12. Maaf

415 33 7
                                    

"Ibu, saya pamit pulang ya." Ara mencium punggung tangan Mira dengan lembut.

"Kamu hati-hati ya. Yang sering main kesini. Nanti Ibu masakin makanan yang enak buat kamu," ujar Mira.

"Iya Bu. Kalo ada waktu, pasti Ara sering kesini," ujar Ara sambil tersenyum.

"Ayo gue anter." Sagara sudah siap dengan motornya ternyata.

"Aku kan bawa sepeda. Gak usah Sagara," tolak Ara.

"Gue ikutin dari belakang. Gak sampe rumah lo kok. Lo bilang jauh kan dari sini? Gue gak mau nanti lo kenapa-napa. Apalagi lo naik sepeda," jelas Sagara sambil memakai helm-nya.

"Tapi--"

"Gak ada tapi-tapian, Ara. Ayo!"

Ara pun mengangguk dan menaiki sepedanya. Lalu mengayuh pelan dengan diikuti oleh Sagara dari belakang.

Sagara terus tersenyum sambil membagi fokusnya. Kadang ke jalanan dan kadang fokus menatap punggung Ara yang sedang mengayuh sepedanya dengan pelan.

Beberapa saat kemudian, Ara sudah sampai di sebuah halte tidak jauh dari arah menuju ke kompleks perumahan dimana rumahnya berada. Ara turun dan menoleh kepada Sagara.

"Kamu nggak mau mampir ke rumah?" tanya Ara.

Sagara menggeleng. Jelas tidak bisa!

"Lain kali aja," tolak Sagara sambil tersenyum.

"Em... makasih ya udah nganterin. Aku duluan ya," ujar Ara sambil menaiki kembali sepedanya.

Sagara tersenyum sampai Ara hilang dari pandangannya. Sekilas dia melihat banyak rumah yang mewah. Sudah jelas jika itu kawasan rumah elite dan hanya kalangan orang-orang kaya.

Sagara meingis pelan.

***

"Sumpah! Si Ara kemana sih?! Masa dari pagi tadi sampe jam 9 dia gak pulang-pulang! Bikin khawatir aja sih?!" kesal Ale.

"Aduh! Ara kemana sih? Nggak kayak biasanya deh dia kayak gini," risau Chika.

"Ya udah, Mama buat minum buat temen kamu dulu ya Al," ujar Chika yang diangguki oleh Ale.

Memang tadi pagi, sekitar jam 8, Ale menyuruh teman-temannya untuk ke rumahnya. Karena sudah satu tahun ini mereka bersama, Ale tidak pernah mengajak mereka dan juga memperkenalkan Ara waktu itu.

"Adek lo emang biasanya kemana aja kalo jalan? Jauh?" tanya Arga.

"Jauh! Kurang kerjaan kan? Tapi biasanya jam 8 dia udah balik. Gue juga pesen bubur ayam sama dia."

"Bukan bubur ayamnya sih yang gue pikirin. Tapi Ara," geram Ale. Dia sangat takut jika terjadi apa-apa dengan adiknya itu.

Ceklek....

Semua orang yang memenuhi ruang tamu rumah Ale, sebanyak tiga puluh orang itu menoleh saat mendengar pintu dibuka.

Dan terlihatlah seorang cewek cantik dengan celana training, hoodie putih, dan juga sepatu sport berwarna hitam, sedang mematung saat melihat banyaknya orang yang berada di rumahnya.

Pantas saja banyak sekali motor berwarna hitam di luar rumahnya. Ara meringis saat Ale menatapnya tajam.

"Bang. Maaf ya, buburnya lupa. Aku cuma beli susu ini aja," ujar Ara takut-takut.

"Kenapa di telepon gak diangkat?" tanya Ale datar. Membuat Ara menelan ludah susah payah. Begitu juga dengan mereka semua yang diam saat mendengar nada bicara Ale.

"Aku silent. Maaf ya Bang."

"Kamu tau nggak sih, Abang, Mama, sama Papa itu khawatir sama kamu?!"

"Maaf. Maaf. Maaf. Tadi aku--"

"Ara!" Chika datang dengan membawa nampan dan minuman untuk pada teman Ale. "Kamu kemana aja?! Mama khawatir!" ujar Chika sambil menaruh nampan di atas meja dan memeluk anaknya.

"Ara gak papa Ma. Maaf ya gak ngabarin. Tadi Ara kan beli susu di minimarket, terus ketemu temen Ara yang lagi mau pulang dari belanja. Ya udah aku anterin dia naik sepeda. Soalnya dia gak bawa motor katanya," jelas Ara.

"Kamu nganterin temen kamu pake sepeda? Cowok atau cewek?" tanya Ale sambil menoleh menatap Ara.

"Cowok."

"Apa?! Astaga! Dia cowok dan dia bisa pulang sendiri! Kalo kamu?! Bahaya Ra! Bahaya!!" sentak Ale.

Ara terkejut, lalu dia segera melangkah ke arah tangga menuju ke kamarnya. Ara tidak bisa dibentak seperti itu. Dan ini adalah pertama kalinya Ale membentaknya.

Chika menghela napas, menatap Ale. "Al, jangan salahin Mama kalo Ara gak mau ngomong sama kamu. Adek kamu gak suka dibentak loh. Dan ini pertama kalinya kamu bentak dia," ujar Chika. "Mama masuk ke dalam dulu. Kalian semua, diminum ya," lanjutnya sambil tersenyum menatap semua teman Ale yang diam saja.

"Iya Tan!!!"

Ale menghembuskan napasnya kasar. Dia telah membuat kesalahan besar rupanya. Kenapa dia tidak bisa mengontrol emosinya sih?!

***

Ale memasuki kamar Ara. Sampai siang, bahkan Ara tidak keluar kamar. Membuat Ale yakin jika Ara marah dengannya.

Ale melihat Ara masih fokus dengan buku gambarnya. Bahkan saat Ale mendekat dan berada di sampingnya, Ara tidak menoleh atau mendongak sedikitpun.

"Ara," panggil Ale pelan.

Ara masih fokus dengan menggambarnya.

"Ara. Maaf. Abang gak sengaja bentak kamu tadi," sesal Ale.

Tetap tak ada respon.

Ale jongkok dan memutar kursi Ara menghadapkan ke arahnya. Namun Ara hanya menunduk karena dia masih takut dengan Ale.

Ale menaikkan dagu Ara agar menatapnya. "Maafin Abang. Abang cuma khawatir sama kamu, Ara. Jangan marah sama Abang ya," pinta Ale.

"Abang yang jangan marah sama Ara. Tadi itu aku dianterin Bang sama temen aku sampai depan kompleks. Pas aku nganterin dia pulang tadi, dia nggak mau. Tapi aku maksa dia." Ara menatap Ale.

Ale menaruh kedua tangannya di pinggang Ara. "Maafin Abang udah bentak kamu. Abang nggak marah kok sama kamu," ujar Ale lalu mendongak dan mencium pipi Ara sekilas.

Ara tersenyum lalu memeluk Ale. "Bang."

"Hem?"

"Indah itu siapa?" tanya Ara yang membuat Ale melepas pelukannya.

"Kamu--"

"Aku gak sengaja lihat foto di meja Abang, terus di belakangnya ada namanya; Indah Elisa."

Ale membelalak. "Em... dia--"

"Pacar Abang?" tebak Ara yang membuat Ale tersenyum getir.

"Kalo ada waktu Abang akan bawa kamu ketemu sama dia," ujar Ale, lalu dia bangkit berdiri.

"Dia pacar Abang ya?!" desak Ara.

Ale hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Ara. Hatinya kembali sakit saat mengingat orang yang begitu dia cintai tapi tidak mencintai dirinya.

"Abang ke kamar dulu."

#####

Jangan lupa vote&comment!!!

Love you all💕💕

SagaraWhere stories live. Discover now