Tipe cowok seperti Yudha. Yang berarti tipe yang aku suka, kalo nggak kan nggak mungkin aku pacaran sama Yudha sampai delapan tahun lamanya.

Aku mempersilakan para pria masuk ke ruang ganti pria sementara Soraya ikut denganku masuk ke ruang ganti wanita. Dari lemari aku mengeluarkan satu set APD yang memang disiapkan untuk para tamu yang datang berkunjung ke ruang produksi.

"Silakan dipakai dulu ya Mbak, ini prosedur wajib sebelum memasuki area produksi." Aku mengangsurkan satu set APD yang sudah dikemas rapi dalam packing plastik bening.

Soraya mengambil bungkusan itu sambil tersenyum lalu membuka kemasan plastiknya. Senyumnya langsung menghilang melihat berbagai item yang ada di dalamnya.

"Harus banget ya pakai ini?" Tanyanya dengan nada enggan.

"Iya Mbak, ini prosedur wajib, untuk meminimalisir kontaminasi di area produksi," jelasku yang membuat ekspresi enggannya semakin jelas.

"Tapi kalo difoto enggak akan kelihatan bagus Mbak Shera, baju dan rambut bakal ketutup semua dan...Oh My God, wajah juga?" Ia menjerit ngeri saat melihat masker di antara tumpukan.

Aku menghela napas, paling malas kalau harus berdebat masalah ini. Kenapa masih saja ada orang yang nggak mengerti arti kata prosedur. Itu adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Lantas untuk apa prosedur dibuat kalo masih saja ada yang bertanya apakah harus dilakukan?

"Malah kelihatan bagus kalo difoto Mbak, karena itu berarti kita mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku sehingga nggak akan menimbulkan protes dari masyarakat." Aku mencoba menjelaskan dengan sabar.

"Masyarakat malah akan protes kalo nggak melihat wajah saya Mbak Shera, lagipula untuk apa PT. Medifarm bayar mahal-mahal ke saya untuk mengiklankan produknya kalo wajah saya nggak kelihatan, rugi di kalian lo," decaknya.

"Tapi..."

"Panggil Abhi aja deh, kamu nggak akan mengerti masalah kayak gini, biar saya ngomong langsung ke atasan kamu," ucapnya ketus.

Lagi-lagi aku hanya bisa menghela napas. Malas berdebat panjang lebar, bergegas aku memakai APD milikku lalu keluar dari ruang ganti wanita dan melihat para pria sudah menanti di koridor dengan APD lengkap ditemani Dina.

"Di, bisa tolong antar Mas-Mas ini keliling dulu ya, saya perlu bicara dengan Pak Abhi sebentar," ucapku yang segera dibalas anggukan Dina.

Pak Abhi menatapku dengan alis terangkat saat Dina dan kedua wartawan itu sudah melangkah meninggalkan kami.

"Ada masalah apa? Raya mana?" Tanyanya.

"Mbak Raya nggak mau pake APD, Pak, dia minta bicara langsung sama Bapak," jelasku apa adanya. Kening Pak Abhi semakin berkerut.

"Ya kamu handle dong, Ra, ini daerah kekuasaan kamu, kamu yang tahu aturan mainnya di sini. Kalo memang aturannya harus memakai APD ya berarti harus pakai, jangan biarkan orang menekan kamu," ucapnya tegas.

"Kalo Mbak Raya marah terus kabur gimana? Bapak pasti ngamuk ke saya nanti," cibirku.

"Saya nggak bodoh, Ra. Yang namanya kerjasama itu pasti ada kontrak, di situ sudah lengkap poin-poin yang harus disetujui Raya sebagai brand ambassador produk kita. Rugi di dia kalo kabur hanya karena masalah begini," jawabnya enteng.

Aku menatap Pak Abhi dengan wajah skeptis, namun dia hanya mengedikkan bahu, sama sekali nggak ada niatan membantu. Akhirnya aku menghela napas lalu dengan langkah malas kembali masuk ke ruang ganti wanita.

Dengan susah payah akhirnya aku berhasil meyakinkan Soraya untuk mengenakan APD. Setelah bantahan demi bantahan dilontarkan tapi nggak juga membuatku goyah, akhirnya sambil bersungut ia mulai mengenakan APD-nya.

Amoxylove (COMPLETED)Where stories live. Discover now