Ketiga

443 60 7
                                    

Jaebeom mengigit roti yang tinggal setengah potong itu. Ia duduk santai di atas gedung Rumah Sakit Jiwa Mamdu. Duduk sendirian di sana sejak pagi tadi membuatnya hampir mati bosan, jika bukan karena misi sudah sejak tadi lelaki bermata sipit itu pergi ke restoran sebrang jalan untuk memakan semangkuk mie dingin.

"Sialan. Memata-matai dari sini malah tidak mendapatkan apapun."

Tanganya merogoh saku celana, mengambil ponsel yang berdering sejak tadi.

"Apa?!" nada suara tak bersahabat lelaki tampan itu tidak membuat lawan bicaranya gentar sedikitpun. Pria diseberang sana malah terkikih geli setelah mendengar nada tak bersahabat Jaebeom.

Jaebeom berdecak kesal, "Jika telepon hanya untuk mentertawaiku, lebih baik aku tutup teleponnya."

"Easy brother. Kau seperti gadis sedang datang bulan."

"Diam Mark Tuan!"

Tawa lelaki bemarga Tuan yang sedang tersambung telepon dengan Jaebeom semakin lepas. Cukup membuat Jaebeom jengah sampai ingin menembakkan peluru dari senapan yang ada di depannya.

"Diam atau ku bolongi kepalamu, Tuan."

"Targetmu di depan mata bukan aku. Arah jarum jam angka 3 Jae." Jaebeom mengangkat teropong, mendekatkan ke mata dan mengikuti arah yang sahabatnya itu sebutkan. Seringai seram terbingkai di wajah. "Got it." gumamnya.

"Shoot Baby."

"Jangan memanggilku begitu. Geli bodoh."

Lagi-lagi Mark tertawa lepas, matanya masih terfokus pada layar persegi yang berada di atas meja, memperhatikan gerak-gerik lelaki yang sedang Jaebeom incar.

Jaebeom sendiri sudah mengarahkan senapan serbu AK-12 miliknya ke target yang kini sedang berjalan tepat di bawah gedung sembari berbicara di telepon. Pria yang sudah diincar sejak dua minggu lalu.

"Aku tutup teleponnya. Kau terlalu berisik." Sesaat setelah telepon dimatikan, Jaebeom membidik senapannya, keluar sebuah logam panas yang kini mengudara mendekat ke bidikan dan menembus jantung lelaki tersebut. Teriakan histeris orang-orang yang kebetulan lewat di sana membuatnya semakin yakin kalau ia tidak salah sasaran. 

"Selesai. Saatnya pulang, makan semangku mie dingin dan menonton anime." ujar Jaebeom senang. Tanpa repot-repot memastikan musuhnya tewas, jaebeom membereskan semua barangnya dan bergegas pergi dari sana. Sebelumnya ia mengirim pesan ke atasannya. 

Mission Completed Bos.

***

Jackson segera meluncur ke Rumah Sakit Jiwa Mamdu setelah mendapat telepon ada penembakan di sana. Ia hampir meledak marah, baru sepeluh meniat yang lalu ia berada di sana untuk makan siang bersama Jinyoung.

Polisi sudah ramai di tempat kejadian, mayat korban dibawa ke ruang autopsi untuk diperiksa. Jackson turun dari mobil setelah memarkirkannya di basement. 

Ia sedikit bernafas lega ketika melihat Jinyoung berdiri di depan ruang autopsi. 

"Jinyoung."

Jinyoung menghampiri Jackson yang juga berjalan mendekat. Wajah lelaki itu tampak gusar dan takut. "Jackson. Syukurlah kau datang."

"Apa kau tahu bagaimana kejadianya?"

Jinyoung menggeleng. "Pihak rumah sakit telah memberi rekaman cctv pada rekanmu tapi tidak menemukan apapun."

"Siwon hyung sedang berusaha meneliti rekaman cctv tersebut."

"Kenapa Jackson? Ketika aku mulai menyerah dan menerima kenyataan semua ini kecelakaan tapi malah terjadi seperti ini. Profesor Jung meninggal mengenaskan seperti ini."

CRIMINAL जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें