Kedua

733 91 23
                                    

Tinggalkan jejak jika kalian menyukai cerita ini. Vote dan komen kalian yang membuat aku lebih semangat untuk update. Komenapa saja asal jangan menghujat author (😭) aku kangen ngobrol sama kalian di komen section.

Maaf jika akan ditemukan banyak typo, bahasa non baku bahkan bahasa alien yang sulit kalian pahami. Aku menerima kritik dan saran asal dengan bahasa yang sopan.

Cerita ini mungkin akan ada adegan dewasa, darah, dll adegan 🔞 jadi bijaklah dalam memilih cerita. BxB, JJP, MarkSon, YugBam only.

Semoga suka.

- Author

*******************************

Ada kata yang sulit untuk diucapkan dengan kata dan hanya dapat digambarkan dengan air mata.

Jinyoung terduduk lemas dengan perasaan hancur dan air mata berlinang yang tiada henti sejak semalam.

Ia duduk di depan peti mati suaminya, setelah orang-orang telah pulang dari rumah duka tersebut.

Hyunjin yang melihat ibunya seperti itu merasa sedih. Ia sama terlukanya, sama merasa kehilangan, namun tidak setetes airmata meleleh keluar.

Kehilangan sosok ayah tentu saja membuatnya hancur. Namun, ia merasa terbiasa tanpa sosok itu sejak kecil. Kesedihan terbesar Hyunjin adalah, tidak ada satupun janji sang ayah yang ia tepati selama masa hidupnya.

"Hyunjin." suara husky berat yang memanggil namanya, membuat kepala anak lelaki berusia lima belas tahun itu menoleh.

"Paman Jack."

Pria bertubuh altletis, berparas tampan dan berkulit putih itu tersenyum hangat. Ia mengangkat tangan kanannya yang membawa sebungkus plastik. "Paman membawakan cheese burger kesukaanmu."

"Tadi aku sudah makan mie goreng, Paman. Justru Mama yang belum makan sejak semalam." kata Hyunjin dengan nada sedih.

Jackson masih tersenyum hangat, ia mengusap rambut Hyunjin. "Jangan makan mie terus. Ambil ini dan makanlah. Paman akan coba membujuk ibumu."

Anak lelaki itu mengangguk dan mengambil bungkus plastik berisi burger pemberian Jackson.

Setelah Hyunjin pergi, Jackson pergi menghampiri Jinyoung.

Suara tangisnya yang pelan begitu menyayat hati dan membuat Jackson terenyuh. Ia tahu, pasti berat untuk Jinyoung. Kehilangan seseorang yang kau cintai dengan alasan mengerikan.

Jackson duduk di sebelah Jinyoung, ia menepuk lembut bahu ramping itu. "Makanlah sesuatu. Aku bawa nasi dan ayam goreng."

Jinyoung menggeleng pelan, ia mengusap kedua matanya yang basah dengan punggung tangan.

"Apa ada perkembangan Jack?" tanyanya dengan suara parau.

"Dari bukti-bukti penyelidikan, pesawat Boeng-Kim meledak karena kekurangan bahan bakar dan kelalaian Pilot."

"Tidak mungkin! Minhyun seseorang yang sangat teliti dan mencintai pekerjaannya lebih dari apapun...bahkan lebih dari keluarganya--"

"Jinyoung jangan berkata seperti itu."

Airmata Jinyoung kembali bergulir, dan ia menghapusnya cepat dengan punggung tangan. "Kau tahu itu benar, Seunie. Ia lebih mencintai pekerjaannya. Jadi tidak mungkin ia meresikokan hidup, pekerjaan dan juga para penumpang."

"Aku tahu. Akan tetapi kenyataan yang aku dapat dari penyelidikan adalah seperti itu. Tidak ada yang aneh, bahkan ketika mendengar ulang kotak hitam pesawat berkali-kali."

Tangis Jinyoung kembali pecah. Jauh di lubuk hatinya, ia yakin kematian suaminya bukan sebuah kecelakaan.

Jackson merangkul bahu Jinyoung dan membawa pria itu ke dalam pelukannya. "Ikhlaskan dia, Jie. Jangan menyiksa dirimu seperti ini. Minhyun pasti tidak suka melihatmu larut dalam kesedihan." ujar Jackson dan tangannya mengusap punggung Jinyoung. Kemudian ia kembali melanjutkan ucapannya. "Setidaknya, kau harus kuat demi Hyunjin, kau harus ingat bahwa anak remaja itu masih membutuhkan ibunya." urai Jackson dengan nada lembut.
.
.
.
.
.

6 Month Later

"Arggh."

"Diamlah Jb! Kau seperti baru pertama kali saja ditembak saja!"

Jb mendengus kesal, ia memicingkan mata sipitnya dan menatap tajam pria berparas cantik, betubuh ramping yang duduk di depannya saat ini.

"Aku manusia bukan robot, Mark."

Pria bernama Mark itu tertawa geli. Ia mengikat kuat kain kasa yang baru saja ia belitkan ke lengan kiri Jaebeom

Raut wajah Jaebeom semakin kesal mendengar pria di depannya ini tertawa.

"Jangan sampai bogemku melayang, Mark Tuan!"

Ancaman Jaebeom tidak membuatnya berhenti tertawa. Ia menepuk kuat paha Jaebeom. Membuat lelaki tampan bermata sipit itu memekik kesal.

"SAKIT!"

"Dasar lemah. Mafia apa dirimu? lemah begitu!"

Jaebeom mengambil kaos hitam yang terletak di sofa lalu memakainya.

"Mafia yang sudah tobat." Jaebeom kembali mendengus.

Sedangkan Mark tertawa terpingkal.

"Jangan tertawa!"

Mark tertawa semakin puas. "acara tobatnya kapan-kapan saja. Bukankah kau memiliki sebuah tugas penting?"

"Aku tidak ingin melakukannya!"

"Tapi kau harus." sahut Mark santai. Ia melepas kedua sarung tangan karet dan membuangnya ke tempat sampah. Kemudian ia mencuci tangan dengan air bersih, setelah itu duduk kembali ke bangku kerja.

"Aku tidak ingin! Kenapa harus membunuh istri dan anak pilot bodoh itu?!"

"Agar Si Bodoh itu berhenti mengusik."

"Aku tidak merasa terusik." ujar Jaebeom."

Mark menggeram kesal. "Mau tidak mau kau tetap harus membunuhnya, Jb."

Tbc

CRIMINAL Where stories live. Discover now