah mereka menjadi lebih dekat, mampu merasakan deru napas masing-masing. Dan menatap lebih dalam, mata yang begitu mempu membius diri mereka sendiri.

Luiz mencium Zia dengan begitu lembut, merasakan bagaimana cintanya yang begitu kuat.

Begitu juga dengan Luiz, Zia tidak mampu menahan semburat merah di pipinya, merasa malu sekaligus senang.

Walaupun pertama kalinya, Zia tidak terlalu kaku untuk membalas ciuman Luiz. Mungkin ini, adalah hari yang paling sempurna yang pernah Zia rasakan.

***

"Zia!" Luiz terus memanggil Zia yang terus berada di dalam kamarnya.

Apa gadis itu lupa, jika mereka akan mencari William malam ini? Sungguh menjengkelkan, jika jawabannya adalah iya.

"Apa ya-"

Ucapan Luiz terpotong oleh tepukan kencang di bahunya. "Aku sudah siap!" seru Zia semangat.

Luiz memutar bola matanya malas, lalu melirik sekilas ke arah Zia, sebelum akhirnya melompat ke bawah menara, tanpa mengatakan apapun.

Zia yang melihatnya pun, hanya menghela napas kasar, dan melompat ke bawah, menyusul Luiz yang sudah menunggangi kudanya terlebih dahulu.

"Siap?!" seru Luiz.

Zia mengangguk, lalu memegang kencang perut Luiz. Bagaimana pun gadis itu tidak mau mengulangi kejadian beberapa minggu yang lalu.

Luiz mamacu kudanya dengan cepat, tersenyum ketika merasakan tangan mungil Zia yang melingkar sempurna di perutnya.

Ia tidak tahu, jika semuanya akan menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.

"Di mana tujuan kita?!" teriak Luiz, sambil terus menatap ke depan.

Zia tidak langsung menjawab, gadis itu lebih memilih untuk diam, sembari memikikan. Apa ia harus mengatakan hal yang sesungguhnya, tentang delima putih itu?

Tidak! Jangan sampai seceroboh itu!

"Aku tidak tahu! Kita mengelilingi saja dulu hutan ini!" balas Zia sambil manaikkan nada bicaranya.

LUIZIA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang