21. Rahasia Selanjutnya

871 151 5
                                    

"Ada apa?!" seru Zia dari atas tangga. Menatap William dengan kedua tangan yang ia lipat di dada, menunjukkan jika gadis itu sedang kesal.

"Apa yang baru saja kau lakukan?!" tanya William geram.

"Memangnya apa?" tanya Zia yang berusaha menutupi kegugupannya.

Mana mungkin ia harus mengatakannya langsung, bahwa dia 'akan mencium Luiz' terdengar aneh bila terlalu jujur.

"Jangan berbohong, Zia!"

Zia turun, menatap garang ke arah William. "Memangnya aku mela-"

"Kau ingin mencium manusia serigala itu?!" bentak William, sambil menunjuk ke arah kamar Luiz.

Mata biru milik pria itu menatap Zia nyalang, dengan wajah memerah dan juga rahang yang mengeras. Zia tidak tahu harus melakukan apa selain diam sambil melihat netra mata William yang hampir berubah menjadi hitam.

"Zia, apa kau bodoh?" tanya William yang berusaha melembutkan ucapannya, ia tahu, membentak Zia sama saja menyakiti gadis tersebut.

Zia tetap diam, tidak tahu harus menjawab atau melakukan sesuatu. Tetap menunggu William melanjutkan ucapannya dengan wajah gusar.

"Dia manusia serigala, Zia. Selama bertahun-tahun lamanya, tidak ada hubungan spesial antara manusia serigala dengan seorang portako," gumam William, sambil menatap tajam mata Zia.

"Aku tidak mencint-"

"Aku harap begitu, Zia, tidak mempunyai perasaan dan tidak akan pernah memiliki perasaan lebih dari seorang teman!" seru William, lalu meninggalkan Zia sendirian dan meninggalkan menara, dan berlari kencang menuju tengah hutan.

Zia tetap diam, tidak bergeming dari tempatnya dan menatap kosong dinding batu di depannya.

Sibuk dengan pikirannya yang bercabang memikirkan perkataan dan juga perasaannya.

William belum pernah mengatakan kepadanya soal ini, lalu bagaimana dengan perasaannya?

Perasaan yang mulai tumbuh, dan membuat hatinya terasa hangat ketika berdekatan dengan Luiz.

"Arrggg!" Zia menangis, merasakan sesak di dadanya. Melempar sihirnya asal dan mengenai beberapa furnitur di ruangan tersebut, hingga terpecah bahkan menjadi abu.

"Aku mencintai, Luiz. William," gumam Zia, sambil memukul keras lantai kayu di bawahnya.

Semua terasa kacau, entah jalannya atau kenyataannya, semua terasa begitu kacau dan menyakitkan!

***

Di sini, dengan cahaya yang minim dan jendela yang terbuka, Zia membuka buku tua, yang ia ambil dari perpustakaan Goa Brodbload tempo hari lalu.

Melihat sekilas tampilan buku tersebut yang memang sudah terlihat begitu tua.

Membalik setiap lembaran buku tersebut, dan berhenti di bab yang sekiranya cukup menarik untuk ia baca.

PRIA TERKUTUK, APAKAH DIA ANAK KERAJAAN?!

Bukan, ini bukan bab!

Ini, koran.

Zia mengernyitkan dahinya, menatap bingung sobekan kertas berwarna kuning lusuh itu. Bagaimana bisa sobekan koran itu berada di dalam buku tua ini?

Gadis itu mengambil sobekan kertas tersebut, mengamati dan membalik kertas kuning itu, yang ternyata masih ada kalimat selanjutnya.

Berlian delima putih, penolong bagi mereka yang ingin mengunjungi kediaman tuan Grodle.

Zia mengingat sekilas tentang ciri fisik 'pria terkutuk' itu. Tiba-tiba, angin langsung meniup jendela kamar Zia, hingga tertutup.

LUIZIA [SUDAH TERBIT]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz