Part 11

112K 14.4K 551
                                    

Salah satu tugasku sebagai Manajer Produksi Beta laktam ini adalah memastikan setiap tahapan dalam proses produksi itu berjalan dengan baik dan benar. Dimulai dari proses penimbangan, pencampuran, pencetakan tablet ataupun pengisian kapsul sampai ke pengemasan.

Penimbangan merupakan langkah pertama yang juga merupakan bagian yang paling penting dan harus dilakukan dengan teliti karena kesalahan dalam penimbangan akan berpengaruh pada proses-proses berikutnya.

Sebenarnya hampir sama dengan saat kita membuat kue, kesalahan dalam penimbangan bahan bisa mengakibatkan kue menjadi bantat, tidak mengembang, rasa tidak sesuai atau bahkan gagal total alias kuenya nggak jadi sama sekali.

Kesalahan penimbangan dalam produksi obat tentunya dapat berakibat lebih fatal, apalagi jika kesalahannya adalah menimbang dengan kuantitas yang salah, atau yang lebih parah menimbang bahan baku yang salah. 

Maka dari itu penimbangan biasanya selalu dilakukan pada shift pagi saat aku ada di pabrik untuk memastikan dan memberikan tanda tangan persetujuan bahwa proses penimbangan sudah dilakukan dengan benar dan boleh dilanjutkan ke proses berikutnya.

Jadwal menimbang bahan baku selalu menjadi hari yang sibuk dan melelahkan karena biasanya kami akan langsung menimbang bahan baku untuk beberapa batch yang dibutuhkan selama proses produksi satu minggu. 

Seperti hari ini, dari pagi hingga kini sudah menjelang makan siang kami masih sibuk menimbang berkarung-karung bahan baku Amoxicillin dan bahan-bahan pelengkap lainnya.

"Mbak Shera, ada telepon dari Pak Abhi," teriakan Dina terdengar dari ambang pintu ruang penimbangan.

Saat berada di ruangan produksi aku memang jarang membawa handphone, handphone aku taruh di loker, jadi orang biasanya menghubungi lewat telepon yang ada di ruanganku.

"Bilang saya masih sibuk, Di, nanti saya telepon balik," balasku yang membuat kening Dina berkerut.

"Terima dulu aja, Mbak, biar saya yang awasi di sini, nggak enak sama Pak Abhi-nya," sarannya hati-hati. Aku menatapnya sambil berdecak.

"Nanggung, Di, tinggal satu batch lagi," tolakku sambil memberi kode pada beberapa karyawan yang bertugas menimbang untuk melanjutkan mengangkat karung-karung ke atas timbangan.

Dina menghela napas dengan wajah tak rela namun akhirnya dia melangkah meninggalkan ruang timbang.

"Mbak Shera kok bisa sih bilang nggak ke Pak Abhi? Karyawan di sini paling nggak bisa lo mengecewakan Pak Abhi, makanya wajah Mbak Dina kayak gitu tadi." Ajeng salah satu karyawan yang bertugas menimbang bercerita.

"Oh ya? Kenapa emang?" Tanyaku sambil menandatangani batch record di kolom penimbangan bahan baku.

"Soalnya Pak Abhi kan ganteng," balas Sita yang juga bertugas menimbang dengan wajah bersemu.

Aku menatap mereka berdua sambil geleng-geleng kepala.

"Alasan macam apa itu? Memangnya kalo orang ganteng nggak boleh ditolak?" Decakku.

"Ya bukan karena itu aja sih, Mbak. Tapi Pak Abhi itu orangnya ramah, nggak sombong, kalo pas papasan gitu pasti senyum, terus biasanya kalo ada kawinan, pasti titip amplop. Waktu saya nikah kapan hari juga dikasih lo, isinya banyak lagi," ucap Ajeng penuh semangat.

"Iyaa Mbak, udah ganteng, baik, nggak sombong, makanya orang-orang sungkan bilang nggak sama Pak Abhi," sambung Sita.

"Bukannya dia galak ya?" Tanyaku penasaran.

"Kata anak-anak marketing sih, orangnya tegas Mbak, bukan yang galak tanpa alasan. Kalo ada yang salah ya diberi sanksi, kalo ada yang kerjanya bagus, dikasih bonus," jelas Ajeng.

Amoxylove (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang