🎃 MANTAN || 6 🎃

22.2K 3.6K 118
                                    

Aswa tersenyum cerah, bagaimana tidak? Sudah lebih dari jam sebelas siang dan Benua belum datang ke toko bunga. Tidak seperti biasa, beberapa hari yang lalu, Benua selalu datang untuk merecokinya sekitar jam delapan, dan lalu satu atau setengah jam kemudian dia akan pergi. Dengan wajah terpaksa. Entah apa yang dipikir oleh Benua, padahal Benua mempunyai perusahaan besar untuk dipimpin, tapi, masih sempat-sempatnya dia merecoki hidup orang lain.

Hah ....

Seharusnya Aswa tidak perlu berpikir sejauh itu tentang Benua. Seharusnya Aswa merasa bodo amat. Tapi memang dasarnya Benua, selalu menambah beban pikiran orang saja.

Sungguh, jika ini bukan toko peninggalan sang ibu yang penuh dengan sejarah keluarga mereka, Aswa pasti sudah berpindah tempat. Menyewa suatu bangunan baru dan menjual bunga di sana. Namun, ya, tidak mungkin juga. Aswa bertahan hidup, mendapatkan rejeki, dan banyak hal lain yang sudah toko ini beri.

Aswa mendongak, saat mendengar gemercing lonceng berbunyi. Wajah yang dipasang dengan ramah itu langsung berubah menjadi kecut kala retinanya menangkap jika Benua Amanullah lah yang kini memasuki toko. Ah, perkiraannya salah, ternyata Benua bisa datang jam berapa saja.

"Assalamu'alaikum, calon istri."

Entah kenapa, tapi akhir-akhir ini Benua sering memanggilnya sebagai 'Calon istri' membuat Aswa merinding dari ujung kepala hingga kaki. Lagi pula, siapa yang mau menjadi calon istri dari Benua? Aswa sih, yang tau jelas sikap Benua akan menolak mentah-mentah!

"Kamu tuh, apa-apaan sih, datang ke sini, tiba-tiba ngomong kayak gitu! Nggak ada calon istri kamu di sini, Siti lagi ke kamar mandi!"

"Jawab dulu salam aku," pinta Benua.

"Wa'alaikumssalam. Stop! Jangan deket-deket ih!" Aswa mengangkat sebelah tangannya, menyuruh Benua untuk tetap diam di depan pintu toko.

"Kenapa emangnya? Kan nggak ada aturan jaga jarak. Oh iya, aku lupa mengklarifikasi, kalau calon istri aku itu kamu, bukan Siti!"

Aswa mengerjap, ia tidak senang mendengar seorang lelaki tampan serta pemimpin perusahaan sukses menunjuk ia sebagai calon istri. Aswa pun memasang wajah menyelidiknya. Ia sedang mencoba belajar dari masalalu, Benua pernah sebaik ini untuk bisa mempermainkannya. Maka sekarang pun, bukannya tidak memiliki kemungkinan jika Benua kembali berpura-pura baik untuk menjatuhkan dirinya. Sungguh, Aswa tak mengerti dan tak tau, apa motif sesungguhnya, apa tujuan Benua terus-terusan datang kepadanya.

Mungkin saja kan, keberadaan toko bunga Aswa yang bertempat di depan kantor Benua, membuat laki-laki itu risih dan ingin menggusurnya?

Tidak ada yang tau pemikiran manusia, kecuali Tuhan bukan?

"Aku? Jangan pikir aku bisa kena jebakan dan hati sok malaikat kamu lagi. Lagian aku nggak mau sama kamu. Aku menyesal, jadi mantan kamu itu sebuah kesalahan besar yang aku lakuin. Aku berdosa sama Allah, dan aku buat diri aku sendiri terluka. Sebagai manusia yang punya otak, aku nggak mau kembali sama kamu. Cowok yang pernah patahin aku."

Benua memasukan kedua tangan ke dalam saku celana bahan. Lalu menatap Aswa---yang selalu menundukan pandangan terhadapnya---dengan lekat. Setelah menghembuskan napas dan tersenyum, Benua pun berucap, "tapi setiap manusia bisa berubah, keadaan bisa berputar. Jika dulu aku yang bisa buat kamu terpesona, maka sekarang, sebaliknya, kamu yang buat aku terpesona. Jika dulu, aku cuma mau niat main-main sama nyakitin kamu, maka sekarang aku mau melindungi dan serius sama kamu."

Aswa mengerjap, harus kah dirinya mempercayai setiap untaian manis dari mulut Benua?

"Hahahah," Aswa menyemburkan tawanya. "Gombalan sama tipuan manis kamu makin meningkat ya, sekarang terdengar lebih menjanjikan dan kayak lebih, serius gitu kedengarannya. Tapi sayang, aku nggak bakal ketipu lagi sama semua omong---"

Astagfirullah, Mantan! [RE-UPLOAD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang