Part 14

115K 16.5K 1.1K
                                    

Wah 3k vote dalam sehari. Nggak nyangka, hebat banget emang pembaca setia Serabi. Makasiiiih yaa. Aku belum selesai nulis sebenarnya, tapi sebagai ucapan terima kasih, aku upload dulu deh, walaupun cuma sedikit. Dilarang protes yaaa hehehe. Selamat menikmati...

"Bapak nggak pulang?" Tanyaku saat sudah selesai makan dan Pak Abhi bukannya bersiap pulang malah duduk di sofa padahal jam di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Ra, sini deh." Bukannya menjawab, dia malah menepuk tempat kosong di sofa tepat di sebelahnya, mengisyaratkan agar aku duduk di sana.

Hanya ada satu sofa di apartemenku. Ukurannya nggak terlalu besar, tapi harusnya cukup untuk dua orang. Namun saat Pak Abhi duduk di sana, sofaku jadi terlihat mengkerut, hanya ada sedikit tempat kosong tersisa, aku jadi ragu hendak duduk di sana.

Apa mungkin sebaiknya aku duduk di karpet aja? Tapi kan aku yang punya rumah dan dia tamunya, nanti malah kesannya jadi kayak dia yang punya rumah dan aku ART-nya.

Akhirnya aku melangkah ke sofa lalu duduk di sampingnya, dan benar saja, kami jadi duduk berdempetan, kulit lenganku bersentuhan dengan kulit lengannya. Bulu kudukku jadi meremang sementara dadaku berdebar semakin kencang.

"Persiapan untuk besok gimana, Pak? Ada kendala? Kok malem banget baru pulang?" Tanyaku saat dia nggak juga mengucapkan sesuatu, berusaha mengalihkan perhatianku dari kedekatan tubuh kami yang terasa sangat intim.

"Lancar sih, kan semua udah diurus EO, saya tinggal cek aja, cuma tadi harus ajak dinner beberapa tamu dulu, makanya sampe malem," jelasnya.

Bibirku refleks tertarik membentuk sebuah senyum sinis. Soraya pasti termasuk di antara beberapa tamu itu. Barusan dinner sama mantan ternyata, lantas buat apa juga dia ke sini dan bilang belum makan?

"Abis makan enak ternyata, gitu bilangnya belum makan," sindirku.

Menyesal rasanya tadi repot-repot masak nasi goreng, bahkan sempat khawatir kalo maag-nya akan kumat karena telat makan. Buang-buang waktuku aja.

"Nggak nafsu makan saya tadi," jawabnya enteng.

Aku menoleh dan melihat dia juga tengah menoleh menatap wajahku hingga tatapan kami bertemu.

"Kenapa emang? Terlalu sibuk mandangin mantan ya?" Tanyaku dengan nada judes yang tak mampu kusembunyikan.

"Saya nggak kurang kerjaan, Ra," jawabnya sambil menghela napas.

Pak Abhi kelihatan nggak kayak biasanya, seperti sedang banyak pikiran. Apa dia sedang ada masalah dengan Soraya?

"Bapak lagi ada masalah sama Mbak Soraya ya?" Tanyaku saat ia kembali hanya diam.

"Ngapain saya harus ada masalah sama dia?" Ia balik bertanya membuatku berdecak.

"Ya siapa tau kan, Bapak kelihatan lagi bad mood gini," balasku cepat.

Sejenak dia hanya diam menatapku tanpa menjawab lalu aku mendengar helaan napasnya.

"Ra, saya hampir nggak pernah merasa insecure, kamu tau?" Aku mengangguk. Jelaslah, kadar kepercayaan dirinya kan tinggi banget. Pak Abhi menghela napas lagi.

"Jadi saya juga hampir nggak pernah jealous karena buat saya jealousy is all about insecurities. It means you are not confident in yourself and your relationship. Orang bilang jealousy is a sign of love, that's bullshit. Saya selalu mencintai pasangan saya, tapi saya nggak pernah merasa cemburu, itu perasaan yang menurut saya nggak ada gunanya dan hanya akan menjadi penyakit dalam sebuah hubungan," ucapnya panjang lebar.

Amoxylove (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang