Chapter 8: Pandora

Mulai dari awal
                                    

"Mrs. Alba, dia ditolong oleh seorang wanita yang ahli bela diri dan—"

Sepatu kiri Bianca langsung mendarat tepat mengenai kening pria itu. Pria itu menelan salivanya saat Bianca berjalan mendekat dengan pisau di tangannya. Sensasi dingin mematikan menyentuh leher pria itu. "Kalau begitu aku akan membunuhmu dan anak buahmu yang bahkan tidak bisa mengalahkan seorang wanita dalam bela diri. Kalian sama seperti sampah, tidak berguna."

"Maafkan saya, Mrs. Alba." Pria itu baru bisa menghembuskan nafas lega saat ujung pisau dijauhkan darinya.

Bianca memijat kepalanya yang siap terbelah dua. "Gadis sialan itu! Aku harusnya membunuhnya saat ada kesempatan!"

"Kami akan mencarinya lagi," ujar Hugo berusaha menenangkan kakak perempuannya.

Bianca mengerlingkan matanya dingin. "Seperti seharusnya. Tapi apa hasilnya? Sudah hampir dua minggu berlalu dan kepala bodoh kalian masih menampakan diri di hadapanku tanpa membawa Eira!"

"Dia menghilang begitu saja, Mrs. Alba. Saya yakin dia bersembunyi di suatu tempat."

Tawa sinis Bianca menggelegar memenuhi seluruh ruangan. "Apa kau pikir dia jin bisa menghilang tanpa asap? Lagi pula dia tidak punya apa-apa selain rumah ini, semua koneksinya kuputus saat dia berusia tujuh tahun. Lalu siapa yang akan menyembunyikannya? Penyihir? Pesulap? Atau mungkin mafia?"

Hugo berjalan maju menghampiri kakaknya, ekspresinya mengeras. "Aku akan membawa Eira untukmu, Kak. Aku berjanji."

Bianca mencengkram dagu adiknya keras, sengaja ia menekan kuku tajamnya hingga tetesan darah mulai keluar dari dagu Hugo. Semua yang disana memandang itu ketakutan. Bianca tersenyum puas melihat itu, "Aku tidak butuh janji, Brother. Aku butuh bukti...DAN AKU BUTUH EIRA! SEGERA!"

"Dan kau akan mendapatkannya," janji Hugo tegas, "Apapun yang terjadi, aku akan membawa gadis itu ke hadapanmu, cepat atau lambat. Bahkan jika nyawaku menjadi bayarannya, aku akan memenuhi janjiku padamu."

Kedua mata hijau itu saling menusuk menuntut perjanjian. Bianca akhirnya menyeringai tipis, "Baiklah, aku memegang janjimu, Brother. Bawa dia hidup-hidup dan aku sendiri yang akan memotong lehernya,"

Pisau di tangannya di lempar begitu saja dan kini menempel tak berdaya di daun pintu. Semua yang ada di ruangan menahan nafas kecuali Hugo—yang sudah terbiasa dengan itu. Kaki jenjangnya berjalan ke balik meja dan duduk di sana. "Pergilah dan cari jalang itu...sebelum aku benar-benar membunuh kalian disini."

Ketiga pria lainnya langsung berhambur keluar ruangan, sementara Hugo masih berdiam di sana. "Apa aku perlu mencarikanmu binatang baru?"

Bianca menggeleng lalu tersenyum manis. "Aku sedang tidak ingin membunuh apa pun hari ini. Aku lapar, bawakan aku makanan."

----------❅❅❅----------

AUTHOR's POV

Bau anyir memenuhi seluruh ruangan dengan penerangan minim itu. Tubuh-tubuh berselimut darah tergeletak tak berdaya dengan darah membanjiri tubuhnya. Suara teriakan penuh penderitaan menjadi nyanyian bagi Raphael karena berhasil menyiksa lawannya.

"Jangan berteriak seperti pelacur sialan setelah membunuh anak buahku," tandas Raphael keji, sementara jari yang sudah dipasang pisau kecil terus menggores setiap permukaan kulit lawannya yang bisa dijangkau.

"P-please..."

"Katakan dimana Morozov dan apa rencananya?"

Pria itu menggeleng, "Ka-kami tidak tahu...kami tidak tahu...AHHHH!" teriakan itu kembali terdengar memekikan telinga saat Dom kembali menghajar mereka dengan kayu balok.

Snow White and The Mafia - Book IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang