16. Misi Baru

1.1K 178 9
                                    

William dan Zia langsung menoleh cepat ke arah Luiz. Pria bermata cokelat itu menatap luar jendela dengan tatapan kosong.

Tangannya yang besar dan juga otot yang tercetak jelas, meremas dengan kuat koran di tengannya dengan geram.

"Aku juga mempunyai dendam dengan pria itu," gumam Luiz kesal.

Luiz semakin meremas koran di tangannya dengan kuat, sepertinya pria itu mempunyai dendam lebih dalam daripada William.

"Apa masalahmu dengan Grodle?" tanya William penasaran. Ia kira makhluk bernama Grodle adalah, makhluk yang tersembunyi dan tidak di kenal banyak orang, tapi siapa sangka ternyata Luiz juga mengenalnya.

"Dia pernah hampir membunuhku! Dia mengincar de-" Luiz menghentikan ucapanya cepat, ia hampir mengatakan apa tujuan hidupnya kepada, orang yang bahkan baru ia kenal beberapa hari lalu.

Selain belum mengenal lebih dalam dua orang di depannya itu, Luiz juga harus menyembunyikan tentang misinya untuk, mengambil alih dimensi ini.

"Apa?" tanya Zia, sambil menyenggol bahu Luiz cukup kuat, membuat pria itu sedikit oleng karena belum siap menahan berat tubuhnya.

"Tidak ada. Tanpa motif yang jelas, atau apapun si pria terkutuk itu pernah hampir membunuhku di kastil batunya. Aku beruntung bisa selamat," jelas Luiz dengan wajah datar.

"Aku penasaran dengan pria terkutuk itu, bagaimana bentuk wajahnya? Badannya? Dia seper-"

"Wajahnya berbentuk singa, badannya bahkan lebih besar lima puluh kali daripada tubuhmu," sela William sambil tersenyum miring.

"Dia hampir mirip seperti pohon beringin yang berjalan, bahkan lebih besar," jawab Luiz sambil, membayangkan betapa besarnya tubuh Grodle.

Zia meneguk slavianya kasar, ia bisa membayangkan betapa besarnya tubuh Grodle, lewat penjelasan dua pria di depannya itu.

"Sudahlah! Lupakan, apa tujuan kita kali ini?!" geram Luiz sambil memasang wajah kesalnya.

"Bagaimana dengan mengunjungi rumah Grodle?!" seru Zia semangat.

"Tidak! Aku tidak setuju, perjalanannya sungguh berbahaya Zia, kita harus melewati hutan Molicous dan beberapa rintangan berbahaya lainnya!" seru Luiz marah.

Bagaimana tidak? Hutan Molicous di kenal dengan hutannya yang begitu gelap dan mengerikan. Di tambah dengan rintangan berbahaya seperti jebakkan pohon Burdle yang sering memakan korban.

Hutan yang begitu menakutkan, dan tidak sembarang orang melewati hutan tersebut.

"Benarkah?" tanya Zia ragu.

"Kastilnya cukup jauh dari apa yang kita bayangkan, hampir berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk sampai kesana, itu pun jika kau tidak mati ketika berada di perjalanan," dengus Luiz.

"Tapi, apa salahnya? Zia bisa mengalahkan semua itu dengan sihir dan juga senjatanya." William menjawab ucapan Luiz dengan sedikit kesal, sepertinya pria berdarah serigala itu meragukan kekuatan Zia.

Luiz menaikkan alisnya, dan memasang wajah datar. Pria di depannya itu seperti bercanda. Bagaimana mungkin gadis bodoh seperti Zia, mampu mengalahkan jebakan pohon Burdle?

"Memangnya apa kekuatannya?" sindir Luiz sambil tersenyum miring dan menaikkan satu alisnya, untuk menantang jawaban.

William maupun Zia tidak menjawab pertanyaan Luiz. Bahkan jika di lihat lebih dalam, Zia memang belum menemukkan sihir sejatinya. Namun, sudah mahir dalam menggunakam senjata.

"Mungkin dengan mengunjungi kastil tuan Grodle, Zia bisa menemukan sihir sejatinya!" jawab William sengit sambil, menatap Luiz tajam.

"Aku tidak mau mati konyol," sergah Luiz, lalu pria itu melangkah keluar dari rumah William.

Zia mengalihkan tatapannya ke arah William, pria itu masih terus memasang wajah kesalnya, "Bagaimana?" tanya Zia ragu-ragu.

"Kita tetap akan ke sana!" seru William ketus.

***

"Apa kau sungguh tidak mau ikut bersama kami?" Sejujurnya Zia merasa sedih ketika harus meninggalkan Luiz sendirian di dalam hutan ini, walaupun mungkin tebakannya salah.

"Tidak perlu menghiraukannya Zia. Ayo!" dengus William lalu, menarik tangan Zia untuk meninggalkan Luiz.

Pria berdarah serigala itu hanya memunduk, lalu menatap lurus ke depan melihat punggung Zia dan William yang, sudah hampir menghilang.

"Ini sungguh menyebalkan!" geram Luiz lalu, berlari cepat menyusul Zia dan William.

Mungkin jika tidak karena misinya yang sudah ia susun sebaik mungkin, Luiz tidak akan mau mengenal dua makhluk menyebalkan di depannya itu.

"Aku ikut!" seru Luiz yang sudah berada di samping Zia.

Zia manarik sudut bibirnya lebar, lalu menoleh ke arah William dan mengangguk semangat. Sedangkan William hanya memutar bola matanya malas.

"Kita tidak akan sampai dengan cepat, jika hanya menggunakan kaki untuk berjalan!" sindir Luiz lalu, menghentikan langkahnya di ikuti dua orang di sampingnya itu.

"Tidak ada ku-"

"Aku mempunyai beberapa kuda di ... perkarangan rumahku." Jujur Luiz merasa, kesal dan geram harus memberi tahu kepada dua orang di depannya itu pasal, rumahnya yang mungkin sudah di tebak oleh William, yang berada di sekitar dimensi ini.

"Di mana rumahmu?" tanya Zia antusias.

"Aku akam segera kembali, dan membawa tiga kuda untuk kita. Tunggulah di sini!" seru Luiz, lalu berlari mundur dan mengubah dirinya menjadi serigala, ketika sudah menjauh dari keberadaan Zia dan William.

"Bagaimana bisa dia secepat itu? Ada-ada saja," gumam Zia, lalu menggelengkan kepalanya dan duduk di bawah pohon rindang di sampingnya.

William menoleh ke arah Zia, gadis itu sedang meluruskan kakinya dan sedikit bergumam, "Dia serigala Zia. Serigala mempunyai kecepatan berlari yang cepat!"

Zia memutar bola matanya malas, lagi-lagi tentang serigala, serigala, serigala. Apa tidak ada topik lain?

"Daripada kau berkata tidak jelas, lebih baik kau mempelajari mantra di buku yang telah kau bawa tadi!" perintah William kesal.

Zia seolah benar-benar meragukan William, sepertinya baru kali ini, gadis itu tidak mempercayai William.

5 menit.

10 menit.

15 menit.

Zia terus berlatih dengan mantra, berusaha menciptakan pancaran cahaya di tangannya. Yang sepertinya sulit untuk di keluarkan.

"Bagaimana mungkin! Cahaya itu tidak mau keluar dari tanganku!" kesal Zia, lalu bangkit berdiri dan membanting buku berjudul Cara Mendapatkan Sihir Sejati itu.

William tertawa keras, memangnya siapa yang mau mengajarkan seseorang dengan cara yang instan?

Semuanya harus di lakukan dengan kerja keras, dan tentunya kesabaran.

"Di mana Luiz? Pria itu belum juga kembali, apa kita harus menunggu lebih lama lagi?!" geram Zia, lalu melimpat tangan di depan dadanya.

Wajahnya benar-benar merah, karena menahan murka. William yang melihatnya pun hanya tertawa terpingkal-pingal sambil memukul tanah di bawahnya hingga retak.

Zia merasa geram dengan suara tertawa William yang tidak berhenti, dan semakin keras. Gadis itu mengepalkan tangannya dan membisikan sihir Attrobodiaf yang di kenal dengan sihir mematikan.

Zia memejamkan matanya, lalu membisikan mantra, dan mengumpulkan tenaga untuk sihirnya. Walaupun sedikit peluang yang akan ia dapatkan untuk berhasil.

"Aku akan membunuhmu!"

.
.
.

Sampai di sini dulu ya, tunggu kelanjutan partnya dan jangan lupa vote dan comment dan masukkan di perpustakaan kalian 😄.

LUIZIA [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now