Maura terlalu malu untuk mengatakan hal yang sejujurnya pada Arkan dan ia juga tidak bisa pergi atau kehilangan cowok itu lagi. Ia berada di posisi yang sulit.

Jadi ia harus bagaimana?

"Arkan!"

Sebuah panggilan terdengar dari arah lain, sontak membuat keduanya pun menoleh ke asal suara. Terlihat Belva tengah berjalan menghampiri mereka dengan senyuman merekah di wajahnya sembari melambaikan tangannya ke arah mereka, mungkin lebih tepatnya Arkan karena tatapan Belva hanya menyorot Arkan.

Maura menatap Arkan yang sudah memasang raut dinginnya, berbeda dari sebelumnya yang nampak hangat selama perbincangan mereka.

"Hai, Ar. Long time no see, aku kangen banget sama kamu. Kenapa kesini gak bilang-bilang?" ujar Belva mengabaikan Maura.

"Belva? Lo di Jakarta juga?" tanya Maura berusaha menyapa Belva. Ada kerinduan yang terbesit dihatinya ketika melihat Belva, Maura merindukan mereka yang sering jalan-jalan bersama, mengobrol bersama bahkan dengan kejahilan dan kepedulian Belva padanya.

"Arkan, kamu ada waktu gak? Kita jalan yuk!" ajak Belva yang mengabaikan Maura, bahkan mungkin tidak menganggap keberadaan Maura.

Arkan membuang muka lalu merangkul bahu Maura mengajak Maura pergi.

"Arkan, aku nanya kamu loh, masa gak dijawab?" ujar Belva menahan lengan Arkan.

"Waktu gue buat Maura, puas?" ketus Arkan. "Jauhin tangan lo!" lanjutnya lagi dengan penuh penekanan seraya menatap Belva tajam. Belva pun menjauhkan tangannya, namun bukan Belva namanya jika dirinya menyerah begitu saja sebelum mendapatkan keinginannya.

"Bukannya kamu udah dibuang sama cewek cacat itu?" ujar Belva membuat Arkan sontak menghentikan langkahnya dan menatap Belva dingin menusuk.

"Bilang apa lo barusan?" tanya Arkan, cowok itu tidak suka saat Belva menyebut Maura cewek cacat. Gadis ini, harus Arkan apakan lagi agar dia menjauh dan berhenti mengganggu Maura. Terlebih menyakiti perasaan Maura, Arkan sangat tidak suka.

"Kamu udah dibuang sama cewek cacat itu, buat apa kamu rendahin diri kamu buat cewek cacat gak berguna kayak dia?"

Arkan memejamkan matanya menekan emosinya yang mulai memuncak, ia pun menghampiri Belva. Belva yang melihat wajah Arkan yang memerah juga tatapan membunuhnya karena tersulut emosi pun bergerak mundur menghindarinya namun tangan kanan Arkan sudah lebih dulu menarik kerah kemeja biru yang dikenakannya.

"Jangan pernah bicara hal buruk tentang Maura dengan mulut kotor lo!"

Belva menggeleng. "A-aku bicara fakta, Ar. Kenyataannya cewek yang kamu bangga-banggain itu cacat! Dia gak pantes buat kamu, Arkan, aku yang pantes buat kamu-"

"Lo lebih gak layak buat gue!" Arkan melepaskan cengkramannya kasar hingga Belva terhentak mundur ke belakang.

Belva melirik Maura yang juga tengah menatapnya dengan wajah yang memucat. Belva memasang smirknya merasa gadis itu mungkin ketakutan jika ia membeberkan semuanya pada Arkan.

Belva pun menatap Arkan. "Kayaknya kamu belum tau apa yang dia sembunyiin dari kamu" ucap Belva kemudian beralih ke arah Maura. "Maura sayang, haruskah gue yang bilang ke Arkan tentang seberapa menjijikkannya lo?"

Sementara Maura hanya bisa menggeleng meminta Belva untuk tidak mengungkapkannya tanpa suara, ketakutannya membuat Maura tidak bisa mengeluarkan suaranya untuk mencegah Belva.

"Kamu tau? Selama ini Maura nyembunyiin kecacatannya dia" lanjut Belva seraya mendekati Arkan.

"Tubuh Maura itu ca-akh sakit!" ucapan Belva terpotong dan berubah jadi teriakan kesakitan akibat Angel yang menarik rambutnya kencang, entah sejak kapan gadis kecil itu terbangun dari tidurnya, baik Arkan maupun Maura pun dibuat kaget dengan tindakan Angel yang tiba-tiba itu.

My Cold Prince 2 || (T A M A T)Where stories live. Discover now