Before Wisteria of Hysteria

Start from the beginning
                                    

Aku selalu memberinya hadiah karena dia anak yang manis dan baik. Tentu saja aku juga membawakan orang tuanya hadiah. Hubunganku dengan keluarga itu menjadi akrab. Bahkan aku sering di undang untuk makan malam bersama.

Tanpa kusadari, anak-anak lain menjadi iri padanya.

Di suatu hari saat aku datang terlambat setelah pulang bekerja, kulihat dia sedang dikelilingi oleh anak-anak seusianya. Mereka terlihat marah.

"Hei Lula! Kamu itu anak baru. Jadi jangan sok akrab dengan paman Howard." Seorang anak berteriak padanya.

"Iya nih! Karena kamu, paman Howard tidak pernah lagi memberi kami permen."

"Ma-maaf ..." Lula mengerut. Dia ketakutan.

Seorang gadis menarik rambut coklatnya. "Dengar! Pokoknya jangan dekat-dekat dengan paman Howard lagi!"

"Jangan ambil lagi coklat darinya," seorang bocah gendut ikut berkomentar. Dia hanya memikirkan coklatnya.

"Hei apa yang kalian lakukan pada Lula?" tanyaku saat Lula hampir manangis. "Lepaskan Lula."

Gadis itu melepaskan rambut Lula. Dengan ketakutan Lula berlari kebelakangku dan bersembunyi.

"Jadi, apa yang kalian lakukan?"

Mereka tidak berani memandangku. Mereka takut karena aku memergoki mereka. Bahkan diantara mereka sudah ada yang mulai menangis.

"Hah." Aku berjongkok menghelus puncak kepala gadis yang menagis. "Dengar, aku tidak akan melupakan kalian. Aku juga menyayangi kalian kok. Aku sering bersama Lula karena dia adalah anak baru di daerah ini. Bukan berarti aku tidak menyayangi kalian lagi. Kalian juga harus akrab dengan Lula, oke?"

Mereka mengangguk mengerti. Baguslah. Dengan begini perselisihan diantara mereka berakhir.

Kulihat mereka saling berjabatan tangan dan meminta maaf kepada Lula. Kuharap mereka menjadi teman akrab.

Syukurlah Lula merupakan anak yang baik hati. Dengan lapang dada dia memaafkan mereka. Dan dia ikut terseyum bersama mereka walau masih ada bekas air mata di pipinya.

Seandainya permasalahan orang dewasa bisa sederhana permasalahan anak-anak. Hal ini juga yang kusukai dari anak-anak. Dunia mereka terlalu simpel.

Sudah beberapa bulan aku berkenalan dengan keluarga Hendrik. Aku juga sudah menganggap mereka seperti keluargaku sendiri. Dan Lula begitu lengket padaku.

Sepertinya sudah saatnya.

Di suatu malam setelah selesai makan malam-di rumah keluarga Hendrik- aku menyampaikan sebuah permintaan pada mereka.

"Tuan hendrik,"kataku memulai pembicaraan. "Salah seorang saudara jauhku mengundangku keacara ulang tahun putrinya. Jika aku datang sendirian kesana mungkin akan aneh, jadi aku bermaksud mengundang Lula. Semua keluargaku sibuk disaat itu. Apalagi putrinya seusia dengan Lula. Jadi bolehkan aku mengajak Lula pergi?"

Sang ayah melihat Lula. "Kami tentu saja mengizinkan. Tapi itu tergantung dengan Lula sendiri. Bagaiman menurutmu, nak?"

Dengan semangat gadis itu mengangguk. "Tentu aku mau yah!"

Die Verhaal from Stella Where stories live. Discover now