Under Class

4 0 0
                                    

Jumlah kata : 1.207
Pernah di publishkan di

Wah kalian datang lagi? Selamat datang.

Apa kalian mau mendengar kisah yang akan kuceritakan? Sebuah kisah tentang kehidupan?

Baguslah kalau iya. Kuharap kau tidak terlalu terpengaruh karenanya. Karena ini merupakan kisah pelampiasan.

-----------------------------------------------------------

Di dunia modern ini, masih banyak manusia bodoh yang berkeliaran. Dengan mempercayai hukum rimba, dimana yang kuat dapat menginjak yang lemah. Mereka yang kuat merasa telah mengenggam dunia.

Dengan kenyatan biadab dunia ini, aku menahan nafas dalam penjara yang disebut kehidupan. Membuatku menjadi kacau.

Keadilan, aku seperti ditinggalkan olehnya. Aku menulis sebuah permohonan. Tapi kalimatku telah direbut oleh mereka yang merasa menjadi dewa. Dan akibatnya aku tidak dapat tertawa lagi.

Sebagai salah satu mahluk lemah yang diinjak, neraka ini tidak akan pernah berakhir. Aku tidak kuat lagi. Kumohon tolong aku.

Salah satu neraka yang menarikku kedalamnya adalah sekolah.

Di sini aku hanya seonggok sampah berjalan bagi mereka. Hinaan adalah salam hangat yang selalu menyapa gendang telingaku. Aku telah terbiasa hingga aku bosan.

Melaporkannya? Hanya hal yang sia-sia. Dengan menjadikanku sebagai kambing hitam, tidak ada lagi yang bisa mempercayaiku. Akibatnya semua orang menginjakku. Tidak ada yang bisa kupercaya lagi.

'Lempar batu sembunyi tangan' adalah semboyan mereka. Mereka yang suka membullyku kebanyakan pengecut. Tapi tetap kejam. Aku tidak tahu, dimana simpati dan empati mereka. Atau mereka memang tidak punya hati?

"Minggir, ada sampah lewat."

"Kejam sekali kau ini!"

"Loh?"

"Harusnya kotoran berjalan."

"Kau benar."

Dan mereka tertawa bersama sambil menusukku dengan telunjuk dan tatapan merendahkan mereka. Aku tidak dapat menangis lagi. Air mataku telah kering. Hanya darah yang akan keluar jika kupaksakan untuk menangis. Aku benar-benar mahluk yang menyedihkan.

Di rumah tidak berbeda jauh. Setelah ibuku meninggal, aku sendirian di dunia ini. Ibu tiriku memperlakukanku bagai budak, tiada ampun. Sedangkan ayah kandungku mengabaikanku. Dia tidak berharap aku ada. Dia ingin anak yang berbeda.
Bahkan ia pernah memaksakan keinginanya untuk membuatku menjadi transgender, demi egonya. Sekarang dia sudah tidak seperti dulu lagi, tapi sikapnya bagaikan aku tidak pernah ada. Tetap sama saja bukan?

Seharusnya manusia menolong sesama. Namun saat aku sudah tidak bisa percaya pada diriku dan tidak ada yang bisa kupercaya, kemana aku harus bersandar?

Rasanya seperti pernah ada sesuatu yang penting di sini, di hatiku. Ah lebih baik aku tidak tahu. Itu sudah tidak penting lagi. Karena hari esok akan membuatku semakin menderita dan gila. Dan akulah yang paling paham akan hal itu.

Pembulinganku tidak pernah berakhir. Dari kelas awal hingga kelas akhir aku bersekolah, terus berlanjut neraka ini. Bahkan semakin buruk. Adakah pertolongan untukku?

Sekolah, rumah, dan satu lagi nerakaku adalah sosial media.

Mereka menghinaku, merendahkanku , dan menyiksaku di mana pun dan kapan pun. Walau aku sudah mengganti akun entah bagaimana mereka menemukanku. Sepertinya aku memang tidak bisa lepas dari mereka. Takdir yang sungguh bodoh.

Die Verhaal from Stella Where stories live. Discover now